Sekitar pukul tujuh malam, Pak Jamal baru sampai rumah. Ia terlihat lelah sekali setelah menghadiri acara pernikahan Nabilah dan mengetahui sebuah fakta yang selama ini Robin sembunyikan dengan rapat. Bu Asma tidak menanyakan apa pun soal pernikahan Nabilah, sikapnya masih sama acuh tak acuh. "Sudah makan Pak?" tanya Bu Asma sambil menyalami tangan suaminya. Pak Jamal menjawab, "Sudah, Ibu dapat salam dari Nabilah, Robin dan keluarganya."Bu Asma enggan menyahuti dan mengalihkan pembicaraan, "Sepi sekarang. Punya anak dua nggak ada semua. Sepertinya Ibu harus terbiasa dengan keadaan seperti ini. Kita pulang ke rumah peninggalan Almh ibuku saja yuk Pak! Di sana banyak saudara, jadi kita tidak kesepian menjalani hari tua.""Cobalah berdamai dengan keadaan Bu. Jalani saja apa adanya dengan mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Tidak usah terlalu berambisi ingin memiliki sesuatu. Belum tentu apa yang kita inginkan itu baik!" ujar Pak Jamal memberikan saran. "Ibu tidak mau berdebat l
Robin sedang sibuk di depan laptop. Robin tampak terkejut melihat kedatangan ibunya yang tiba-tiba dan langsung menghentikan kegiatannya. "Ada apa Mom, kenapa mencariku?" tanya Robin langsung menghampiri karena tidak mau ibunya tahu apa yang sedang dikerjakannya. Mom Sandra balik bertanya, "Seharusnya Mom yang tanya, kamu ngapain di sini dan membiarkan Nabilah sendirian di kamar, pada malam pertama kalian?" "Nabilah sudah tidur dan aku nggak tega membangunkannya," ujar Robin memberikan alasan. "Itu bukan jawaban, apa kamu tahu Nabilah sampai kehausan dan mengambil sendiri minum ke dapur dengan ketakutan?" Mom Sandra tidak dapat menahan emosinya lagi. Robin langsung mengalihkan pembicaraan, "Aku akan kembali ke kamar.""Mom belum selesai bicara, jawab sekarang juga!" seru Mom Sandra dengan lantang. "Aku kan sudah bilang dari awal. Belum siap terikat dengan wanita mana pun. Sampai semuanya selesai terungkap," jawab Robin dengan serius. Mom Sandra menatap Robin dengan tajam dan b
Mentari tampak meninggi ketika ibu-ibu sedang belanja di tukang sayur. Selain memilih belanjaan, mereka juga membahas apa saja. Mulai dari harga cabe yang mahal sampai pernikahan Robin dan Nabilah secara hukum. "Sepertinya Robin anak orang kaya. Semalam Bang Udin bawa berkat banyak dan enak-enak lauknya," ujar istri Udin yang langsung jadi pusat perhatian mak-mak. "Iya, nikahnya juga di vila gede kata Mas Supri. Jadi nyesel aku nggak ikut kemarin," sahut Bu Sri menimpali. "Aku juga tadinya mau ikut. Eh nggak boleh sama Bu Asma," timpal tetangga Pak Jamal. Bu Asma tiba-tiba datang dan menanggapi, "Ibu-Ibu denger baik-baik ya! Wajar lah makanannya enak-enak karena Robin tidak bawa hantaran lamaran, terus yang dateng juga sedikit. Kalau soal vila pasti pinjam itu karena dia penjaga di sana. Jadi mana mungkin Robin orang kaya, jemput bapak-bapak saja pakai angkot." "Iya ya benar juga," lirih ibu-ibu lainnya. "Nanti Robin sama Nabilah tinggal di mana Bu Asma?" tanya Bu Sri kemudian.
