"Ku tunggu jawabanmu, Mbak. Jika merasa keberatan membantuku, maka satu jam lagi tolong letakkan buku itu di kamarku. Karena Mas Yudha pasti akan mencarinya saat ia pulang nanti," pamit Rahma lalu melangkah pergi meninggalkan Denisa yang masih mematung memandanginya.***Hera kembali ke rumah besar milik Yudha dengan wajah masam. Pertemuannya dengan sang mantan suami berakhir dengan kegagalan. Niatnya untuk mengajak lelaki itu rujuk kembali padanya, ditolak tegas oleh Budi.Berulang kali Hera berusaha membujuk, merayu dan meminta dengan penuh harap, namun Budi tetap pada pendiriannya dan menutup semua celah untuk mereka bisa kembali bersama.Bibir Hera gemeretak, menahan rasa kekesalannya. Wanita itu tidak menyangka jika niatnya untuk rujuk akan ditolak oleh Budi. "Mengapa mas? Apa karena wanita bernama Miranda itu?" "Aku menemanimu selama lebih dari tiga puluh tahun, tak bisakah kau memberikanku kesempatan satu kali saja?" Hera mencecar Budi dengan banyak sekali pertanyaan."Ini t
"Hanya sebuah buku," jawab Denisa lalu duduk bersebelahan dengan ibunya dan memperlihatkan buku harian bersampul biru itu kepadanya.***Suara hentakan sepatu membuat fokus Yudha teralihkan. Sejenak lelaki itu menoleh, tampak di hadapannya kini seorang wanita mengenakan blazer kuning tengah berjalan menghampirinya."Maaf pak, saya sudah bilang kalau bapak sedang sibuk dan tidak bisa diganggu, tapi ibu Jesslyn tetap memaksa untuk masuk ..." lapor sekretarisnya, yang berdiri beberapa langkah di belakang Jesslyn."Tak apa, kau bisa kembali ke tempatmu," perintah Yudha sembari memberi kode agar pintunya di tutup kembali."Baik pak." Dengan patuh ia segera berbalik dan keluar dari ruangan kerja Yudha.Helaan nafas panjang terdengar pelan dari bibir Yudha. Lelaki itu kembali menatap layar komputernya, sejenak mengabaikan Jesslyn yang masih berdiri di hadapannya."Ada perlu apa kau datang ke sini, Jesslyn?" Tanya Yudha tanpa menoleh."Aku ingin mengajakmu keluar, kebetulan aku punya dua tike
Ucapan Denisa membuat Hera kini salah tingkah. Di tatapnya wajah Denisa dengan seksama. "Sebenarnya apa maksud semua ini, Denisa?""Jawab dengan jujur. Mama mengenal buku ini kan?" desak Denisa membuat Hera akhirnya jengah.***Yudha melangkahkan kakinya perlahan memasuki rumah. Nampak Rahma yang berdiri di pangkal anak tangga segera turun untuk menyambut kedatangannya.Wajah Rahma tampak berseri, entah mengapa membuat Yudha sedikit penasaran. Namun, baru saja hendak bertanya, mendadak Suryani menyapanya."Mas Yudha pulang lebih awal?" Ekor mata Suryani melirik jam antik yang berada di sudut kanan ruang tamu itu."Iya Mak. Rahma memintaku pulang lebih awal," Jawab Yudha sambil menoleh pada istrinya yang kini menghampirinya."Benar. Aku memang meminta Mas Yudha untuk pulang lebih awal. Karena ada hal yang harus kuperlihatkan pada Mas Yudha. "Apa itu!?" Dahi Suryani mengeryit. Wanita paruh baya itu terlihat bingung."Ah, bukan apa-apa. Nanti Mak juga akan tahu." Bibir Rahma mengulas se
"Jelaskan pada mama Denisa, apa maksud semua ini?" Tanya Hera setengah membentak.***Tatapan mata Hera kini terasa menusuk kala memandang putrinya. Emosi wanita paruh baya itu mulai naik, sungguh Hera tak mengerti mengapa Denisa mencecarnya dengan banyak pertanyaan ko-nyol seperti ini.Buku harian bersampul biru itu, tentu saja ia ingat. Buku harian milik Jasmine yang dulu sempat menghilang, buku yang dulu mati- matian di cari oleh Budi, mantan suaminya . Hanya saja yang Hera tak mengerti mengapa buku itu bisa muncul kembali dan ada di tangan Denisa.Sejenak Hera berpikir, mungkinkah ada seseorang yang berada di balik semua tingkah aneh Denisa sekarang? Seseorang yang ingin memanfaatkan dirinya? Puluhan tahun buku itu menghilang tak tentu di mana keberadaannya dan sekarang mendadak muncul kembali di tangan Denisa yang tidak memiliki hubungan kekerabatan apapun dengan keluarga Widjaja. Tentu menjadi tanda tanya besar baginya."Katakan pada mama, Denisa. Dari siapa kau mendapatkan bu
