Kami semua berkumpul di titik kumpul tersebut. Aku bilang namanya titik kumpul, karena ada tulisan di situ. "Titik kumpul jika terjadi gempa bumi," lokasinya di dekat parkiran mobil. Ada juga rumputnya. Sehingga warga sepertinya nyaman di sini."Bu Kades, kuburan sudah sempat digali lo," kata seorang pemuda."Ya, udah, tutup saja balik," jawab Nia."Aku jadi punya ide nama untuk adik baru itu, Bu Kades," kata pria itu lagi."Apa itu?""Snow white,""Nama apaan itu?" aku ikut bertanya."Itu gadis tercantik di muka bumi ini, dia sempat dinyatakan meninggal, tapi hidup kembali," kata pemuda tersebut."Orang mana itu?" tanyaku penasaran."Orang Amerika?""Oh,""Aku yakin adik baru ini akan jadi wanita tercantik di dunia," jawab pemuda itu lagi.Penasaran dengan nama yang dia sebutkan, kubuka HP, terus ketik snow white di pencarian google. Ternyata film barat. Dasar anak muda."Selamat siang, Bapak-bapak, ibu-ibu, tolong tertib ya, tolong jangan berisik, ini rumah sakit, banyak orang sakit
PoV NiaKarena Parsiduduan yang gagal, Bang Parlin sampai punya ide nyeleneh, katanya aku marsidudu di titik kumpul rumah sakit. Tentu saja aku menolak. Bang Parlin ajak untuk menginap di hotel untuk sementara, akan tetapi hotel tentu sama saja dengan rumah sakit, tidak mungkin mereka membiarkan pembakaran di dalam kamar. Solusinya cuma harus di rumah.Saat seperti itu, datang Ayah Salsabila. Pria bernama unik (Barumun) ini menawarkan tinggal di rumahnya yang kosong.Sejak Salsabila jadi artis di Jakarta rumah mereka memang kosong, dua Abang Salsabila juga tidak tinggal di rumah itu lagi, rumah itulah yang ditawarkan Pak Barumun dulu pada kami. Di rumah itu masih ada perabotan lengkap. Katanya mau dijual sama perabotannya.Sebenarnya aku malas jika harus berhubungan dengan mantan bupati itu lagi, setiap datang, selalu dengan masalahnya. Akan tetapi keinginan Bang Parlin untuk membuat Parsiduduan tak terbendung lagi. Istri muda Pak Barumun ternyata ingin belajar membuat Parsiduduan pa
PoV ButetAdikku yang sudah sempat diberitakan meninggal kemudian hidup lagi jadi trending topik di desa. Ada yang bilang, adikku adalah bayi ajaib. Ada yang bilang, adikku adalah satu-satunya manusia yang sudah pernah ke sorga, karena menurut mereka bayi yang baru meninggal langsung masuk sorga tanpa dihisab. Mamak justru tidak memperbolehkan kami datang menjenguk adik. Kami disuruh menunggu saja. Sampai hampir semua warga dari desa sudah pergi ke rumah sakit. Tinggal aku dan Bang Ucok yang tidak pergi.Hari itu aku pergi sekolah seperti biasa, diantar oleh Bang Ucok. "Supergirl lewat!" kata seorang siswa saat aku lewat di pintu gerbang. Semenjak kejadian tempo hari, aku dapat julukan baru, yaitu: Supergirl, ini lebih lumayan dari pada julukanku yang lama, Muka boros. Sekarang tidak ada lagi yang berani menyebut muka boros padaku.Aku berpapasan dengan Agnes dan gengnya saat hendak ke kamar mandi pagi itu. Teman Agnes tak berani' lagi menatapku. Sedangkan Agnes masih bersikap sok
