Sadewa kemudian membawa Robin ke kediaman Sadewa. Ia memerintahkan semua asisten serta penjaga untuk melindungi dan melayani cucunya itu.Sadewa langsung mengajak Robin untuk sarapan bersama keluarga Sadewa. Kehadiran anak itu tentu saja membuat Lucy dan Bryan tampak heran. "Siapa nama kamu ganteng dan umurnya berapa?" tanya Bryan sambil tersenyum ramah.Robin langsung menjawab, "Muhammad Robin, umur aku tiga." "Panggil dia Bara!" seru Sadewa yang membuat Bryan dan Lucy saling pandang."Bara itu nama ayah," jawab Robin yang membuat Sadewa tertegun.Bryan kembali bertanya, "Robin tahu dari mana itu nama ayah?" "Aku dengar ibu panggil ayah, Abang Bara, begitu," jawab Robin yang membuat Bryan tertawa kecil."Pinter banget sih kamu," puji Bryan yang jadi tahu kalau bocah itu pasti anak Bara. Ia sangat menyukai Robin yang comel dan merasa seperti seorang ayah sedang bicara dengan putranya. Sadewa terlihat tidak suka dan berseru, "Jangan bicara kalau sedang makan!" Setelah sarapan ia me
Setelah seminggu mendapat perawatan di rumah sakit, Bara memutuskan pulang ke Jakarta. Ia sengaja tidak memberitahu Nabilah karena tidak mau membuat istrinya cemas. Sebenarnya Sadewa memberi kebebasan memilih Robin atau Nabilah dan Bara memutuskan kembali pada istrinya. Bara bisa saja menjadi keluarga Sadewa lagi. Hidup enak dan bergelimpangan harta bersama buah hatinya. Akan tetapi, Nabilah sudah kehilangan anak, jadi Bara tidak akan meninggalkannya dengan alasan apa pun. Belum lagi orang-orang di kampung Rantau. Mereka membutuhkan Robin bukan Bara Sadewa."Maafkan Ayah, Robin, kelak dirimu akan tahu kalau ayah dan ibu sayang sama kamu," lirih Bara yang siap dilupakan anaknya suatu hari nanti. Dengan langkah mantap Bara menuju ke kampung Rantau. Di mana kisah cinta Robin Hood berawal."Assalamualaikum," ucap Bara ketika sampai di rumah Pak Jamal yang menjadi tempat tinggalnya. "Waalaikumsalam, alhamdulillah akhirnya kamu pulang juga Nak," ucap Pak Jamal yang terkejut atas kepulan
"Barusan Abas menghubungi Om, Beno ditemukan tewas dengan luka tembak di dadanya! Dia memang sudah lama dicurigai dan menjadi target, tetapi polisi mengklaim tidak melakukannya," ujar Hans memberitahu. Mendengar kabar itu Bara segera memberikan pendapatnya, "Aku sangat yakin sekali kalau Beno adalah penculik Robin yang meminta tebusan kepada Sadewa. Hal itu sesuai dengan pengakuan Papi, tapi dia bukan pelaku yang ingin menghabisi aku dan Robin," ujar Bara yang membuat Hans terkejut sekali. ***Tinggal di kediaman Sadewa, Robin benar-benar dimanjakan dan diperlakukan seperti pangeran. Ia dibelikan banyak mainan, kecuali pistol-pistolan. Anak itu akan langsung berlari dan mengumpat ketika mendengar suara tembakan. Belum lagi Robin memakai baju-baju branded dan makanan harus empat sehat lima sempurna. Bahkan setiap hari Sadewa banyak menghabiskan waktunya di rumah. Untuk bermain bersama cucu kesayangannya itu. "Tuh lihat Papimu. Lama-lama rumah ini jadi toko mainan!" ujar Lucy agar B
Sam tampak terkejut dan tidak mengerti apa kesalahannya, ketika mendengar keputusan Sadewa yang menyuruh risign untuk sementara waktu. Awalnya ia tidak terima karena sudah menjalankan tugas dengan sebaik mungkin. Lagipula Sam melakukan semua itu untuk membela diri. Akan tetapi, setelah mendengarkan penjelasan Sadewa, pria itu dapat memahami kemungkinan yang akan terjadi."Aparat hukum sedang menyelidiki tewasnya Mr Ben. Aku rasa lebih baik kamu menghilang dulu karena polisi menerjunkan personil terhebatnya untuk mengusut kasus itu. Nanti kalau situasi sudah aman kamu boleh kembali bekerja lagi!" ujar Sadewa yang membuat Sam berpikir sebab akibatnya. "Baiklah, saya rasa itu saran yang bagus Tuan, permisi!" ujar Sam yang tahu Sadewa tidak mau terseret dalam kecerobohannya karena tidak memerintahkan untuk mengambil tindakan yang melawan hukum. Sam akhirnya meninggalkan kediaman Sadewa dan entah pergi ke mana untuk bersembunyi. "Sam kenapa risign, Pi?" tanya Bryan ingin tahu. "Dia me
