Datang minta ditransfer.
##### "Maksud ibu apa?" tampak ekspresi bingung terpancar diwajah polos yang sudah tampak keriputnya dimakan usia. Terlebih lagi selama ini keadaan keluarga kami baik-baik saja bahkan jauh dari pertengkaran. Kembali aku tersenyum kecil pada pembantuku yang baik ini yang sudah ku anggap sebagai pengganti ibuku yang kedua. Terlebih BI Inah hidup dengan cucunya yang selama ini menemaninya karena anak-anak telah berumah tangga semua dan ikut suaminya karena dia punya dua orang putri. "Nanti bibi tahu jawaban. Saya tidak perlu jelaskan sekarang." Jika sudah seperti itu jawabanku, maka bi Inah memilih untuk diam sembari mengangguk kecil. Tampak sekali jika bi Inah berpikir, mencari jawaban atas pernyataanku. Lagi, hanya tersenyum kecil padanya. "Bi Inah nggak usah mikirin masalahku apa, ya? Bibi mau kerja disini kan?" Tampak raut mukanya berubah. "Iy-ya Bu, maaf. Karena selama ini rumah tangga ibu tidak pernah diterpa masalah, jadi mohon maaf jika saya berburuk sangka pada ibu dan keluarga ini. Terlebih saya tidak melihat lagi den Rama dan nona Shinta dirumah. Kemana mereka berdua sekarang Bu?" Tak ingin banyak pernyataan dipikirannya langsung ku jawab. "Ditempat yang aman. Bibi tidak perlu khawatir tentang mereka. Jika keadaan sudah terkendali." "Tapi bibi kangen Bu pada mereka." Wajahnya tersirat rasa kerinduan yang mendalam pada kedua anakku. Tapi untuk saat ini aku sendiri sedang ada masalah. Aku tak ingin kedua anakku tahu apa yang sedang terjadi kepada orang tuanya, terlebih melihat kelakuan ayahnya. Pasti akan melukai jiwa mereka dan membuat mereka terluka akibat ulah ayah mereka yang keterlaluan. Hal itulah menyebabkanku menjauhkan kedua anakku dari mas Restu. "Suatu saat nanti pasti bertemu kok bi dengan mereka berdua." "Terima kasih Bu." "Bibi sudah ku anggap sebagai orang tuaku sendiri." "Selama ini apakah masih kedua orang tua ibu? Dimana beliau?" bi Inah menanyakan keberadaan orang tuaku yang selama ini ku tutupi rapat rapat indentitas mereka berada dan tak seorangpun tahu termasuk mas Restu. "Masih ada bi,,," "Apa? Jadi selama ini kau berbohong padaku Luna, bahwa kedua orang tuamu tidak tahu keberadaannya. Kau membohingiku Luna, apa tujuanmu?" Suara mas Restu menggelegar. Tidak menyangka jika dia ada dirumah, disini saat ini. Wajah bi Inah langsung pucat dengar suara mas Restu yang membentak marah. Berbeda denganku yang tenang dalam menghadapi suatu ini. Bahkan aku tersenyum kecil padanya yang terlihat emosi. "Apa selama ini kamu peduli mas? Kau bahkan tidak ingin tahu. Kenapa sekarang kau menanyakan hal itu seolah olah kamu peduli pada mereka" jawabku tenang. Tidak lagi hal ku takutkan pada mas Restu, laki laki yang telah berselingkuh didepan mataku dengan seorang janda. Mendengus. "Jelas aku peduli. Bagaimana pun mereka juga orang tuaku" Aku mencebik. "Tidak salah apa yang ku dengar saat ini. Tidak salah. Setelah kau berselingkuh kau mulai peduli dengan orang tuaku. Ngaca kamu mas. Ngaca! Bahkan jika orang tuaku tahu, mungkin akan sulit bagimu untuk mendapatkan maaf dari mereka! Ingat itu!" "Kau mengancamku?" "Tidak ada gunanya aku berbuat gitu! Karena semenjak aku melihatmu dimalam itu AKU TELAH MELEPASMU DARI KEHIDUPANKU!" ku tekan pada kalimat terakhir membuat laki-laki yang telah hidup bersama hampir tujuh tahu itu tak dapat berkata apa-apa lagi. Diam tercenung ditempat. Kehabisan kata-kata. "Pergilah!" kataku lembut namun penuh penekan dan mengusirnya karena aku tidak ingin melihat wajahnya lagi. "Kau mengusirku.!" "Apa perlu ku jelaskan.?" "Ini rumahku!" Tegasnya seolah ini memang rumah miliknya, hasil kerja kerasnya selama ini. Aku