Hampir sepuluh menit Keyla dan Darrel duduk di pinggir pantai. Matahari yang mulai meninggi memberi kehangatan di tubuh mereka. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir keduanya. Yang ada hanya Keyla yang duduk di depan Darrel dan diapit kakinya serta pelukan pria itu yang menenggelamkan tubuh Keyla di dalam dadanya.
"Kau ingin pulang?" tanya Darrel pada Keyla yang masih melihat ke arah laut lepas. Tempat di mana kapal yang dinaiki James perlahan menjauh dan mulai menghilang.
Keyla menggeleng pelan. "Bisakah kita di sini lebih lama, Steve?"
"Oke. Kau aku akan menemanimu di sini. Kau ingin memesan sesuatu?"
"Tidak untuk sekarang," jawab Keyla sembari memejamkan matanya dan bersandar dengan nyaman di dada suaminya. Dia ingin lebih lama seperti ini dengan orang yang dicintai. Mencium aroma laut, ditemani desiran ombak yang tak begitu besar. Keyla seolah tak ingin waktu terus be
Sinar matahari mulai menyinari seluruh sudut kamar Keyla. Terang benderang seperti siang hari padahal ini masih pagi. Keyla mengerjapkan matanya dengan enggan dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Rupanya gorden berwarna pastel itu telah tersibak. Pantas saja cahaya mentari bebas hilir mudik tanpa permisi melewati jendela kaca di kamarnya.Keyla meraba-raba tempat tidur dengan tangan kanannya. Mencari sebuah ponsel yang entah di mana ia meletakkannya. Keyla lupa dimana menaruhnya setelah memakainya semalam suntuk.Mata Keyla setengah membuka. Ia merasa setengah sadar dan setengah bermimpi. Rasanya baru beberapa menit lalu ia tertidur tetapi harus terpaksa bangun dan kembali menatap hari yang belum siap ia hadapi.Perempuan itu melihat layar ponsel yang baru saja ia temukan di bawah bantal. Pukul delapan pagi. Keyla berharap bisa tidur lebih lama hari ini. Pertengkaran semalam suntuk yang sudah seperti pa
"Pah, katanya jalan-jalan? Kok malah ke sini? Mana gak kenal lagi sama orang-orangnya." Keyla bertanya dengan nada protes. Wajahnya masam dan bibirnya dimonyongkan. Ia yakin sekali tadi pagi saat sarapan, Papa bilang mereka akan pergi jalan-jalan biar lebih fresh. Keyla belum pikun apalagi salah pendengaran. Eee ... malah ternyata datang ke acara keluarga yang entah keluarganya siapa."Ini juga kan jalan-jalan. Jalan keluar dari rumah. Jalan dari tempat parkir ke sini." Papa merangkul Keyla sambil berkilah. Emang bener juga sih kata Papa. Tapi, gak gini juga kali!"Dulu kamu seneng loh kalau main ke sini," lanjut Papa lagi yang membuat Keyla memasang wajah penuh tanda tanya."Dulu? Kapan? Emang iya? Kok aku gak ingat?""Saat kamu masih segini, nih." Papa menunjuk perutnya yang buncit.Papa dan anak itu duduk di pojok ruangan sambil melihat anak-anak bermain dan berlarian. Mereka lebih suka berduaan
"Keyla? Ayo masuk!"Lamat-lamat Keyla seperti mendengar suara Mama yang sedang memanggil dirinya. Dan yang benar saja ketika gadis itu menoleh, ia melihat Mama sedang melambaikan tangan dengan gemulai seperti ratu kecantikan saat menyapa penggemarnya dari atas panggung yang megah dan spektakuler!Keyla mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari-cari pria yang tadi di belakangnya.Ke mana dia? Kenapa aku tidak menyadari kalau dia sudah pergi? Ahh ... tidak, Key! Kamu benar-benar terhipnotis. Pikir Keyla agak bingung.Gadis itu menggoyang-goyangkan kepalanya agar tersadar kembali. Supaya kata-kata yang menghipnotis dia beberapa menit lalu menghilang dan enyah dari pikirannya.Keyla berlari ke arah mama dan memeluknya dengan tiba-tiba. "Eh, ada apa ini? Datang-datang main peluk aja!" protes Mama melihat tingkah putrinya yang jarang-jarang bermanja dengannya. Karena, favorit Keyla adalah Pa
