Pagi-pagi sekali, Farida sudah bangun dan mempersiapkan sarapan untuk suami dan juga putri semata wayangnya.Sembari mengucek mata, Tasya berjalan menghampiri Farida yang tengah memasak di dapur."Bu, ibu lagi masak apa?" tanya Tasya dengan suara khas bangun tidur."Oh ini, ibu masak sayur sop dan juga goreng tempe. Nanti Tasya makan sama ayah, ya," ucap Farida."Memangnya ibu mau kemana?" tanya Tasya lagi.Farida meletakkan serok yang ia gunakan untuk mengangkat tempe goreng di dalam kuali. Ia membalikkan badannya dan menatap Tasya yang kini berada di depannya.Farida duduk berjongkok menyamakan posisinya dengan Tasya. Tangannya memegang lembut tangan mungil Tasya."Hari ini, ibu akan mulai bekerja, Nak. Jadi, mulai hari ini Tasya di rumah sama ayah sampai ibu pulang, ya. Ibu janji setelah selesai bekerja, ibu akan langsung pulang dan nanti kalau ibu sudah pulang, kita main berdua," ucap Farida.Farida sadar jika belakangan ini, ia kehilangan banyak waktu bermain dengan putrinya, tap
"Hah, masa Farida menantu mu, sih. Ya ampun, aku nggak tahu kalau dia ternyata adalah menantu mu," ucap Ratna tak enak hati."Dia memang menantuku, tapi menantu yang hina dan tak tahu diri."Seketika semua orang yang ada di sana tersentak mendengar penuturan Nadia yang terdengar begitu tajam. Begitu juga dengan Farida yang terkejut dengan perkataan ibu mertuanya di hadapan semua orang."Maksud kamu gimana, Nad? Kok kamu ngatain mantu kamu sendiri hina dan nggak tahu diri?" tanya yang lainnya.Sementara Farida sudah membatin jika Nadia pasti akan mengungkit masalah yang sudah berlalu yang membuat Farida tersudut dan menjadi tersangka akibat ulah lidah yang pandai berdusta."Dia memang menantuku, tapi aku tidak menganggapnya sebagai menantu. Apa kalian tidak tahu seperti apa sifat aslinya? Dia itu menjijikan."Nadia menatap tajam ke arah Farida sementara Farida masih tak mampu membuka mulutnya untuk mencegah Nadia agar tak semakin menjelekkannya."Ratna, apa kamu nggak takut memperkejak
Dengan berderai air mata, Farida menarik napas panjang lalu bangkit dari posisinya saat itu. Hatinya benar-benar sangat sakit dan juga hancur, tapi apa daya. Percuma menjelaskan pada mereka yang sudah telanjur percaya pada ucapan Nadia.Belum sampai sehari Farida bekerja kini ia harus kembali menganggur. Perlahan Farida melangkahkan kakinya keluar dari halaman rumah Ratna.Tiba-tiba seseorang memanggil namanya hingga membuat langkah kakinya terhenti. Ia pun menoleh ke belakang dan melihat sosok wanita yang tak asing di matanya."Farida, ini uang untukmu. Anggap saja ini bayaran mu karena sudah membuat kue untuk acara arisan ku walaupun semuanya jadi kacau gara-gara kamu tapi aku masih punya hati. Aku nggak mau makan tenaga orang begitu saja. Ambil ini!" Ratna melemparkan uang 5 ribuan beberapa lembar hingga beterbangan di hadapan Farida.Farida masih tak bisa berkata-kata lagi. Ia merasa seluruh tubuhnya lemas tak berdaya. Belum habis rupanya penderitaan yang harus ia jalani.Selepas
Selagi di rumah Nani, Farida memakan sampai beberapa potong singkong hingga perutnya terasa kenyang. Setelah hari mulai sore, Farida pun akhirnya memutuskan untuk pulang.Rintik gerimis mulai turun hingga membuat Farida mempercepat langkah kakinya. Tak lama ia akhirnya sampai di rumah."Assalamualaikum," ucap Farida mengucapkan salam dari luar rumah."Waalaikumsalam," jawab Adam yang ada di dalam rumah.Farida masuk ke dalam dan langsung melihat Adam yang tengah berbaring di sofa sembari memainkan ponselnya sementara Tasya bermain seorang diri di lantai.Mainan berserakan dan rumah yang tadinya rapih kini sudah tampak berantakan. Farida hanya bisa menghela napasnya panjang."Ibu sudah pulang?" tanya Tasya pada Farida."Iya, Sayang. Tasya lanjutkan saja mainnya, ya," ucap Farida sembari tersenyum.Tasya pun mengangguk lalu melanjutkan mainnya. Tasya tengah bermain masak-masakan sehingga lantai rumah terlihat begitu berantakan oleh aneka mainan Tasya.Farida melirik ke arah Adam yang ta