hanya tersenyum getir mendengarnya. Bahkan tertawa kecil dan lirih. Hal itu menyebabkannya naik pitam dengan tatapan tajam kearahku. Dengan santainya ku berkata. "Apa perlu ku beberkan semuanya.?" Seketika wajah mas Restu berubah saat aku mengatakan hal itu. "Kenapa mas? Malu rahasiamu terbongkar selama ini. Apa karena ada bi Inah? Tentu bi Inah akan menjaga rahasia ini. Tidak akan membocorkan pada siapa pun" "Hal yang ku takutkan, jika selingkuhanmu itu tahu siapa sebenarnya kamu. Dibalik kedok yang kau sembunyikan selama ini darinya?" Aku mencibirnya penuh ejekan. Dia menggeram penuh amarah tapi tidak bisa melampiaskannya karena kendalinya ku pegang. Kembali aku tertawa penuh kemenangan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membalasku. "Aku ingin melihat bagaimana reaksinya nantinya?" tambahku dengan dingin. Plok plok plokkk.... Suara tepuk tangan menggema. Semua pada menoleh kearah sumber suara tersebut hingga suara renyah tapi cempreng sangat menyakitkan bahkan dihati bagi yang mendengarkan serta merasa. "Bagus! Bagus sekali kelakuanmu ini Luna. Jadi seperti ini sikapmu sebagai seorang isteri tidak menghormati seorang suami. Kau menghinanya begitu seolah kau merasa kaya. Sejak dulu, jika bukan karena putraku Restu yang bekerja keras, kamu tidak akan seperti ini" tudingnya keras. Belum sempat aku menjawab, mengklarifikasi sudah ada lanjutan. "Belum lagi aku tadi turun tangan atas kelancanganmu ini!" imbuhnya membuatku terbungkam. Padahal tadi aku ingin membalas, membela diri atas tuduhanya yang tidak beralasan dan tidak tahu asal muasal masalahnya. "Bu aku tidak begitu. Dengar penjelasanku dulu,,," Plakkkk.... "Tutup mulutmu. Jadi sikap kayak seperti ini sekarang? Liar! Tidak tau tatakrama" "Orang tuamu tidak mengajarimu menghormati orang tua, iya!" tuduhnya sadis dengan tatapan berapi-api hingga membuatku tak berani saling tatapan memilih untuk nunduk. Selama ini aku selalu salah Dimata mertuaku padahal sikap mertuaku laki laki tidak seperti mertua perempuan yang selalu turut campur dalam urusan rumah tangga. Namun, kini beliau telah tiada sejak aku sedang mengandung putra pertamaku Rama. "Nduk, ayah ingin melihat anakmu seperti apa? Rasanya aku ingin menimang cucuku. Tapi, apakah waktu masih cukup untuk menggendongnya." Ku kira itu hanya kata candaan dari mertuaku saja saat sudah mengandung besar. Hingga aku pun memberi semangat pada beliau. "Ah ayah ngomong apa? Ayah pasti liat cucu ayah nanti dan bisa menggendongnya" aku tidak berpikir apa-apa waktu itu hingga pada akhirnya aku menyadari perkataan ayah mertuaku adalah pesan terakhir beliau. Bahkan berpesan dan masih ku ingat. "Nduk, kamu yang sabar ya jika terjadi hal buruk pada rumah tanggamu. Jika memang kamu tidak kuat untuk bertahan maka kamu bisa melepasnya demi untuk kebaikanmu" "Ayah ngomong apa sih? Ayah, pasti kuat. Ayah akan selalu sehat" aku pun menitikan air mata dengan tertawa garing atas tingkah konyol yang ditujukan ayah mertuaku yang sudah ku anggap sebagai ayah kandungku sendiri. Begitu ibu mertuaku ku anggap ibu kandung sendiri. Seketika aku terhenyak dari lamunanku dan menyadari keadaan yang dihadapkan padaku saat ini. "Kamu tidak mendengarku, hah!" bentaknya membuatku kaget. Dan memperhatikan tapi dengan wajah tertunduk. "Sekarang transfer uang, karena ibu butuh!" "Apa?" S 15-2-2025.Kembali melihat orang tuaku.