"Kamu tahu soal pertunangan ini?" tanya Keyla pelan dengan perlahan agar orang lain tak mendengarnya berbicara. Padahal, kalau mendengar pun tak masalah. Namanya juga manusia, punya telinga dan memiliki kebebasan mendengar selama orang tersebut gendang telinganya tidak pecah."Tentu saja," jawab pria di sampingnya dengan santai. Datar dan seolah dia adalah pria yang paling tampan dan berwibawa di seluruh jagat raya ini. Meskipun jujur, Keyla juga mengakui itu secara diam-diam dan malu-malu seperti seekor kura-kura yang bersembunyi dalam tempurung miliknya."Kamu menyetujuinya?" tanya Keyla lagi. Penasaran. Habisnya, pemuda masa kini mana ada yang mau dijodohkan-jodohkan kecuali dia penyuka sesama jenis, cacat, atau bahkan ...? STOP! Keyla mulai memikirkan yang memang ingin dia pikirkan. Apakah pria berbadan tinggi tegap yang berdiri di belakangnya tidak bisa 'berdiri'?! Oh, No!! Lebih baik Keyla mati digigit Bulldog Ant yang masuk dalam Guinness Wor
Kruuuk ... kruuuk ... perut Keyla yang berbunyi membuat gadis itu terbangun. Rupanya, ia tertidur karena kelelahan menangis di atas ranjang empuk yang ada di kamar Stevan Antonius."Mmmmhhh ... kenapa sih harus kelaparan tengah malam? Hey, cacing-cacing di perut! Apa kalian tidak tahu kalau aku sangat mengantuk?!" Keyla berbicara sambil menunjuk-nunjuk perutnya sendiri dan dia baru sadar kalau masih memakai gaun yang hari ini dipakainya saat acara pertunangan.Keyla bangkit dari tidurnya. Membuka resleting belakang dan meletakkan baju itu begitu saja di lantai lalu memilih berbaring di balik selimut."Pantas saja sejak tadi aku merasa tubuhku sulit bernapas. Ternyata aku masih memakai gaun. Duh, Keyla ... Keyla," keluh gadis itu pada dirinya sendiri.Kruk ... kruk ... perutnya kembali berbunyi. "Ahhh!!! Lapar yang sungguh sialan!" umpat Keyla memandang ke arah langit-langit yang gelap. Tak ada cahaya yang sedikit pu
Brrr!!! Tubuh Keyla tiba-tiba mulai menggigil. Ia menaikkan selimut hingga menutupi bagian kepalanya.Gadis itu masih belum ingin bangun dari tidurnya. Masih lelah, masih ingin bermalas-malasan, dan masih ... ingin menikmati semerbaknya aroma mawar di pagi hari? Wait wait wait ... aroma bunga mawar?!Keyla mencium aroma mawar bercampur dengan hawa dingin menyusup ke dalam selimutnya yang hangat. Karena penasaran, gadis itu terpaksa membuka mata dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.Rupanya, lampu yang kekuningan telah menyala, jendela sudah terbuka lebar dengan langit yang masih gelap terpampang di depan netra. Keyla melihat sosok Stevan yang sedang duduk memangku laptop. Jam berapa dia bangun? Dan apa yang ingin dia lakukannya dini hari begini? Tanya Keyla dalam pikirannya sendiri."Bangunlah. Udara pagi baik untukmu." Suara Stevan terdengar seperti sedang memerintah bawahannya.Keyla meng
