"Katakan saja Rahma, tak perlu sungkan padaku.""Apa kau mengenal Jesslyn?" Mendengar pertanyaan Rahma, sontak Denisa mengerutkan keningnya.***Deni memandang meja makannya yang kosong, hanya ada sedikit sisa lauk semalam. Dibukanya penanak nasi, tak ada nasi hangat di sana melainkan nasi kemarin yang sudah hampir basi.Sejak pagi ia belum mengisi perutnya dengan makanan dan sekarang matahari sudah tinggi, namun tak jua ada sedikit makanan yang ditemukannya di sini untuk sekedar mengganjal perutnya yang lapar.Perlahan ia memeriksa dapurnya, mencari sesuatu yang bisa ia masak, Namun usahanya tampaknya sia-sia saja karena tak ada apapun di dapurnya."Bahkan gula pun tak ada," keluh Deni kesal, lalu menghempaskan tubuhnya di kursi.Sejak pagi Widya sudah keluar rumah, beralasan ada keperluan dengan salah seorang saudaranya. Tak ada sarapan yang biasa disiapkan oleh Widya, membuat suara diperutnya kini kembali bernyanyi."Widya benar benar keterlaluan, sepertinya ia sengaja membuatku ke
Mendengarnya Rahma mengangguk pelan. " Kau benar, mbak. Kelihatannya aku memang harus berhati-hati." Desis Rahma lalu menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas.***Mobil yang mereka tumpangi terus melaju ke arah Cibubur, sepanjang perjalanan hanya kemacetan yang mereka lalui. Kebanyakan mobil pribadi yang memadati jalan hingga tak bisa di pungkiri perjalanan mereka pun terhambat.Rahma membuang pandangannya ke luar jendela, cuaca di luar masih terik, kelihatannya Sang Surya benar-benar sedang ingin menunjukkan kekuatannya, seolah tak ingin ada yang menandinginya."Ah, aku ingat sesuatu, Rahma," cetus Denisa tiba-tiba.Mendengarnya, refleks Rahma menoleh dengan kedua alisnya yang tertaut. " Ingat apa, mbak?""Jesslyn ... Yah, aku ingat dulu Yudha pernah bercerita jika wanita itu mencampakkan dirinya karena pria lain," jawab Denisa.Mendengarnya, Rahma mengulas senyum. "Aku tahu, Mas Yudha sudah mengatakannya bahwasanya dulu dia dicampakkan oleh Jesslyn karena wanita itu berselingkuh de
"Apa salah jika aku ingin mengambil kembali sesuatu yang pernah menjadi milikku?" Lanjut Jesslyn menyeringai sinis yang langsung disambut dengan gelengan kepala oleh Lucy.***Rahma menyandarkan punggungnya, sudah hampir setengah jam mobil yang mereka tumpangi terjebak di sana, membuat pinggangnya mulai lelah.Sedari tadi yang di lakukannya adalah bermain ponsel sekadar untuk menghilangkan kejenuhan sambil sesekali mengajak Denisa berbicara ataupun menanggapi ucapannya. Helaan nafas panjang terdengar dari mulutnya, pertanda betapa membosankannya situasi mereka saat ini.Suara klakson kendaraan masih terdengar memekik, beberapa sepeda motor tampak mencari sedikit celah untuk bisa melewati kemacetan ini. Tak ayal membuat kondisi jalanan semakin semrawut."Apa kita masih akan lama terjebak di sini?" Tanya Denisa pada sopir."Saya juga kurang tahu bu, sepertinya kita mungkin akan menunggu beberapa saat lagi karena mobil di depan juga masih belum bergerak," jawab sopir mereka."Begitukah?
