Ya terjadi, terjadilah Mom. Itu adalah takdir," sahut Robin dengan sebuah rencana yang sudah dipikirkan sebab akibatnya.Mom Sandra menoleh kepada Hans yang tampak mengangguk. Ia kemudian berujar, "Ya sudah, kalau itu menurutmu yang terbaik Mom setuju. Lusa kita akan ke rumah Nabilah."***Hari ini Nabilah tampak terkejut ketika Pak Jamal memberitahu Robin dan keluarganya akan datang malamar."Yang benar Pak?" tanya Nabilah menegaskan.Sambil mengangguk Pak Jamal pun menjawab, "Iya benar, Robin baru saja menelepon Bapak. Cepat beritahu Ibumu!"Nabilah kemudian menghubungi Robin untuk menanyakan kenapa datang mendadak karena tidak punya persiapan sama sekali. "Kenapa Abang tidak bilang dari kemarin sih. Bilah tidak punya apa-apa untuk jamuan?" tanya Nabilah sambil berpikir untuk menyajikan apa."Tidak usah repot-repot, Abang cuma mau memastikan kapan kita menikah secara hukum saja!" ujar Robin dari seberang sana. "Ya sudah, Bilah tunggu ya Bang." Ia kemudian memberitahu ibunya akan
Seorang penjaga membukakan pintu gerbang yang sangat tinggi. Angkot itu kemudian memasuki halaman sebuah vila kuno bergaya Belanda yang terkesan angker. BahkanNabilah memegang lengang Robin dengan erat ketika mereka masuk ke tempat itu."Jangan takut ada Abang!" bisik Robin sambil membawakan tas yang berisi pakaian Nabilah. Hans kemudian mengetuk pintu yang terbuat dari kayu jati itu beberapa kali. Tidak lama kemudian terbuka dengan perlahan.Seorang perempuan setengah baya tampak berdiri menyambut kedatangan mereka. Rambutnya yang digulung ke atas membuat wanita terlihat elegan. "Akhirnya kalian sampai juga, selamat datang Nabilah," ucap Mom Sandra dengan seulas senyum mengembang.Nabilah tampak terkejut ketika namanya disebut. Hatinya pun bertanya siapakah gerangan wanita itu?"Ibuku," ujar Robin memberitahu. Nabilah langsung menghampiri dan menyalami tangan ibunda Robin. Sehingga membuat Mom Sandra tampak terpesona melihat kesederhanaan dan kesopanan gadis itu. Ia kemudian me
Ya Allah, jika ini adalah takdir-Mu, aku ikhlas menerimanya. Tapi tolong lindungilah putriku karena hanya dia yang aku miliki," doa Pak Jamal mencoba untuk tegar akan masa depan Nabilah. Pak Jamal melihat Nabilah datang dan duduk di samping Robin. Wajahnya tampak berseri-seri bagaikan bunga yang baru saja mekar di pagi hari. Orang tua mana yang tega menghancurkan kebahagiaan putrinya. Demi kebaikan bersama biarlah rahasia itu tetap menjadi rahasia. "Bara Sadewa, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan putriku Nabilah Putri binti Jamal dengan mas kawin seperangkat alat salat dan sebuah mushaf dibayar tunai!" ijab Pak Jamal sambil menjabat erat tangan Robin. Robin juga mengucapkan qabul dengan lancar dan tidak salah satu kata pun. Namun, Nabilah, Pak RT dan Tigor tampak bingung kenapa nama Robin berubah jadi Bara Sadewa. Sementara itu Supri dan Udin tidak menyimak karena fokus dengan makanan yang telah terhidang. Akhirnya terdengar kata sah menandakan sepasang pengantin itu tel
Lima tahun lalu di kota Batam, malam itu Bara Sadewa sedang berada di salah satu resort untuk berpesta. Pria tampan itu memang gemar berfoya-foya. Uang baginya seperti daun yang tinggal dipetik kapan dan berapa saja. "Faizal, ayolah minum sedikit. Nanti aku tambah gajimu!" seru Bara sambil menyodorkan segelas whisky. Faisal menolak dengan halus, "Tidak Tuan, saya nggak suka minuman keras!" "Ayolah, tidak akan ada yang tahu!" desak Bara kemudian. "Allah maha tahu, apa pun yang diperbuat hamba-Nya." Faisal tetap menolak tawaran itu. Bara mendorong tubuh Faizal seraya berkata, "Ah, payah kamu. Biar aku saja yang minum, aku ingin tahu Allah akan berbuat apa kepadaku setelah ini!" Faisal hanya bisa menggeleng mendengar ocehan Bara. Faisal memang bekerja untuk keluarga Sadewa, sebagai bodyguard Bara. Dia adalah seorang atlet taekwondo sabuk hitam yang sudah menjuari berbagai pertandingan. Baik nasional maupun international. Meskipun sering ke luar masuk klub dan sering mendampingi