Aku terpancing? Aku justru tidak tertarik dengan perkataannya aku sudah terpancing. Aku lebih tertarik untuk mengetahui siapa dia."Siapa kamu sebenarnya?" balasku kemudian."Sudah kubilang, aku penggemar rahasiamu," balasnya kemudian."Aku tahu siapa kamu?" Pesanku lagi."Kamu tidak tahu,""Tahu, dari mana kamu bisa tahu tentang lomba makan, kami bahas melalui surat," aku coba memancing."Aku tahulah,""Karena itu aku tahu kamu siapa?""Siapa coba?""Rahasia,"Dia balasan dengan emoticon ngakak. Aku balas lagi dengan emoticon sedih."Jika kamu sudah tahu, coba bilang; siapa?" "Cukup aku saja yang tahu, oh, ya, terima kasih bantuanmu, tolong jangan di-share dulu videonya ya, " pesanku lagi."Ok, siipp!"Sebenarnya aku tidak tahu, hanya pura-pura tahu, akan tetapi dugaanku dia salah satu teman Agnez yang berkhianat. Hanya aku dan Bang Ucok yang tahu serta Agnez dan gengnya. Akan tetapi geng Agnes ada sekitar tujuh orang, dua orang yang selalu mengikuti Agnes.Keesokan harinya, ketika
PoV NiaMenumpang ambulans ternyata enak, jalan selalu lancar jaya, kendaraan lain minggir saat kami lewat. Perjalanan pun tidak ada hambatan. Akan tetapi ketika sudah mau sampai, kami lewat di depan Polsek daerah kami. Sepertinya ada razia kendaraan. Mobil yang kami tumpangi di-stop."Selamat siang, Pak, boleh tunjukkan SIM dan STNK," kata polisi seraya menghormat. Saat itu aku sudah duduk di depan, bayiku kugendong karena sudah mau sampai, sedangkan Bang Parlindungan di belakang."Boleh, Pak," supir ambulans tersebut mengambil dompetnya lalu memberikan surat yang diminta polisi tersebut."Apakah mobil ini bawa jenazah?" tanya polisi tersebut."Tidak, Pak,""Bawa orang sakit sudah pasti tidak ya, karena di arah sana tidak ada rumah sakit," kata polisi itu lagi. "Menjemput orang sakit pun sepertinya tidak, karena bapak bawa keluarga," sambungnya polisi itu lagi."Benar, Pak," "Terus kenapa bunyikan sirene, apakah Anda tidak tahu jika ambulans kosong yang tidak bawa jenazah atau ora
Sampai di gerbang desa, aku terharu dengan sambutan warga. Tikar pandan ditulis dan dibentangkan di gerbang desa."Selamat datang kades tercinta, selamat datang warga desa terbaru" begitu tulisannya. Bahagia rasanya sebagai kades bisa membuat warga jadi kompak.Ketika sampai di rumah, aku makin terkejut, rumah kami dihiasi dengan berbagai bunga. Warnanya serba merah muda. Lalu sudah ada ranjang bayi."Kalian beli ini?" tanyaku seraya meletakkan bayiku di ranjang tersebut."Iya, Mak," "Terima kasih anak-anakku,""Siapa nama adikku, Mak?" tanya Butet lagi."Belum dikasih nama," "Untuk sementara Butet Menek," sambung Bang Parlin."Kok Butet lagi, Yah, kan sudah ada Butet ini," kata Butet seraya menunjuk dirinya."Kau butet besar, dia Butet kecil," jawab Bang Parlin."Ish Ayah, mentang-mentang aku besar, udah aku kasih nama saja dia cantik," kata Butet."Siapa, Tet," "Nama adiklah,""Ya, siapa namanya, Tet,""Cantik, Yah,""Iya, nama yang cantik itu siapa?"Aku segera menengahinya, se
PoV ButetDi sekolah, Agnes masih saja cari gara-gara. Entah kenapa dengan anak Kapolsek ini, dia seperti menganggapku musuh besarnya. Aku sudah sering coba tahan diri, teringat mamak yang baru lahiran. Ayah dan Bang Ucok yang lagi manasik haji. Aku tidak ingin mengganggu mereka dengan masalahku. Seperti hari itu ..."Orang tuanya ditangkap polisi karena dicurigai bawa narkoba, eh, bawa orang sekampung," kata Agnes pada temannya, saat itu aku lagi di kantin sekolah, tiba-tiba saja mereka sudah duduk di meja sebelah.Aku coba tetap cuek, teringat perkataan Bang Ucok saat hendak pergi ke Medan mengikuti manasik haji."Tet, jika ada masalah, menghindar dulu, mamak itu sepertinya ada gejala baby blues," fokuskan urus mamak. Begitu kata Bang Ucok saat mereka hendak pergi. Ada kemajuan, biasanya dia bilang "jangan cari masalah dulu," kini disuruh menghindar jika ada masalah, berarti Bang Ucok sudah sadar, jika aku bukan pencari masalah.Aku tahu, mamak memang sepertinya hampir stress, karen