Malam semakin larut, Farida yang sudah tertidur tiba-tiba terbangun. Perutnya terasa melilit dan juga perih.Dengan lemas dan sempoyongan, Farida bangun dari tidurnya tanpa sepengetahuan Adam. Adam masih terlihat sangat nyenyak hingga tak sadar Farida bangun meninggalkan tempat tidur."Akh, perutku sakit banget," pekik Farida. Ia terduduk di kursi meja makan yang ada di dapur.Tangannya memegangi perutnya dengan sedikit menekannya. Matanya mulai berkaca-kaca menahan rasa sakit yang ia rasakan.Farida mencoba menarik napasnya dengan teratur hingga rasa sakit yang ia rasakan sedikit berkurang. Farida pun merebus air dan membuat teh hangat.Sembari meminum teh hangat yang dibuatnya sendiri, air matanya seketika jatuh. Rasanya begitu lelah dan juga sakit memiliki suami pengangguran yang tidak tegas dan hanya mengandalkan uang pemberian dari orang tuanya sementara ia dengan keras melarang Farida memakan apapun yang dibeli menggunakan uang itu."Ya Allah, aku harus bagaimana sekarang. Aku b
Selesai sarapan, Adam langsung bersiap-siap mencari pekerjaan. Ia memakai kemeja putih dan membawa surat lamaran kerja yang ia masukkan ke dalam map.Farida yang berdiri di dekat meja makan untuk membersihkan meja makan, sesekali melirik ke arah kamar dan melihat Adam yang tampak sedang bersiap-siap."Semoga saja kali ini kamu bersungguh-sungguh, Mas," batin Farida.Tak lama Adam pun keluar dengan penampilan yang sudah sangat rapi sementara Farida berpura-pura tak melihat Adam keluar."Farida, aku pergi sekarang, ya," ucap Adam.Farida pun menoleh ke arah Adam. "Iya, Mas," jawab Farida datar. Kemudian ia berjalan ke depan teras meninggalkan Adam yang masih berdiri di posisinya.Adam menarik napas dalam-dalam. Ia memaklumi sikap farida yang ketus kepadanya. Adam menyadari kesalahan yang telah dibuatnya hingga membuat Farida teramat marah.Adam pun berjalan keluar dari rumah. Rupanya Farida sudah menunggunya di depan pintu. Ia kemudian mengulurkan tangannya untuk bersalaman."Aku pikir
Dengan tubuh yang masih gemetaran, tiba-tiba saja seseorang dari arah luar mengucapkan salam."Assalamualaikum," ucap suara itu membuat Farida tersadar dari lamunannya."Waalaikumsalam," jawab Farida pelan.Matanya mencoba menatap ke arah pintu tapi sayang tak dapat menjangkau sosok yang mengucapkan salam tadi.Ia pun akhirnya melangkahkan kakinya pergi melihat orang yang datang bertamu. Rupanya sosok yang pernah datang ke rumahnya.Seketika saja Farida mengembangkan senyumnya meski kedua matanya sembab, mencoba menyapa sosok yang datang ke rumahnya membuat rasa penasaran di hatinya semakin besar."Waalaikumsalam, eh bang Agus. Ada apa kemari, Bang?" tanya Farida."Silahkan duduk, Bang," lanjut Farida mempersilahkan Agus untuk duduk di kursi teras rumah yang terbuat dari plastik."Makasih banyak, Mbak Farida. Maaf ya kalau aku ganggu. Oh iya apa mas Adamnya ada?" tanya Agus.Farida menggelengkan kepalanya, "maaf ya, Bang Agus. Tapi mas Adamnya lagi pergi cari kerja. Mungkin nanti sian
Sudah sampai sore hari, Adam masih belum mendapatkan kerjaan. Sudah beberapa perusahaan yang ia masih belum mendapatkan pekerjaan."Akh sial, udah capek banget gini masih aja nggak dapat kerjaan," ucap Adam kesal.Ia berdiri menyusuri jalan yang sedikit lengang. Tak sengaja ia melihat Agus yang menaiki motor dari kejauhan. Sontak saja Adam langsung membalikkan badannya menghindari Agus saat itu."Sial! Itu kan si Agus. Duh ngapain sih harus ketemu dia segala," ucap Adam melepaskan napas kasarnya."Dam," ucap Agus memanggil. Ia lalu menghentikan motornya tepat di samping Adam."Eh Gus, ngapain Lo di sini?" tanya Adam yang akhirnya mau tak mau menatap Agus yang saat itu telah menghentikan motornya."Iya ini aku tadi rumahmu, Dam. Kamu gimana? Udah dapat kerjaannya?" tanya Agus."Lah ngapain dia dari rumahku. Di rumahku kan cuma ada Farida, dan dia kok bisa tahu aku lagi nyari kerjaan, apa si Farida yang ngomong," batin Adam menebak-nebak. Ia masih belum menjawab pertanyaan dari Agus hin