"Malam ini juga aku harus mengajak Rahma bicara dan menceritakan semuanya padanya," bisik Yudha bertekad lalu menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.***Rumah bercat biru itu terlihat sepi, tampak seorang lelaki bergegas membukakan pagar ketika melihat kedatangan Denisa dan Rahma.Rahma melirik Denisa seolah ingin memastikan jika rumah ini benar yang ingin mereka tuju, anggukan Denisa yang bersamaan dengan terbukanya pagar rumah tersebut membuat Rahma akhirnya bertanya."Bapak tak bertanya siapa kami dan apa keperluan kami datang ke sini?" Tanya Rahma yang sedikit heran, karena sejatinya lelaki itu seharusnya bertanya lebih dulu sebelum membuka pagarnya.Mendengarnya, lelaki itu tersenyum."Ibu sudah memberi pesan jika akan ada tamu yang datang ke rumah ini," Jawabnya."Begitu kah?" Ujar Rahma sambil melipat kening."Sudahlah, ayo kita masuk," ajak Denisa.Mereka lalu berjalan beriringan menuju ke pintu masuk utama rumah tersebut. Tak lama, seorang wanita paruh baya datan
"Iya, tapi tidak hari ini Rahma, karena ada hal lain yang harus ku kerjakan," Jawab Denisa dengan sorot matanya yang tajam menatap ke luar jendela. ***"Bagaimana dengan perjalananmu hari ini dengan Mbak Denisa, sayang?" Tanya Yudha saat Rahma baru saja duduk di depan meja riasnya."Cukup melelahkan mas, karena beberapa kali harus terjebak macet," jawab Rahma sambil mengoleskan krim malam ke permukaan wajahnya."Sudah bertemu Tante Hera?" lanjutnya bertanya.Rahma menggeleng pelan, "tidak, kami tidak bertemu dengannya. Saat kami mendatangi apartemennya ia sudah tak lagi berada di sana." Panjang lebar Rahma mejelaskan tentang perjalanannya hari ini mencari Hera." ... entah mengapa ada hal yang sedari tadi terus menganggu pikiranku, mas," ucap Rahma beberapa saat kemudian."Menganggu pikiranmu, hal apa sayang?" Kening Yudha sontak berkerut."Apa itu?" "Entahlah, masih kupikirkan. Namun aku yakin ada hal yang penting yang terlupakan," jawab Rahma."Kalau begitu aku akan menunggu," tut
"Aku ingin lihat apa yang bisa dilakukan oleh wanita itu untuk menyingkirkanku," balas Rahma sambil menyeringai sinis.***Nella menghitung pelan rupiah demi rupiah yang di dapatkannya hari ini, pandangan matanya tampak fokus menatap tumpukan lembaran merah itu, seakan takut ada yang terlewatkan.Berbekal uang pemberian dari Rahma, wanita itu memilih memutar uangnya kembali. Bersama Eko, suaminya, Nella membuka bisnis makanan siap saji, dan menjual burger adalah pilihannya.Sudah ada tiga outlet burger yang di kelolanya, meski masih berupa outlet kecil namun setidaknya sudah memberikan sedikit keuntungan padanya.Bibirnya mengulas senyum ketika jemarinya selesai menghitung, dimasukkannya uang tersebut ke dalam sebuah tas berukuran sedang, yang kemudian akan ia setor ke bank keesokan harinya, untuk di simpan di sana "Aku senang melihatmu seperti ini," puji Eko kala melihat istrinya meletakkan berisi uang tersebut ke dalam lemari pakaiannya."Ini semua berkat Rahma. Jika dia tidak memb
"Tentu saja tidak Tante, aku cukup tahu diri. Kedatanganku kemari hanya untuk bertemu dengan Rahma dan memperlihatkan sesuatu yang menarik padanya, aku yakin wanita itu akan menyukainya nanti," Jawab Jesslyn dengan tatapan mata yang penuh arti. ***Denisa terpaku saat melihat sebuah pesan balasan yang masuk ke ponselnya. Sebuah pesan dari Anton, ayah biologisnya yang sengaja di hubunginya kemarin malam.Dalam pesannya, lelaki itu bersedia menunggu kedatangannya di rumah. Sejenak Denisa merasa tak yakin jika ayahnya mengetahui keberadaan Hera, ibunya. Mengingat hubungan mereka berdua yang tidak begitu baik.Tapi, apa salahnya jika di coba, karena ia juga tak bisa terlalu lama berada di Jakarta, karena waktu cuti nya hanya beberapa hari saja. Tangannya kini mengengam ponselnya, tak lama ia meraih tas dan bergegas keluar dari kamarnya."Mbak Denisa mau pergi?" Tanya Suryani begitu melihatnya keluar dari kamar."Iya, Mak. Tolong katakan pada Yudha mungkin akan pulang terlambat," ujar
"Kebetulan sekali kita bertemu di sini Rahma, bisa kau luangkan waktu sebentar? karena ada hal yang ingin bicara denganmu. Aku pastikan pembicaraan kita tak akan lama," pinta Jesslyn dengan seraut sinis di wajahnya. Seakan ada yang tengah di rencanakan oleh wanita itu.***Mendengarnya Rahma memiringkan sedikit kepalanya, memindai wanita yang baru saja mengajaknya bicara."Apa yang hendak kau bicarakan denganku?" Tanya Rahma dengan mata yang kini menyipit tajam."Jika kau tidak keberatan bagaimana jika kita cari tempat duduk yang enak untuk mengobrol," ajak Jesslyn."Maaf, aku tak punya waktu banyak, jika memang ingin bicara, katakan saja sekarang karena sebentar lagi aku mau pulang," Tolak Rahma cepat."Begitu ya!? Baiklah. Sebelum itu aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu," ujar Jesslyn dengan seringai sinisnya. "Apa yang ingin kau perlihatkan padaku?" Jesslyn mengabaikan pertanyaan Rahma, tangan ramping itu lalu merogoh ponselnya yang berada di dalam tas branded berwarna hitam