Setelah sarapan tadi pagi, Keyla memutuskan untuk kembali ke kamar dan tidur lagi. Dan sekarang, tepat jam 12 siang dia bangun karena perut gadis itu keroncongan.Ketika membuka mata, Keyla tidak melihat sosok Stevan duduk di sofa samping tempat tidur. Laptopnya pun tidak ada. Keyla lalu berdiri dan melongok keluar jendela. Pria juga tidak ada disana. Karena penasaran, Keyla memutuskan keluar kamar dan menuruni tangga. Melihat ke arah dapur, lelaki itu pun tidak ada di sana.Apakah dia ada di salah satu ruangan kamar yang tertutup itu? Huffttt. Pikir Keyla yang penasaran ke mana lelaki itu pergi.Tak sanggup menerima kenyataan bahwa apa yang dicari Keyla tak ada, ia memutuskan untuk duduk di anak tangga terakhir."Ngelamunin apa Mbak, Key?" tanya Bibi penasaran sekaligus berpikir bahwa majikan barunya itu pasti merasa kesepian di rumah yang sebesar ini.Mata Keyla langsung bersinar ketika mendengar
Keyla Laksamana mengerjapkan matanya. Belum sadar sepenuhnya. Tubuhnua yang terbaring di sofa rasanya enggan diajak kompromi meskipun hanya untuk menggerakkan tangan.Mata Keyla mengedarkan pandangan dan mencari-cari Stevan. Melihat ke sekeliling dengan mata setengah mengantuk. Tidak ada. Ia pasti menghilang saat aku memejamkan mata barusan! Pikir Keyla agak kecewa karena orang yang ingin dilihat pertama kali saat dia bangun adalah pria itu. Pria menyebalkan yang dengan sukarela masuk ke dalam hatinya dengan pelan namun pasti.Keyla bangkit dari pembaringannya dan berkeliling menyusuri rak-rak warna coklat yang terisi buku-buku. Penataannya sangat rapi dan koleksinya juga cukup lengkap. Mulai dari buku kesehatan, ekonomi, bisnis, dan juga novel. Semua buku ditempatkan di rak yang berbeda agar lebih mudah untuk mencarinya. Pun disesuaikan dengan urutan abjad.Mata Keyla tertuju pada rak novel yang berada di pojokan. Koleksinya lebih
Hampir sepuluh menit Keyla dan Darrel duduk di pinggir pantai. Matahari yang mulai meninggi memberi kehangatan di tubuh mereka. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir keduanya. Yang ada hanya Keyla yang duduk di depan Darrel dan diapit kakinya serta pelukan pria itu yang menenggelamkan tubuh Keyla di dalam dadanya."Kau ingin pulang?" tanya Darrel pada Keyla yang masih melihat ke arah laut lepas. Tempat di mana kapal yang dinaiki James perlahan menjauh dan mulai menghilang.Keyla menggeleng pelan. "Bisakah kita di sini lebih lama, Steve?""Oke. Kau aku akan menemanimu di sini. Kau ingin memesan sesuatu?""Tidak untuk sekarang," jawab Keyla sembari memejamkan matanya dan bersandar dengan nyaman di dada suaminya. Dia ingin lebih lama seperti ini dengan orang yang dicintai. Mencium aroma laut, ditemani desiran ombak yang tak begitu besar. Keyla seolah tak ingin waktu terus be
"James akan kembali ke Afrika hari ini," ucap Darrel di sela-sela sarapan mereka. Karena kaget, Keyla pun tersedak. "Kau yakin tidak ingin berbicara dengannya?" Darrel bertanya dengan nada rendah namun penuh penekanan. Dia penasaran apakah istrinya benar-benar tak ingin bicara pada James dan menyelesaikan masalah diantara mereka berdua?Keyla meletakkan roti yang baru ia gigit separo kemudian melihat ke dalam mata suaminya. "Haruskah?" Keyla bertanya ragu.Dia tak yakin apa yang ingin dia bicarakan dengan lelaki yang seharusnya masih berstatus suaminya itu. Setelah Darrel berbicara dengannya semalam, Keyla bisa memahami dan berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi. Itu adalah pilihan hidup James, dan bagaimanapun juga, karena James menetap di Afrika dan memalsukan kematiannya lah dia bisa bertemu dan menikah lagi dengan Darrel.Ini adalah takdir, Key. Takdir Tuhan yang tak bisa dicegah atau dihentikan. Ucapnya pada diri s