Malam kian merambat jauh, Nabilah sedang berdiri di depan jendela. Ia menatap nanar rembulan yang bersinar terang di gelapnya langit. Ada kesedihan dan kehilangan yang terpancar dari sorot matanya. "Bilah baru bangun atau belum tidur?" tanya Bara yang baru masuk kamar setelah bercakap-cakap dengan Hans. Nabilah tertunduk dan menjawab dengan sendu, "Bilah belum mengantuk." Bara memeluk istrinya dari belakang dan menebak, "Pasti Bilah sedang memikirkan Robin.""Kira-kira Robin sekarang sudah bisa apa Bang?" tanya Nabilah yang ingin tahu perkembangan buah hatinya. "Terakhir Abang bersamanya, Robin sudah mengenal nama-nama binatang dalam bahasa inggris dan menirukan suaranya. Katanya dia mau jadi polisi biar bisa jagain Ibu," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi berkaca-kaca. Nabilah menyeka air matanya yang hendak tumpah dan meminta, "Bang, besok kita coba dateng ke rumah papi yuk!" "Bilah di rumah saja ya, biar Abang yang ke sana!" sahut Bara yang dijawab gelengan oleh Nabilah. "
Bryan yang mengetahui kedatangan Bara, langsung menemui ayahnya. Akan tetapi, ia harus menunggu beberapa saat karena Sadewa sedang bermain dengan Robin. "Kenapa Papi tidak mengizinkan Kak Bara masuk?" tanya Bryan ketika melihat Sadewa meninggalkan Robin. Mendengar itu Sadewa balik bertanya, "Buat apa, aku tidak mengundangnya?" "Papi mungkin bisa membuang Kak Bara dari keluarga Sadewa.Tapi darah Papi tetap mengalir di tubuhnya sampai kapan pun juga. Jadi maafkanlah semua kesalahan Kak Bara!" ujar Bryan yang membuat Sadewa menatapnya dengan tajam. Sadewa menyahuti dengan sinis,"Kamu bisa bilang seperti itu karena tidak pernah merasakan menjadi seorang ayah. Satu hal yang perlu kamu ingat, aku tidak pernah membuangnya, dia sendiri yang minta nama Sadewa dihapus!" "Kalau begitu kembalikan Robin, Papi tidak berhak memilikinya!" sahut Bryan kemudian. "Tidak akan, Robin milikku karena aku yang telah menyelamatkan nyawanya dua kali!" tegas Sadewa sambil berlalu. "Oh ya, jangan coba-cob
Sadewa sangat marah sekali setelah mengetahui Bryan pergi ke mana saja. Ia langsung menemui putranya itu yang baru saja tiba di rumah."Kamu menemui siapa di apartemen itu?" tanya Sadewa sambil menatap Bryan dengan tajam. "Apartemen apa sih Pi, aku kan sudah bilang mau ketemu klien," jawab Bryan dengan setenang mungkin. Jangan sampai ayahnya tahu, kalau ia habis bertemu Bara.Sadewa kembali bertanya dengan nada lantang, "Katakan dengan jujur! Sebelum kamu bertemu Mr Jack pergi ke mana?" Bryan merasa terpojok dan menduga pasti bodyguard baru itu yang telah memberitahu ayahnya. Mau tidak mau ia harus menjawab dengan jujur, "Aku menemui Monica.""Jadi selama ini kamu diam-diam masih menjalin hubungan dengan wanita itu? Harus berapa kali Papi katakan jangan berhubungan dengannya lagi!" Sadewa memarahi Bryan yang tidak mau menuruti kata-katanya. "Aku mencintainya, lagi pula Kak Bara sudah mempunyai istri yang sangat dicintai. Terus salahku di mana?" sahut Bryan yang merasa benar. Sadew
Setelah beberapa hari mengamati kediaman Sadewa, Bara tidak juga melihat keluarganya. Ia memutuskan pergi ke Singapura lagi untuk mengetahui apa yang telah terjadi. Semoga feelingnya kali ini salah. Apalagi ketika ia mencoba menghubungi semua nomor keluarga Sadewa tidak ada yang aktif satu pun. "Abang pergi ke Singapura sebentar ya dan kamu tidak usah ikut!" pamit Bara yang membuat Nabilah jadi bertanya-tanya. "Memangnya kenapa Bilah nggak boleh ikut, Bang. Bukankah kata papi Bilah harus datang lagi kalau mau ketemu sama Robin?" tanya Nabilah meminta penjelasan. Bara tidak bisa menceritakan kecurigaannya karena tidak mau membuat Nabilah jadi was-was. "Nanti juga Bilah akan tahu, doakan biar usaha Abang bertemu Robin berhasil!""Amin .., hati-hati ya Bang!" pesan Nabilah sambil menyalami tangan Bara. Bara segera terbang ke Singapura dan ketika sampai di negara itu langsung menuju kediaman Sadewa. "Tolong sampaikan kepada Tuan Sadewa, aku mau bicara empat mata!" ujar Bara kepada s