#####Tentu saja aku mentransfer sejumlah uang yang diminta oleh mertu perempuan tanpa protes sama sekali. Tidak tahu uang siap itu, bukan uang mas Restu tentu saja uang pribadiku yang ku ditabunganku semenjak aku sebelum menikah dengannya. Hasil kerja keras dan jerih payahku dulu ku berikan dengan rasa ikhlas. Ibu mertuaku tersenyum bahagia. "Terima kasih Luna, kamu memang menantu yang baik" ucapnya sebelum pergi dengan senyum ceria tak pernah lekang. Bi Inah sangat sebal melihat tingkah mertuaku, tapi memberinya isyarat untuk menahan diri supaya tidak terkena imbasnya. Bahkan komplain apa yang dilakukan oleh mertua saat sudah tidak ada. "Kok ada yang manusia tak tau malu seperti itu? Terbuat dari apa itu orang? Apa urat malunya sudah putus, kali?" Decaknya dengan gelengan kepala dengan rasa tak percaya. "Kok ada manusia seperti itu ya" sambungnya memendam rasa jengkel. "Mengapa ibu tidak bilang sama mertua ibu yang JUDES itu kalau sebentar lagi ib
Pertemuan dikamar hotel.#####"Maaf sayang, aku sedikit terlambat" ucap Restu sedikit rasa penyesalan dengan wajah dibuat manis agar wanita yang sudah membuatnya mabuk kepayang siang malam tidak marah padanya. Lana, jada muda yang tampak sexy dan cantik gemoy itu sedikit manyun atas keterlambatan restu. Terlebih pertemuanya didepan gedung sebuah hotel yang cukup terkenal, namun tidak sembarang orang bisa masuk dan hanya orang-orang yang punya kartu anggota yang bisa menikmati fasilitas mewah hotel tersebut. "Ck, kenapa lama banget sih sayang? Aku capek nunggu kamu disini" decaknya kesal padahal cuma pura-pura untuk menarik simpati Restu. Dengan wajah penuh sesal Restu pun tersenyum hangat. "Maaf sayang. Tadi ada urusan sedikit. Tadi, kamu tenang ya, aku ada hadiah buatmu. Supaya kamu nggak kecewa sama aku" Restu tahu bagaimana cara menyenangkan wanita pujaan hatinya yang lagi merajuk itu. Mata wanita yang bernama Lana itupun langsung ber berbinar mendengar kata hadiah dari Restu.
Saat kembali. **** Sebenarnya Restu merasa gelisah teringat wanita yang dilihatnya. Tampak begitu cantik , anggun serta elegan. Bahkan melepas penutup kepalanya yang selama ini dikenakan. Dia begitu cantiknya bagai seorang bidadari yang turun ke bumi. Kulitnya juga putih mulus dengan polesan make up yang menambah daya tarik tersendiri bagi lawan jenis. "Tidak mungkin itu Luna. Dia begitu perfect. Bodynya juga yahut tidak seperti yang pernah ku lihat selama ini. Bahkan dengan Lana sangat jauh berbeda. Tubuhnya lebih berisi dan montok. Bahkan selama ini tidak pernah memakai high heels sama sekali. Terlebih mengenakan pakaian yang tampak mewah terlihat. Darimana dia dapat uang?" Spekulasi terus bermain main dipikirannya tentang istrinya selama ini. Bahkan penampilannya yang terlihat tadi jelas berbeda dengan selama ini. Akhirnya pertemuan itu pun dimulai. Bahkan Restu berhadapan dengan seorang investor yang belum pernah dilihatnya selama ini. Tampak terasa asing. Tapi yang la
Seperti mimpi buruk. #### Ada rasa ketakutan tersendiri dihati Luna tapi jika diam saja maka harga dirinya akan diinjak injak dan akan menjadi bahan cibiran bagi suaminya. "Aku berhak. Karena kamu sebentar lagi bukan suamiku" nadanya tegas. Matanya membulat. Matanya panas sedari menahan kecamuk dalam dadanya. Mata Restu melotot dapati hal. Tak terima harga dirinya diinjak injak oleh seorang wanita yang masih istrinya. "Apa maksudmu?" Suaranya keras dengan tatapan penuh intimidasi. Tak kalah sengitnya, Luna berusaha untuk melawannya. "Sudah jelas. Tidak perlu ku jelaskan lagi. Pergi dari kamar ini. Atau tidak,,,?" "Kalau tidak, mau apa? Hah,,,!" Sahutnya lantang. "Oke. Aku yang pergi dari sini. Jika itu yang kau inginkan" Luna bermaksud bersiap untuk pergi. Tatapan suaminya melunak. "Baik" suaranya lirih, akhirnya pergi dari kamar putranya. Restu tampak frustasi dengan keadaan sekarang terlebih Lana tidak ada dan bisa untuk menghilangkan penat yang dirasakannya.