"Sayang, James sudah pergi. Tolong buka pintunya," pinta Darrel yang sejak tadi mengetuk pintu kamar namun diabaikan oleh Keyla.Keyla tidak membalas. Dia lebih memilih diam karena dia sedang tak ingin bicara. Baik itu pada James atau Darrel. Keyla memang merasa tidak berhak menyalahkan apapun yang menjadi keputusan James. Tapi, tidak bisakah lelaki itu berkata jujur?Seandainya James menceraikan dirinya, Keyla juga tak menolak. Dia akan bisa menerima meski menyakitkan. Setidaknya, Bintang tidak kehilangan sosok ayah. Terlebih lagi, kematian James meninggalkan penyesalan di hati Keyla karena sampai detik-detik kepergiannya ke Afrika, Keyla belum bisa memberikan sepenuh hatinya pada pria itu. Dan itu juga lah yang mendasari penyesalan keyla. Dia sungguh merasa bersalah."Key ... kalau kau ingin marah, marah lah padaku. Kau boleh memukulku. Asalkan jangan diam, Key." Darrel mencoba mengetuk pintu itu sekali lagi. Dadanya n
Tidak ada satu patah kata pun yang yang keluar dari bibir Keyla. Matanya hanya tertuju pada pria yang berdiri di hadapannya. Antara kecewa, marah dan juga bingung. Bagaimana bisa James membohongi dirinya dan keluarganya? Memalsukan kematiannya dan membiarkan dirinya merawat anak-anak mereka seorang diri? Sebegitu berdosakah hingga James ingin menghukum dirinya? Mengkhianati kepercayaan dirinya?Mata Keyla mendadak buram oleh air mata yang ingin tertumpah namun ia tahan. Ia berharap ini bukalah hal nyata."Aku bisa menjelaskan semuanya, Key," ucap James dengan tatapan nanar dan tubuh yang makin mendekat ke arah Keyla. James tak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengan Keyla.Keyla mengambil langkah mundur. Meskipun dia meyakini itu James, Keyla tetap sulit menerima. Ini semua terlalu mendadak dan dia merasa dikhianati. "Kamu bohong. Kamu bukan James. Suamiku James sudah meninggal beberapa tahun lalu. Kamu pasti
"Selamat datang, Angel. Terima kasih telah meluangkan waktumu," sapa Keyla begitu Angel dan suaminya memasuki pintu rumah."Dengan senang hati, Keyla. Aku juga akan menghabiskan makananmu. Kau tak perlu khawatir!"Kedua wanita itu tertawa renyah sementara Darrel langsung mengundang suami Angel untuk duduk dan meminum wine yang telah disediakan. "Biarkan kedua wanita itu menggosip," ucap Darrel tersenyum ramah."Dan kita para pria membicarakan hobi?""Hahaha. Benar sekali. Karena lelaki tak suka bergosip.""Kecuali dia pria jadi-jadian," timpal suami Angel dengan renyah. Dan Darrel pun dengan cepat menjadi akrab dengannya. Dan memang begitulah pria. Mudah akrab tanpa harus berbasa-basiAcara makan malam yang sederhana dan hangat itu berjalan dengan lancar. Anak-anak sibuk bermain dan menonton film kesukaan mereka, para ayah mengobrol tentang hobi dan juga bisn