"Mati lampu, ada pohon tumbang yang menimpa gardu listrik!" ujar salah satu penjaga vila memberitahu. "Abang, ayo cepat masuk Bilah takut!" ujar Nabilah sambil memeluk punggung Robin dengan erat. Sebenarnya vila itu tidak terlalu gelap karena setiap ruangan ada lampu gantungnya dan lilin yang cukup besar untuk kamar. Serta perapian di ruang keluarga. "Bilah di sini dulu ya, Abang mau nyalakan lilin dulu!" pesan Robin sambil menurunkan Nabilah di atas kasur. Robin segera mencari korek api dan menyundut lilin. Sehingga cahaya berpendar menerangi kamar itu. "Momi dan Om Hans nggak bisa pulang karena jalan ke vila ditutup untuk sementara. Jadi mereka bermalam di penginapan terdekat," ujar Robin sambil membaca pesan dari Mom Sandra. Namun, bagi Nabilah yang phobia gelap. Cahaya lilin masih membuatnya takut. "Abang sini, temani Bilah!" seru Nabilah yang mulai ketakutan. Robin segera menuju ke ranjang dan naik menemani istrinya yang berada di atas kasur. Tiba-tiba terdengar suara su
Abas hari ini datang ke rumah Pak Jamal. Untuk memberitahu informasi penting seputar Robin. Ia tidak berniat memprovokasi, tetap hanya ingin melindungi Nabilah dari hal-hal yang tidak terduga. Tentu saja Pak Jamal menyarankan Abas datang di saat Bu Asma tidak ada di tempat. "Bapak harus tahu siapa Robin sebenarnya!" ujar Abas membuka pembicaraan. "Bapak sudah tahu, kemarin sebelum akad ibunya Robin sudah mengatakan semua dengan jujur," jawab Pak Jamal tanpa terkejut sama sekali.Abas kembali menegaskan, "Maksud saya kebiasaan Robin sebelum jadi preman kampung." "Bapak rasa seburuk apa pun itu adalah masa lalu Robin. Sekarang dia sudah banyak berubah menjadi orang baik dan Nabilah sangat mencintainya," ujar Pak Jamal yang tidak mau menilai seseorang dari masa lalunya."Baiklah, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk menanyakan apakah kasus pembunuhan Faisal mau diusut lagi atau tidak?" tanya Abas minta persetujuan Pak Jamal. Tanpa berpikir panjang lagi, Pak Jamal mengambil kep
Kalau Robin pembunuh Faisal, kenapa ayahnya mengatakan bukan. Nabilah jadi bingung dan harus mencari tahu sendiri kebenarannya. "Pak, Bu, apakah benar semua itu?" tanya Nabilah ingin tahu sambil menatap kedua orang tuanya secara bergantian."Nabilah sini Nak, jangan pergi lagi!" Bu Asma langsung memeluk putrinya dengan erat karena takut kehilangan anak lagi. "Robin sudah ceritakan semuanya sama Bapak. Kalau dia memang pelakunya, mana mungkin Robin memilih hidup seperti itu hanya untuk memenuhi janjinya kepada Faisal," ujar Pak Jamal kemudian. Nabilah kembali bertanya, "Memangnya Bang Robin janji apa sama Kang Faisal?" "Melindungimu, sampai punya suami. Tapi kamu justru memilihnya," jawab Pak Jamal yang membuat Nabilah terkejut. Ternyata banyak rahasia Robin yang belum ia ketahui. "Ibu mohon kepadamu, jangan pergi lagi Nabilah!" pinta Bu Asma untuk kesekian kali. Nabilah kemudian menenangkan ibunya, "Ibu jangan takut, Bilah tidak akan pergi dari rumah ini!" Bu Asma tampak tenang
Setelah melumpuhkan orang suruhan Sadewa dengan mudah, Robin menuju ke salah satu rumah di Jakarta. Ia menatap nanar foto sepasang suami istri yang tampak bahagia bersama seorang anak kecil berusia tiga tahun. Di tempat inilah Bara Sadewa dilahirkan dan merubah menjadi Robin lima tahun yang lalu. "Beberapa bulan yang lalu Tuan Sadewa datang ke sini. Beliau terlihat sedih dan khawatir sekali setelah tahu Den Bara diam-diam menghilang," ujar Pak Ali yang menjaga dan mengurus rumah ini.Robin tertawa di dalam hati mendengar Sadewa sedih karenanya. Itu mustahil karena ia tahu betul sifat ayahnya. Tiba-tiba sampai terdengar panggilan masuk dari handphone orang suruhan Sadewa yang diambil Robin."Halo Ron, kalian sudah sampai mana?" tanya Sadewa dari seberang sana. "Aku sedang berada di rumah Jakarta. Kau butuh aku kan, kutunggu di sini dalam waktu satu jam. Lebih dari itu, silahkan cari aku lagi!" sahut Robin yang segera mematikan sambungan itu. Robin kemudian duduk dengan santai sambi
Kondisi Bu Asma masih drop karena belum bisa menerima kenyataan yang sebenarnya soal Robin. Apalagi sekarang putrinya telah menjadi bagian dari keluarga Sadewa. Ia takut Nabilah bernasib sama dengan faisal. "Ibu makan dulu ya, sedikit saja. Habis itu minum obat!" ujar Nabilah yang hendak menyuapi, tetapi Bu Asma menolak dengan menggeleng."Kalau Ibu mau makan, Bilah janji akan tetap tinggal di rumah ini!" bujuknya kemudian. Bu Asma kemudian menyahuti, "Bohong nanti kalau Robin ngajak ngontrak pasti kamu akan ikut dengannya.""Paling kalau ngontrak di depan rumah Bu. Jadi Bilah bisa setiap hari ke sini!" sahut Nabilah lagi."Ibu nggak percaya, nanti kamu diam-diam kabur sama Robin!" Bu Asma yang tetap takut ditinggal Nabilah. Nabilah tampak menghela napas panjang dan tidak tahu harus membujuk ibunya dengan cara apa lagi. "Bilah, beres-beres dapur saja. Biar Bapak yang menyuapi Ibu!" seru Pak Jamal yang segera menggantikan Nabilah. Nabilah memberikan piring yang berisi nasi ke t