Bab 01.***** "Ma, kita cerai!" Dengan mudah laki-laki itu mengatakan CERAI didepan mataku tanpa rasa bersalah sedikitpun. Aku tidak dapat berkata apa-apa atas pernyataannya itu, seolah langit runtuh menimpa tubuhku hingga hancur berkeping-keping. Tidak pernah aku menyangka jika mas Romi, suami yang telah menikahiku hampir lima tahunan lebih menceraikan aku tanpa rasa pertimbangan sama sekali. Air mataku bagai air bah yang menerjang, bercucuran tiada henti. Lidahku kelu, hingga mulutku bungkam memandang nanar dengan rasa tak percaya. Ku usap air mata yang luruh dengan telapak tanganku kasar. Dengan sekuat tenaga ku besarkan hati ini. Menatapnya tajam, mencari kebenaran dari kata-katanya yang terlontar dengan sangat manis namun didalamnya terdapat racun yang amat mematikan. Secara tidak langsung, aku telah menelan racun itu dan hampir membuatku terbunuh seketika. "Yah,,," jawabku singkat, hanya ucapan itu yang meluncur dari bibirku ini. Dengan sedikit anggukan kepala. Kelu
Melihat Suaminya bersama seorang wanita seksi ***** "Ma, bagus banget tempat ini?" Decak kagum Shinta kagum dengan tempat yang ku datangi saat ini. "Iya ma, aku belum pernah datang kesini, ma" mata Rama tampak berbinar. "Hmmm,,, " ada seseorang yang berdehem. Sontak aku menoleh kesumber suara. Ku lihat cewek cantik, mempesona, tubuhnya langsing, penampilannya sangat glamour, dengan belahan dada yang menonjol, sedangkan belahan kakinya yang jenjang, sedikit terekspos, tampak begitu jenjang, mulus. Terlihat begitu angkuh, menatapku seolah menghina dengan penampilanku. "Gak salah ada orang udik datang kesini" sindirnya terasa pedas. Namun, aku tidak ada urusan dengan wanita yang otaknya gak beres ini. Dia pikir, dirinya kayak. Aku kesini juga tidak traktiran dia. "Saya datang kesini bukan minta ditraktir olehmu. Kenapa situ sekali sama saya. Anda pikir orang seperti anda yang bisa datang ke tempat ini?" Aku balik sinis padanya. Orang sepertinya kalau didiemin past
Perasaan hampa ***** Tidak tahu jalan pikirannya saat ini. Walaupun masih dengan berat hati, aku masih menyiapkan sarapan pagi untukmu. Walaupun tidak ada senyum atau pun sapa seperti biasanya sehingga rumah ini terasa hambar dan hampa seolah tidak ada penghuninya. Bahkan aku tidak percaya jika orang yang hidup bersamaku hampir enam tahun punya pikiran untuk selingkuh. Kurang apa aku? Cantik? Tentu bukan alasan. Cantik itu relatif dari sudut pandang seseorang yang menilainya. Tidak perlu aku tanyakan hal itu padanya. Lebih baik aku pendam untuk selamanya. "Hari ini aku tidak pulang. Ada lembur dikantor" ucapnya datar. Tidak ku balas, hanya senyum getir yang bisa ku berikan. Karena itu hanyalah alasan untuk selingkuh. Lalu, tampak dia seperti sadar. "Mana minuman yang biasa aku minum itu?" Ia mencari sesuatu yang tak ku suguhkan. Tidak ku jawab... "Kamu budek!" Aku hanya berlalu dan mencuci perabotan kotor yang ku pakai buat tadi untuk masak. Dia tampak kesal
Bab 04. *** Ada luka yang membekas dihatiku ini. Nyeri. Nyeri sekali. Namun, kali ini aku tahan untuk kuat didepannya. Aku tidak ingin terlihat RAPUH dihadapan laki laki yang masih berstatus kan suami, walaupun telah menalak aku ke tahap tiga dan aku masih bersabar untuk itu. Ku berani menatapnya dengan tenang, ingin melihat reaksinya seperti apa? Ku hela nafas pelan. "Sudah" kataku singkat. Dengan tenang. Bahkan senyum pun tidak. Ia tampak tersenyum getir menatapku dengan rasa bersalah yang mendalam. Tapi semua sudah terlambat. Perlu diperbaiki. Apanya? Toh, semua sudah terlontar dan tidak bisa ditarik kembali. Rasa penyesalan mendalam ia rasakan, mungkin ia merasa sangat bersalah karena telah mengatakannya tanpa sadar. "Aku benar-benar minta maaf sama kamu. Maukah kamu memaafkan aku" nadanya serius bahkan sedikit ditekan. Ada getaran yang ia pendam. Aku tersenyum tersenyum. "Setelah kamu mengatakan itu, apa kamu baru menyesalinya?. Apa dulu tidak pernah terpikirkan