Keyla terperangah begitu mobil Darrel berhenti di depan sebuah gedung yang telah dikelilingi oleh wartawan yang terlihat sedang bersiap-siap meliput sebuah berita besar. Lampu flash dari kamera-kamera yang dinyalakan,membuat Keyla merinding. Keyla harap Darrel benar-benar tidak akan masuk ke dalam gedung itu untuk menemui Ammy. Tapi sayangnya, harapan Keyla sirna begitu Darrel mengajaknya untuk keluar."Kau sudah siap sayang?" tanya Darrel mengendurkan dasinya yang berwarna merah tua. Dia persis sekali seperti seorang direktur perusahaan. Jas dari benang woll asli yang terlihat mahal, jam tangan di sebelah kiri yang membuatnya makin terlihat maskulin serta rambut klimis yang mempertegas rahangnya yang kokoh.Keyla menatap mata suaminya. Berharap dia salah dengar. "Apa ini?" tanya Keyla ragu. Inikah alasannya Darrel memesankan gaun terbaik dan juga makeup artist untuk mendandani wajah serta rambutnya? Agar istrinya tak begitu memalukan saat tam
Keyla mengerang ketika merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya. Matanya yang berat terpaksa ia buka. Ketika hendak menggerakkan tangan, kedua tangannya sudah ada di atas kepala dengan posisi terikat. Ketika mencoba menggerakkan tangan kembali, suaranya gemerincing. Barulah Keyla sadar bahwa yang melingkar di pergelangan tangannya adalah sebuah borgol."Kau sudah bangun, sayang?" tanya Darrel yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah dikeringkan dan di pinggangnya terlilit handuk warna putih. Keyla bisa mencium aroma lelaki itu. Wangi sabun yang seperti embun pagi. Kalau habis mandi seperti itu, Keyla merasa suaminya seperti dewa yang gagah perkasa pada jaman Romawi kuno."Jam berapa sekarang, Steve? Apa yang kamu lakukan pada tanganku? Cepat lepaskan, Steve.""Enam lewat tiga puluh." Darrel membalas santai dan mengabaikan wajah panik Keyla.Mendengar kata enam tiga puluh, Key
"Bin, kau ingin adik perempuan atau laki-laki?" tanya Missy yang baru saja merebahkan diri di ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut tepat di samping Bintang yang berbaring terlebih dahulu."Mana yang lebih lucu?" Bintang langsung memiringkan tubuhnya ke arah Missy.Gadis cilik itu menyipitkan matanya. Menaruh kedua jari telunjuk tepat di pelipis. "Kalau laki-laki, aku takut dia akan seperti Awan. Mmmm ... memang ganteng, tapi tidak lucu."Bintang manggut-manggut. Setuju dengan perkataan Missy. Kakaknya memang tidak lucu meskipun ganteng. Seperti kanebo kering!" ... jika perempuan, maka akan cantik dan lucu sepertimu!" lanjut Missy mencubit pipi Bintang yang lucu dan halus."Kalau begitu, sudah diputuskan. Kau harus meminta perempuan pada Papa dan Mamamu. Oke?"Mata Bintang yang bulat terlihat berkilauan. Ia mengangguk dan mulai membayangkan adik perempuan berambut hita
"Hhmmmmmmph!" Keyla berusaha melepaskan diri dari kegilaan suaminya. Mula-mula hanya melumat bibirnya. Tapi lama kelamaan, tangan kekar suaminya itu mulai meraba dadanya."Ssshhh," Darrel berdesis begitu Keyla menggigit bibirnya. "Kau membuatku semakin bergairah, sayang.""Steve, jagalah sikapmu. Kita sedang ada di jalan raya. Dengarlah suara klakson-klakson itu. Bagaimana kalau kita ditilang?" ucap Keyla kesal. Tapi, suaminya itu justru tersenyum sambil memegangi bibirnya yang sedikit berdarah."Bagaimana kalau kita bikin anak sekarang?" goda Stevan yang tak mempedulikan bunyi klakson dan umpatan dari pengendara lain.Keyla mendorong tubuh lelaki itu dengan gemas. "Steve, kumohon.""Apa, sayang?" Darrel menjilat lidahnya sendiri. Tatapannya terlihat tajam dan menggairahkan."Ya Tuhan! Lelaki ini terlalu sulit ditolak!" ucap Keyla pada dirinya sen