Kapolsek dicopot dari jabatannya, kini dia non job di Polres, tak ada jabatan sama sekali. Malam itu ketika kami hendak pulang. Kapolsek itu menelepon. Dia minta bertemu dengan kami. "Jangan mau, Yah," kataku pada Ayah. "Udah, gak apa-apa, gak usah takut," jawab ayah. "Nanti kita diapa-apain?" Kataku lagi."Gak usah takut, Tet, ayo kita pulang', bertemu Kapolsek nanti di jalan katanya Rumah Makan Sopo Tinjak," kata Ayah.Akhirnya kami pulang, sesuai rencana bertemunya di salah satu rumah makan di pinggir jalan. Saat kami tiba, sudah ada Kapolsek, Bang Umar juga ikut.Kami menyalami mereka semua, ada empat orang polisi."Bang Parlin punya anak perempuan, pasti tahu bagaimana perasaanku," kata kapolsekta."Benar, Pak, karena itu saya mau bertemu," kata Ayah."Begini, Bang Parlin, semua itu tidak sepengatahuan saya," kata Kapolsek itu."Maaf, Pak, surat geledah itu ada tanda tangan Bapak, kami bukan orang bodoh," kataku kemudian."Betul, tapi ini semuanya perbuatan Agnes, tak kusangka
PoV NiaAku tak bisa menahan tawa saat tak sengaja mendengar Butet ditembak Sandy, aku justru jadi teringat saat-saat seusia Butet. Bedanya dulu, aku klepek-klepek, sementara Butet tetap pada pendiriannya tidak pacaran. Aku harus bersyukur punya anak gadis seperti ini.Umar lagi, dia menggunakan orang tua angkatnya yang Kapolres itu untuk menunang Butet. Bang Parlindungan bisa menolaknya dengan tegas. Ada apa ini, dalam dua hari, Butet dua kali ditembak langsung."Mak, gara-gara mamak calon wakil bupati, hidupku juga berubah," kata Butet di suatu siang. Saat itu kami lagi makan siang bersama di kantor desa."Kok gitu, Tet?""Gitulah, Mak, tiba-tiba banyak penjilat, bahkan guruku tiba-tiba baik, aku seperti diistimewakan, bahkan ada guru yang bilang, belum pernah ada anak pejabat yang sekolah di situ, dia berharap mamak menang supaya ada anak pejabat sekolah di situ," kata Butet."Ini baik atau buruk, Tet,?" "Entahlah, Mak, baiknya , gak ada yang berani bully aku, Mak, buruknya, banya
PoV ButetKulirik Bang Sandy, dia menunduk sambil mempermainkan kancing bajunya. Dia sepertinya tak berani mengangkat wajah, atau dia sudah patah hati lagi. Harus kuakui perjuangannya, akan tetapi sudah komitmen pada diri sendiri, tidak akan pacaran."Terbuat dari apa hatimu, Butet? aku sungguh-sungguh mengatakan cinta, Kamu malah bilang itu kabar buruk, Ya, Allah, kuatkan hambamu ini," kata Bang Sandy. "Maaf, Bang, kenapa tiba-tiba ngomong cinta? kan sudah kubilang aku tidak pacaran,""Makin lama kupendam, hatiku justru makin tersiksa, Butet, terus makin lama sepertinya akan lebih sulit untuk mengatakan cinta.""Hmmm,""Panah cintaku sudah kutembakkan dari busurnya, langsung mengarah ke jantung hatimu, akan tetapi kamu mematahkannya, tidak apa-apa Butet, setidaknya aku lega, akhirnya panah cinta bisa kutembakkan, sudah lelah memegangnya selama ini," kata Sandy."Abang ngomong apa, sih?" tanyaku."Butet, tolonglah jangan permainkan hatiku, jika kamu menolak, walaupun kecewa, kuterima