Seperti mimpi buruk. #### Ada rasa ketakutan tersendiri dihati Luna tapi jika diam saja maka harga dirinya akan diinjak injak dan akan menjadi bahan cibiran bagi suaminya. "Aku berhak. Karena kamu sebentar lagi bukan suamiku" nadanya tegas. Matanya membulat. Matanya panas sedari menahan kecamuk dalam dadanya. Mata Restu melotot dapati hal. Tak terima harga dirinya diinjak injak oleh seorang wanita yang masih istrinya. "Apa maksudmu?" Suaranya keras dengan tatapan penuh intimidasi. Tak kalah sengitnya, Luna berusaha untuk melawannya. "Sudah jelas. Tidak perlu ku jelaskan lagi. Pergi dari kamar ini. Atau tidak,,,?" "Kalau tidak, mau apa? Hah,,,!" Sahutnya lantang. "Oke. Aku yang pergi dari sini. Jika itu yang kau inginkan" Luna bermaksud bersiap untuk pergi. Tatapan suaminya melunak. "Baik" suaranya lirih, akhirnya pergi dari kamar putranya. Restu tampak frustasi dengan keadaan sekarang terlebih Lana tidak ada dan bisa untuk menghilangkan penat yang dirasakannya.
Saat kembali. **** Sebenarnya Restu merasa gelisah teringat wanita yang dilihatnya. Tampak begitu cantik , anggun serta elegan. Bahkan melepas penutup kepalanya yang selama ini dikenakan. Dia begitu cantiknya bagai seorang bidadari yang turun ke bumi. Kulitnya juga putih mulus dengan polesan make up yang menambah daya tarik tersendiri bagi lawan jenis. "Tidak mungkin itu Luna. Dia begitu perfect. Bodynya juga yahut tidak seperti yang pernah ku lihat selama ini. Bahkan dengan Lana sangat jauh berbeda. Tubuhnya lebih berisi dan montok. Bahkan selama ini tidak pernah memakai high heels sama sekali. Terlebih mengenakan pakaian yang tampak mewah terlihat. Darimana dia dapat uang?" Spekulasi terus bermain main dipikirannya tentang istrinya selama ini. Bahkan penampilannya yang terlihat tadi jelas berbeda dengan selama ini. Akhirnya pertemuan itu pun dimulai. Bahkan Restu berhadapan dengan seorang investor yang belum pernah dilihatnya selama ini. Tampak terasa asing. Tapi yang la
Pertemuan dikamar hotel.#####"Maaf sayang, aku sedikit terlambat" ucap Restu sedikit rasa penyesalan dengan wajah dibuat manis agar wanita yang sudah membuatnya mabuk kepayang siang malam tidak marah padanya. Lana, jada muda yang tampak sexy dan cantik gemoy itu sedikit manyun atas keterlambatan restu. Terlebih pertemuanya didepan gedung sebuah hotel yang cukup terkenal, namun tidak sembarang orang bisa masuk dan hanya orang-orang yang punya kartu anggota yang bisa menikmati fasilitas mewah hotel tersebut. "Ck, kenapa lama banget sih sayang? Aku capek nunggu kamu disini" decaknya kesal padahal cuma pura-pura untuk menarik simpati Restu. Dengan wajah penuh sesal Restu pun tersenyum hangat. "Maaf sayang. Tadi ada urusan sedikit. Tadi, kamu tenang ya, aku ada hadiah buatmu. Supaya kamu nggak kecewa sama aku" Restu tahu bagaimana cara menyenangkan wanita pujaan hatinya yang lagi merajuk itu. Mata wanita yang bernama Lana itupun langsung ber berbinar mendengar kata hadiah dari Restu.