"Aku tak tahu apa yang di tulis mendiang Tante Jasmine di lembar halaman yang hilang tersebut, namun sepertinya itu sangat penting hingga mama merobeknya karena tak ingin ada yang tahu dan membacanya," ujar Denisa lalu menatap nanar buku harian bersampul biru di tangannya tersebut.***Pandangan mata Hera begitu menghujam saat mendengar semua ucapan Denisa. Wajah wanita itu memerah karena amarah. Sungguh, ia tak menyangka Denisa akan mendesaknya seperti ini.Atmosfir ruangan itu seketika berubah panas. Diraihnya paksa buku tersebut dari tangan Denisa. Buku harian bersampul biru itu kini di acungkan tinggi oleh Hera di hadapan Denisa."Hanya gara-gara buku ini kau menuduh dan mencurigai mama, Hah!" Suara Hera terdengar memekik."Lagipula, untuk apa kau mengurusi buku harian ini. Lebih baik kau buang saja buku ini. Hal tak penting seperti ini tak perlu dibahas." Hera membalikkan tubuhnya, namun sebelum hendak bertolak meninggalkan kamar itu, segera Denisa menahannya."Apa yang masih Ma
"Katakan ma, apa yang ditulis oleh mendiang Tante Jasmine dalam buku hariannya?" Pinta Denisa beberapa saat kemudian. ***Wajah Widya begitu masam karena ucapan salah seorang kerabatnya tadi siang, bibir wanita itu menggerutu demi melampiaskan kekesalannya.Perubahan itu terjadi setelah ia pulang dari rumah salah seorang kerabat, tanpa salam wanita itu langsung saja masuk ke dalam kamar. Mengabaikan ibunya yang duduk di sofa depan.Sudah satu jam lamanya, ia mengurung diri di kamarnya. Ibunya bahkan tiga kali mengetuk pintunya karena merasa khawatir melihat sikapnya yang terlihat sangat berbeda.Beberapa menit berlalu, namun tak juga membuat suasana hatinya membaik. Lelah menggerutu, Widya akhirnya memutuskan keluar dari kamarnya.Wajah itu masih terlihat masam, melihat kondisi putrinya yang tak baik-baik saja, spontan membuat Maryana, Ibunya bertanya."Sejak tadi kau terlihat sangat kesal. Apa ada hal yang menggangumu?" "Si Rasti bilang kalau dia ketemu Mas Deni saat lewat depan ru
Suara hentakan ujung sepatu milik Jesslyn membuat Miranda menoleh padanya. Dahi wanita itu terlihat mengeryit saat memandang wajah keponakannya tampak sayu.Menyadari tatapan sang tante, tak membuat wanita itu menghentikan langkahnya. Jesslyn tetap melangkah melintas di depan Miranda tanpa menyapanya lebih dulu.Melihat sikap Jesslyn yang terlihat kacau, membuat Miranda mengikuti langkahnya dari belakang. Hingga akhirnya langkahnya terhenti karena terhalang oleh pintu kamar yang terkunci. Membuat wanita itu akhirnya mengetuk pintunya."Jesslyn, kau baik-baik saja?" tanya Miranda dari balik pintu.Tak ada sahutan dari dalam, membuat Miranda kembali mengetuk pintunya untuk yang kedua kalinya."Jesslyn, bisa buka pintunya sebentar?" kali ini disertai ketukan.Hening, kembali tak ada jawaban dari dalam, membuat Miranda akhirnya menghela nafas, namun saat wanita itu hendak membalikkan tubuhnya, pintu kamar itu akhirnya terbuka.Tampak wajah Jesslyn yang kacau dengan ekor mata yang terlihat
"Ayahmu seorang montir dan bekerja di sebuah bengkel, jika polisi menemukan buku harian itu dan membaca apa yang tertulis di halaman terakhir buku harian tersebut. Apa yang bisa kau pikirkan, Denisa?" Hera balas bertanya membuat Denisa menatapnya dengan pandangan mata yang sulit untuk di artikan.***Ponsel Budi berdering ketika baru saja duduk di mobilnya. Tampak nama Yudha, yang tertera di sana, sejenak lelaki paruh baya itu terdiam menatap layar ponselnya, karena tak biasanya putra kesayangannya itu menelponnya malam begini.Malam memang belum terlalu larut, namun tetap saja dahi Budi mengeryit. Sesaat lelaki berkacamata itu berpikir, mungkinkah ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan Yudha dengannya, hingga sedetik kemudian, jemarinya menggeser tombol hijaunya."Ada apa, Yudha?" Balas Budi sesaat setelah mendengar suara salam dari Yudha."Papa sudah di rumah?" Tanya Yudha sopan."Papa baru saja mau pulang, tadi ketemu klien sebentar di luar. Ada apa, nak? Apa ada masalah?