PoV ButetSemenjak mamak resmi' jadi bakal calon wakil bupati. Aku justru jadi terkenal, bahkan guru sekolah pun tiba-tiba baik sekali. Seperti saat itu, aku terlambat masuk kelas karena lagi makan bakso. Ini salah tukang baksos itu, pesananku lama datang. Pas datang lonceng tanda masuk kelas sudah berbunyi. Sayanglah baksoku, akhirnya kumakan juga, biarlah terlambat sekali ini.Guru yang satu ini terkenal galak, mengajar bidang studi Bahasa Inggris, akan tetapi saat aku masuk kelas, beliau tidak marah. Justru tersenyum melihatku."Silahkan duduk, Tet," kata ibu tersebut. Tentu saja aku heran.Saat pulang dari sekolah, ibu guru itu malah menawarkan tumpangan untuk pulang. Karena memang ayah gak bisa datang menjemput, aku mau saja, langsung naik motor matic ibu tersebut."Jika makmu jadi wakil bupati, jangan lupa sama ibu ya," kata ibu tersebut saat aku turun di kantor desa."Iya, Bu," jawabku. Ternyata ada mau ibu ini, aku jadi membayangkan kelak jika mamak jadi pejabat akan ban
PoV UcokMamak akhirnya datang melihatku, aku sangat senang sekali, rindu ini akhirnya bisa terobati. Bang Torkis juga ikut, dia jadi pembelaku saat mamak lagi-lagi menyalahkanku. Pesan Ayah jika untuk gaya hidup, anggap saja ayahmu paling miskin' benar-benar kuterapkan, mulai motor sampai bangun rumah bertingkat pun aku tidak meminta sama orang tua. Harus kubuktikan pada dunia, aku bisa mandiri.Malam itu ada musyawarah di masjid, agendanya adalah pembentukan BKM masjid tersebut yang sudah lama vakum. Aku yang jadi panitia pelaksana. Dua hari ini aku sudah mendatangi setiap rumah di lingkungan ini, memberikan undangan untuk musyawarah. Di lingkungan ini ternyata kesadaran orang memakmurkan mesjid sangat rendah. Dari seratusan orang yang diundang, yang datang hanya kira-kira tiga puluhan orang. Padahal undangan itu ditandatangani ketua RW daerah ini.Dalam musyawarah itu tidak ada yang bersedia jadi pengurus masjid, sementara pengurus yang lama sudah pindah. Aku juga akhirnya yan
PoV NiaTernyata tim sukses sudah mempersiapkan semua, begitu aku iyakan, baliho sudah berdiri di pintu gerbang desa kami, juga di simpang. Bupati ini benar-benar serius. "Go, go, Nia, Membangun dari Desa," begitu tulisan di baliho raksasa, fotoku dan foto bupati terpangpang besar. Go, go itu sendiri artinya dalam bahasa Mandailing adalah kuat. Aku hanya duduk manis di rumah, semua dikerjakan tim sukses, dan seluruh dana ditanggung bupati. Katanya dia menghabiskan kebun sawit dua ratus hektar untuk daftar bupati ini.Hari itu Sandy datang berkunjung ke rumah, aku tentu heran, Butet sedang tidak ada di rumah, katanya dia ada ekstra kulikuler di sekolah."Butet belum pulang," kataku sambil mempersilahkan masuk."Aku datang mau bertemu Tante dan Om," jawab Sandy."Ada apa?" tanya Bang Parlin."Jangan terkejut ya, Om, Tante, kata Sandy serata mengeluarkan laptopnya,""Ada apa sih, Sandy, buat deg-degan aja," kataku."Ini, Tante, sebenarnya ini sudah dua Minggu lalu kejadiannya, tapi Uc
"Maju lo, kalau berani!" kataku lagi. Entah kenapa aku merasa tertantang jika bertemu orang seperti ini. Darah mudaku terasa bergolak. Satu temannya mengambil sesuatu dari mobil, satu lagi maju. Kami beradu pukulan beberapa kali, dua pukulanku membuat pria itu terpojok di dinding ruko orang. Ada yang aneh di sini, kalau di kampung ada keributan, orang-orang akan keluar rumah. Di sini, orang-orang justru menutup pintu, ruko yang di samping tadi masih terbuka pintunya kini sudah tutup.Akhirnya ada juga pengendara motor yang berhenti, akan tetapi mereka bukan membantu atau melerai, akan tetapi justru merekam. Aku makin emosi, darah mudaku makin mendidih, beberapa kali pukulanku mendarat di perut pria tersebut, akan tetapi tiba-tiba sebuah pukulan benda tumpul mendarat di kepalaku, aku memegang kepala, terasa dingin, ternyata darah sudah mengucur. Dua orang itu lalu pergi meninggalkanku, sebelum mereka pergi, bahuku masih sempat kena pukulan. Aku ambil HP, menghubungi Bang Bangbang,
