Setelah beberapa hari dirawat oleh ayahnya, kondisi Robin kian membaik. Anak itu sudah tidak demam dan ceria lagi. Seperti malam ini Bara sedang menemani Robin belajar mengenal nama-nama binatang. Setelah memegang dahi Robin, Bara kemudian berucap, "Alhamdulillah, anak ayah sudah sembuh. Binatang apa ini?" tanya pria itu sambil menunjuk sebuah gambar. "Lion, kalau yang ini Tiger," jawab Robin dengan comel. "Pintar, siapa yang ajarin Robin bahasa inggris?" puji Bara sambil bertanya. "Papi, aku juga bisa suara harimau, rawrrrr," jawab Robin dengan polos. Bara tersenyum dan tahu kalau ayahnya memang menyayangi Robin. Ia mengakui Sadewa adalah ayah terbaik yang akan melakukan apa pun untuk membuatnya bahagia. Tidak peduli dirinya salah atau benar, pasti akan selalu didukung. Tidak lama setelah membaca nama-nama bintang, Robin sudah tertidur pulas. Setelah menyelimuti putranya, Bara kemudian menuju ke balkon. Ia tampak termangu sambil menatap rembulan yang menggantung di angkasa.Tib
Pria berbadan besar itu pun ambruk ditembak oleh Sam. Ia datang tepat waktu bersama para pengawal dan Tuannya. Sadewa langsung menghambur memeluk Robin yang menangis karena jatuh tersandung batu. "Papi, Om-om jahat pukuli ayah, hu .., hu ...." Robin mengadukan apa yang telah terjadi. "Jangan takut, Papi akan melindungimu!" sahut Sadewa segera menghampiri Bara. Ia tampak tertegun melihat kondisi putranya yang babak belur. Setelah melihat Robin selamat, Bara langsung tidak sadarkan diri di tempat. Sadewa segera memerintahkan Sam untuk meringkus dan menyekap para penyusup. Ia juga menyuruh penjaga membawa Bara ke helikopter dan mereka segera meninggalkan tempat itu. Mentari tampak bersinar di ufuk timur, Bara membuka matanya dengan perlahan. Ia merasakan tubuhnya sakit dan perih semua. Aroma obat menyeruak indra penciumannya. Akhirnya Bara sadar berada di salah satu kamar rumah sakit."Robin," panggil Bara dengan tubuh yang lebam dan terluka. "Dia sedang tidur dan baik-baik saja,"
Sadewa kemudian membawa Robin ke kediaman Sadewa. Ia memerintahkan semua asisten serta penjaga untuk melindungi dan melayani cucunya itu.Sadewa langsung mengajak Robin untuk sarapan bersama keluarga Sadewa. Kehadiran anak itu tentu saja membuat Lucy dan Bryan tampak heran. "Siapa nama kamu ganteng dan umurnya berapa?" tanya Bryan sambil tersenyum ramah.Robin langsung menjawab, "Muhammad Robin, umur aku tiga." "Panggil dia Bara!" seru Sadewa yang membuat Bryan dan Lucy saling pandang."Bara itu nama ayah," jawab Robin yang membuat Sadewa tertegun.Bryan kembali bertanya, "Robin tahu dari mana itu nama ayah?" "Aku dengar ibu panggil ayah, Abang Bara, begitu," jawab Robin yang membuat Bryan tertawa kecil."Pinter banget sih kamu," puji Bryan yang jadi tahu kalau bocah itu pasti anak Bara. Ia sangat menyukai Robin yang comel dan merasa seperti seorang ayah sedang bicara dengan putranya. Sadewa terlihat tidak suka dan berseru, "Jangan bicara kalau sedang makan!" Setelah sarapan ia me
'Maaf Nabilah aku tidak bisa menikahimu. Mungkin kita belum berjodoh.' Tangan Nabilah langsung gemetar ketika membaca pesan dari calon imamnya. Andai ia menerima kabar itu jauh sebelum hari akad, pasti dirinya akan ikhlas menerima. Akan tetapi, kenapa harus sekarang? Di saat acara ijab qabul akan dilaksanakan dan para tamu sudah berdatangan. "Nabilah, coba telepon kenapa Sofyan dan keluarganya belum juga datang!" seru Bu Asma yang tiba-tiba masuk ke kamar pengantin. Hanya saja, ia tertegun kala melihat Nabilah menangis. "Kenapa kamu menangis, apa yang telah terjadi?" tanyanya, heran. Sambil menyeka air mata Nabilah menjawab, "Sofyan tidak akan datang, Bu." "Menangnya kenapa?" tanya Bu Asma yang terkejut mendengarnya. Nabilah tampak mengeleng sambil menunjukan pesan itu. Bu Asma tampak syok sekali dan langsung pingsan. "Ibu, bangun!" pekik Nabilah dengan panik karena ibunya punya penyakit jantung. Tidak lama kemudian ayah Nabilah datang dan sangat terkejut melihat istrinya