Kembali melihat orang tuaku.#####Tentu saja aku mentransfer sejumlah uang yang diminta oleh mertu perempuan tanpa protes sama sekali. Tidak tahu uang siap itu, bukan uang mas Restu tentu saja uang pribadiku yang ku ditabunganku semenjak aku sebelum menikah dengannya. Hasil kerja keras dan jerih payahku dulu ku berikan dengan rasa ikhlas. Ibu mertuaku tersenyum bahagia. "Terima kasih Luna, kamu memang menantu yang baik" ucapnya sebelum pergi dengan senyum ceria tak pernah lekang. Bi Inah sangat sebal melihat tingkah mertuaku, tapi memberinya isyarat untuk menahan diri supaya tidak terkena imbasnya. Bahkan komplain apa yang dilakukan oleh mertua saat sudah tidak ada. "Kok ada yang manusia tak tau malu seperti itu? Terbuat dari apa itu orang? Apa urat malunya sudah putus, kali?" Decaknya dengan gelengan kepala dengan rasa tak percaya. "Kok ada manusia seperti itu ya" sambungnya memendam rasa jengkel. "Mengapa ibu tidak bilang sama mertua ibu yang JUDES itu kalau sebentar lagi ib
Datang minta ditransfer. ##### "Maksud ibu apa?" tampak ekspresi bingung terpancar diwajah polos yang sudah tampak keriputnya dimakan usia. Terlebih lagi selama ini keadaan keluarga kami baik-baik saja bahkan jauh dari pertengkaran. Kembali aku tersenyum kecil pada pembantuku yang baik ini yang sudah ku anggap sebagai pengganti ibuku yang kedua. Terlebih BI Inah hidup dengan cucunya yang selama ini menemaninya karena anak-anak telah berumah tangga semua dan ikut suaminya karena dia punya dua orang putri. "Nanti bibi tahu jawaban. Saya tidak perlu jelaskan sekarang." Jika sudah seperti itu jawabanku, maka bi Inah memilih untuk diam sembari mengangguk kecil. Tampak sekali jika bi Inah berpikir, mencari jawaban atas pernyataanku. Lagi, hanya tersenyum kecil padanya. "Bi Inah nggak usah mikirin masalahku apa, ya? Bibi mau kerja disini kan?" Tampak raut mukanya berubah. "Iy-ya Bu, maaf. Karena selama ini rumah tangga ibu tidak pernah diterpa masalah, jadi mohon maaf jika s
Pertengkaran kembali. ***** Seorang disebrang sana menunggu keputusan. Yang pasti tidak sekarang. Nadanya terdengar tidak sabaran. "Supaya kamu disakiti lebih dalam dan melihat laki-laki bajingan itu bermesraan dihadapanmu, baru kamu akan melepaskannya. Begitu?" Sambungnya lagi dengan nada penuh emosi. "Dengan alasan seperti itu kamu masih tetap bertahan. Jikapun kamu mau hari juga kamu bisa pisah dengan bajingan tak tahu diri itu" dia benar meluap emosinya. "Kau tahu, aku sudah muak dengan pencundang tak tahu diri itu. Setelah dia dapat segalanya darimu. Kini dengan terang-terangan menyakiti hatimu selingkuh dengan wanita lain. Lana! Bukakah kau mengenalnya Luna? Dia dulu yang pernah jadi sainganmu untuk memperebutkan laki-laki yang sekarang sudah mencampakkanmu. Apalagi yang kamu pertahankan Luna? Apa?" Tidak dapat berkata apa-apa lagi setelah dia bicara panjang lebar. "Ayah dan ibu sudah menunggu dirumah. Maaf, aku tidak bisa menemuimu hari juga dalam waktu lama kare