PoV UcokBang Bambang benar, ternyata uang kami kurang untuk bangun kamar mandi tersebut, belum selesai dananya sudah habis. Jika kamar mandi tetap yang satu itu, kamar yang baru selesai akan sulit untuk dikontrakkan. Karena kamar mandi yang lain tempat. "Begini saja, Ucok, upah saya gak usah dikasih dulu, semua uangnya belikan bahan, upahku belakanganya saja," usul dari Bang Bambang. Selama ini aku memang menggajinya harian. Kata orang gaji di kota ini dua ratus ribu perhari, segitu lah dia kugaji."Gak bisa begitu, Bang, ada hadis yang artinya, Bayarlah upah pekerja itu sebelum keringatnya kering," kataku."Wah, salut sama Kamu, Cok, masih muda tau agama dan menerapkannya pada kehidupan sehari-hari."Berapa lagi kira-kira butuhnya, Bang?" tanyaku pada Bang Bambang."Kira-kira lima belas jutaan lagi, Cok, baru leluasa," kata Bang Bambang.Padahal, sekali telepon ke orang tua, pasti diberikan, akan tetapi aku ingin mandiri, berdiri di atas kami sendiri, tanpa menyusahkan orang tua
Hari Minggu adalah hari merdeka bagiku, sehabis salat subuh aku bisa tiduran lagi, karena Butet tidak sekolah, dia yang urus Cantik pagi hari. Bangun jam delapan pagi sudah ada sarapan yang dimasak Bang Parlin.Selesai sarapan, ada telepon dari Pak Bupati."Assalamualaikum, Bu Kades," salam bupati dari seberang sana," "Waalaikum salam,""Saya tahu, besok waktu terakhir batasan waktu ibu berpikir itu, tapi kok saya tidak sabaran ya," kata bupati itu lagi."Besok saja saya kasih kepastian, Pak,""Hari ini saja, saya undang ibu dan keluarga makan siang di Lopo Saba," kata bupati itu lagi. Lopo Saba adalah salah satu restoran yang baru buka di daerah kami, warung lesehan yang berada di pinggir sawah, menunya masakan khas Mandailing. "Baik, Pak, kami datang," jawabku."Saya berharap, jika nanti sudah ada jawaban kepastian, karena kita harus gerak cepat, kita butuh puluhan ribu tanda tangan untuk persyaratan mendaftar ke KPU," kata bapak itu lagi."Baik, Pak,""Bang, Butet!" aku berteriak
Aku benar-benar khawatir sekali dengan anakku itu, dugaanku kemarin dia menelepon mau mengadu, akan tetapi tak mau menyusahkan orang tua. Aku ambil HP, coba hubungi Ucok, akan tetapi tak tersambung, HP -nya bahkan tidak aktif. Aku jadi makin khawatir, tak bisa kubayangkan anakku di tahanan polisi.Butet datang, begitu datang dia langsung ikut menonton video tersebut."Butet, Mamak mau ke Jakarta, kalian di sini duku ya?" kataku pada Butet."Cantik?""Mamak bawa,""Mamak baru sehat,""Abangmu dapat masalah, Tet,"Sementara Butet terus memperhatikan video itu."Mak, bukankah ini Annisa?" kata Butet."Nggaklah, Annisa berjilbab panjang, rambutnya gak mungkin pirang," mataku kemudian."Ini Annisa, Mak," kata Butet serata memperbesar foto screenshot."Iyakah?" "Aku yakin ini Annisa, Ayah telepon dulu Pak Ali Akhir," kata Butet.Tepat dugaanku, wanita cantik adalah kelemahan anakku ini, dia pasti sudah dirayu Annisa dan mengajaknya ke tempat hiburan malam."Assalamualaikum, Pak," terdenga