Di sisi lain, seorang pria tampak mengepalkan tangannya dengan keras ketika datang ke mesjid dan mendengar kata sah. Ia segera meninggalkan tempat itu dengan amarah yang menggebu. Kalau saja mobilnya tidak mogok, pasti dia sudah menggantikan Sofyan untuk menikah dengan Nabilah! "Sial, kenapa preman kampung itu yang beruntung!" gerutu pria itu dengan kesal. Sebenarnya pria itu sudah pernah melamar, tetapi Nabilah menolaknya. Padahal kedua pihak keluarga telah setuju karena ia adalah anak juragan empang dari kampung sebelah. Justru ketika seorang ustad yang jauh lebih miskin darinya diterima oleh Nabilah. Apalagi sekarang kenapa preman kampung itu yang menjadi pengantin penggantinya. "Awas kau Nabilah, aku akan buat dirimu menyesal telah menolakku!" ancam pria itu sambil berlalu. Sampai kapan pun ia tidak akan terima atas penghinaan ini. Acara pernikahan itu tetap dilanjutkan untuk menyambut para tamu undangan. Akan tetapi, hanya beberapa jam saja dengan alasan kondisi pen
"Kamu tidur di sini dan lemari itu untuk tempat pakaianmu!" ujar Robin ketika sampai di rumah kontrakannya. "Iya Bang," jawab Nabilah sambil menelisik ruang tamu yang berukuran 3×3 meter itu dengan saksama. Ada kasur busa single, sebuah lemari plastik susun lima dan kipas angin kecil. "Aku ada di kamar dan kamu tidak boleh masuk dengan alasan apa pun. Dilarang menerima tamu dan pintu harus selalu dikunci, terutama jika aku tidak ada di rumah. Kalau lapar kamu boleh memasak apa saja yang ada di dapur!" ujar Robin memberikan beberapa peraturan. Nabilah kembali memberikan jawaban singkat, "Iya Bang.""Bagus," ujar Robin sambil masuk ke kamarnya. Nabilah merasa seperti berada di dalam penjara dengan beberapa peraturan yang membelenggunya. Jujur ia takut sekali harus tinggal bersama Robin. Akankah pria itu memperlakukannya dengan baik atau tidak. Terus bagaimana kalau Robin minta haknya sebagai seorang suami. "Ya Allah, tolong lindungi hamba!" doa Nabilah di dalam hati. Ia mulai mena
"Jadi kamu sudah menikah, Bilah?" tanya Sofyan ketika melihat cincin yang melingkar di jari manis kanan Nabilah. Sambil tertunduk Nabilah kemudian menjawab, "Iya Mas." "Kenapa kamu tidak menunggu aku?" tanya Sofyan terlihat kecewa. "Sampai kapan? Sampai semua warga kampung mengolok-olok saya dan keluargaku?" Nabilah balik bertanya. "Maaf, Mas tidak bermaksud menyakitimu. Lebih baik kita ke rumahmu, Mas akan jelaskan semuanya. Agar tidak ada kesalahpahaman di antara kita!" ajak Sofyan yang ingin memberikan alasan kenapa tidak jadi menikahi Nabilah. Nabilah tampak mengangguk dan segera menuju ke rumah orang tuanya. Pak Jamal yang mau berangkat mengajar di madrasah tampak terkejut melihat kedatangan Sofyan, begitupun dengan Bu Asma. "Mau apa kamu datang ke sini, puas sudah membuat kami malu?" tanya Bu Asma dengan ketus. "Maaf Bu, Pak, saya mau menjelaskan semuanya," ucap Sofyan yang merasa bersalah. Pak Jamal tampak mengangguk kecil dan mempersilahkan Sofyan untuk masuk.
Habis isya Robin baru pulang ke kontrakannya. Ia melihat Nabilah baru saja selesai melaksanakan salat. Pria itu langsung masuk tanpa mengucapkan salam."Assalamualaikum .., Abang dari mana?" tanya Nabilah sambil melipat mukena."Waalaikumsalam .., kerja," sahut Robin sambil menghentikan langkah.Nabilah kemudian menyarankan, "Abang mandi dan makan dulu ya. Nanti Bilah mau bicara!" "Sudah, kalau mau ngomong sekarang saja!" seru Robin yang ingin segera masuk ke kamar ya. Nabilah kemudian bertanya, "Abang kerja apa, kok pergi subuh sampai malam baru pulang?""Jaga tempat pengepul," jawab Robin singkat. "Oh ...." Nabilah tampak berpikir sesaat dan membatin, "Masa iya penjaga tempat rongsokan bisa punya duit banyak.""Kenapa nggak percaya, takut makan duit haram?" tanya Robin terdengar sedikit sinis."Bukan begitu, Bilah boleh ngajar lagi nggak Bang?" Nabilah minta izin suaminya untuk kembali mengajar di madrasah. Ia menunduk karena takut melihat tatapan Robin yang seolah mengintimidas