Sekitar pukul tujuh malam, Pak Jamal baru sampai rumah. Ia terlihat lelah sekali setelah menghadiri acara pernikahan Nabilah dan mengetahui sebuah fakta yang selama ini Robin sembunyikan dengan rapat. Bu Asma tidak menanyakan apa pun soal pernikahan Nabilah, sikapnya masih sama acuh tak acuh. "Sudah makan Pak?" tanya Bu Asma sambil menyalami tangan suaminya. Pak Jamal menjawab, "Sudah, Ibu dapat salam dari Nabilah, Robin dan keluarganya."Bu Asma enggan menyahuti dan mengalihkan pembicaraan, "Sepi sekarang. Punya anak dua nggak ada semua. Sepertinya Ibu harus terbiasa dengan keadaan seperti ini. Kita pulang ke rumah peninggalan Almh ibuku saja yuk Pak! Di sana banyak saudara, jadi kita tidak kesepian menjalani hari tua.""Cobalah berdamai dengan keadaan Bu. Jalani saja apa adanya dengan mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Tidak usah terlalu berambisi ingin memiliki sesuatu. Belum tentu apa yang kita inginkan itu baik!" ujar Pak Jamal memberikan saran. "Ibu tidak mau berdebat l
Robin sedang sibuk di depan laptop. Robin tampak terkejut melihat kedatangan ibunya yang tiba-tiba dan langsung menghentikan kegiatannya. "Ada apa Mom, kenapa mencariku?" tanya Robin langsung menghampiri karena tidak mau ibunya tahu apa yang sedang dikerjakannya. Mom Sandra balik bertanya, "Seharusnya Mom yang tanya, kamu ngapain di sini dan membiarkan Nabilah sendirian di kamar, pada malam pertama kalian?" "Nabilah sudah tidur dan aku nggak tega membangunkannya," ujar Robin memberikan alasan. "Itu bukan jawaban, apa kamu tahu Nabilah sampai kehausan dan mengambil sendiri minum ke dapur dengan ketakutan?" Mom Sandra tidak dapat menahan emosinya lagi. Robin langsung mengalihkan pembicaraan, "Aku akan kembali ke kamar.""Mom belum selesai bicara, jawab sekarang juga!" seru Mom Sandra dengan lantang. "Aku kan sudah bilang dari awal. Belum siap terikat dengan wanita mana pun. Sampai semuanya selesai terungkap," jawab Robin dengan serius. Mom Sandra menatap Robin dengan tajam dan b
Mentari tampak meninggi ketika ibu-ibu sedang belanja di tukang sayur. Selain memilih belanjaan, mereka juga membahas apa saja. Mulai dari harga cabe yang mahal sampai pernikahan Robin dan Nabilah secara hukum. "Sepertinya Robin anak orang kaya. Semalam Bang Udin bawa berkat banyak dan enak-enak lauknya," ujar istri Udin yang langsung jadi pusat perhatian mak-mak. "Iya, nikahnya juga di vila gede kata Mas Supri. Jadi nyesel aku nggak ikut kemarin," sahut Bu Sri menimpali. "Aku juga tadinya mau ikut. Eh nggak boleh sama Bu Asma," timpal tetangga Pak Jamal. Bu Asma tiba-tiba datang dan menanggapi, "Ibu-Ibu denger baik-baik ya! Wajar lah makanannya enak-enak karena Robin tidak bawa hantaran lamaran, terus yang dateng juga sedikit. Kalau soal vila pasti pinjam itu karena dia penjaga di sana. Jadi mana mungkin Robin orang kaya, jemput bapak-bapak saja pakai angkot." "Iya ya benar juga," lirih ibu-ibu lainnya. "Nanti Robin sama Nabilah tinggal di mana Bu Asma?" tanya Bu Sri kemudian.
"Mati lampu, ada pohon tumbang yang menimpa gardu listrik!" ujar salah satu penjaga vila memberitahu. "Abang, ayo cepat masuk Bilah takut!" ujar Nabilah sambil memeluk punggung Robin dengan erat. Sebenarnya vila itu tidak terlalu gelap karena setiap ruangan ada lampu gantungnya dan lilin yang cukup besar untuk kamar. Serta perapian di ruang keluarga. "Bilah di sini dulu ya, Abang mau nyalakan lilin dulu!" pesan Robin sambil menurunkan Nabilah di atas kasur. Robin segera mencari korek api dan menyundut lilin. Sehingga cahaya berpendar menerangi kamar itu. "Momi dan Om Hans nggak bisa pulang karena jalan ke vila ditutup untuk sementara. Jadi mereka bermalam di penginapan terdekat," ujar Robin sambil membaca pesan dari Mom Sandra. Namun, bagi Nabilah yang phobia gelap. Cahaya lilin masih membuatnya takut. "Abang sini, temani Bilah!" seru Nabilah yang mulai ketakutan. Robin segera menuju ke ranjang dan naik menemani istrinya yang berada di atas kasur. Tiba-tiba terdengar suara su