Bab 04. *** Ada luka yang membekas dihatiku ini. Nyeri. Nyeri sekali. Namun, kali ini aku tahan untuk kuat didepannya. Aku tidak ingin terlihat RAPUH dihadapan laki laki yang masih berstatus kan suami, walaupun telah menalak aku ke tahap tiga dan aku masih bersabar untuk itu. Ku berani menatapnya dengan tenang, ingin melihat reaksinya seperti apa? Ku hela nafas pelan. "Sudah" kataku singkat. Dengan tenang. Bahkan senyum pun tidak. Ia tampak tersenyum getir menatapku dengan rasa bersalah yang mendalam. Tapi semua sudah terlambat. Perlu diperbaiki. Apanya? Toh, semua sudah terlontar dan tidak bisa ditarik kembali. Rasa penyesalan mendalam ia rasakan, mungkin ia merasa sangat bersalah karena telah mengatakannya tanpa sadar. "Aku benar-benar minta maaf sama kamu. Maukah kamu memaafkan aku" nadanya serius bahkan sedikit ditekan. Ada getaran yang ia pendam. Aku tersenyum tersenyum. "Setelah kamu mengatakan itu, apa kamu baru menyesalinya?. Apa dulu tidak pernah terpikirkan
Perasaan hampa ***** Tidak tahu jalan pikirannya saat ini. Walaupun masih dengan berat hati, aku masih menyiapkan sarapan pagi untukmu. Walaupun tidak ada senyum atau pun sapa seperti biasanya sehingga rumah ini terasa hambar dan hampa seolah tidak ada penghuninya. Bahkan aku tidak percaya jika orang yang hidup bersamaku hampir enam tahun punya pikiran untuk selingkuh. Kurang apa aku? Cantik? Tentu bukan alasan. Cantik itu relatif dari sudut pandang seseorang yang menilainya. Tidak perlu aku tanyakan hal itu padanya. Lebih baik aku pendam untuk selamanya. "Hari ini aku tidak pulang. Ada lembur dikantor" ucapnya datar. Tidak ku balas, hanya senyum getir yang bisa ku berikan. Karena itu hanyalah alasan untuk selingkuh. Lalu, tampak dia seperti sadar. "Mana minuman yang biasa aku minum itu?" Ia mencari sesuatu yang tak ku suguhkan. Tidak ku jawab... "Kamu budek!" Aku hanya berlalu dan mencuci perabotan kotor yang ku pakai buat tadi untuk masak. Dia tampak kesal
Melihat Suaminya bersama seorang wanita seksi ***** "Ma, bagus banget tempat ini?" Decak kagum Shinta kagum dengan tempat yang ku datangi saat ini. "Iya ma, aku belum pernah datang kesini, ma" mata Rama tampak berbinar. "Hmmm,,, " ada seseorang yang berdehem. Sontak aku menoleh kesumber suara. Ku lihat cewek cantik, mempesona, tubuhnya langsing, penampilannya sangat glamour, dengan belahan dada yang menonjol, sedangkan belahan kakinya yang jenjang, sedikit terekspos, tampak begitu jenjang, mulus. Terlihat begitu angkuh, menatapku seolah menghina dengan penampilanku. "Gak salah ada orang udik datang kesini" sindirnya terasa pedas. Namun, aku tidak ada urusan dengan wanita yang otaknya gak beres ini. Dia pikir, dirinya kayak. Aku kesini juga tidak traktiran dia. "Saya datang kesini bukan minta ditraktir olehmu. Kenapa situ sekali sama saya. Anda pikir orang seperti anda yang bisa datang ke tempat ini?" Aku balik sinis padanya. Orang sepertinya kalau didiemin past