Robin sedang sibuk di depan laptop. Robin tampak terkejut melihat kedatangan ibunya yang tiba-tiba dan langsung menghentikan kegiatannya. "Ada apa Mom, kenapa mencariku?" tanya Robin langsung menghampiri karena tidak mau ibunya tahu apa yang sedang dikerjakannya. Mom Sandra balik bertanya, "Seharusnya Mom yang tanya, kamu ngapain di sini dan membiarkan Nabilah sendirian di kamar, pada malam pertama kalian?" "Nabilah sudah tidur dan aku nggak tega membangunkannya," ujar Robin memberikan alasan. "Itu bukan jawaban, apa kamu tahu Nabilah sampai kehausan dan mengambil sendiri minum ke dapur dengan ketakutan?" Mom Sandra tidak dapat menahan emosinya lagi. Robin langsung mengalihkan pembicaraan, "Aku akan kembali ke kamar.""Mom belum selesai bicara, jawab sekarang juga!" seru Mom Sandra dengan lantang. "Aku kan sudah bilang dari awal. Belum siap terikat dengan wanita mana pun. Sampai semuanya selesai terungkap," jawab Robin dengan serius. Mom Sandra menatap Robin dengan tajam dan b
Mentari tampak meninggi ketika ibu-ibu sedang belanja di tukang sayur. Selain memilih belanjaan, mereka juga membahas apa saja. Mulai dari harga cabe yang mahal sampai pernikahan Robin dan Nabilah secara hukum. "Sepertinya Robin anak orang kaya. Semalam Bang Udin bawa berkat banyak dan enak-enak lauknya," ujar istri Udin yang langsung jadi pusat perhatian mak-mak. "Iya, nikahnya juga di vila gede kata Mas Supri. Jadi nyesel aku nggak ikut kemarin," sahut Bu Sri menimpali. "Aku juga tadinya mau ikut. Eh nggak boleh sama Bu Asma," timpal tetangga Pak Jamal. Bu Asma tiba-tiba datang dan menanggapi, "Ibu-Ibu denger baik-baik ya! Wajar lah makanannya enak-enak karena Robin tidak bawa hantaran lamaran, terus yang dateng juga sedikit. Kalau soal vila pasti pinjam itu karena dia penjaga di sana. Jadi mana mungkin Robin orang kaya, jemput bapak-bapak saja pakai angkot." "Iya ya benar juga," lirih ibu-ibu lainnya. "Nanti Robin sama Nabilah tinggal di mana Bu Asma?" tanya Bu Sri kemudian.
"Mati lampu, ada pohon tumbang yang menimpa gardu listrik!" ujar salah satu penjaga vila memberitahu. "Abang, ayo cepat masuk Bilah takut!" ujar Nabilah sambil memeluk punggung Robin dengan erat. Sebenarnya vila itu tidak terlalu gelap karena setiap ruangan ada lampu gantungnya dan lilin yang cukup besar untuk kamar. Serta perapian di ruang keluarga. "Bilah di sini dulu ya, Abang mau nyalakan lilin dulu!" pesan Robin sambil menurunkan Nabilah di atas kasur. Robin segera mencari korek api dan menyundut lilin. Sehingga cahaya berpendar menerangi kamar itu. "Momi dan Om Hans nggak bisa pulang karena jalan ke vila ditutup untuk sementara. Jadi mereka bermalam di penginapan terdekat," ujar Robin sambil membaca pesan dari Mom Sandra. Namun, bagi Nabilah yang phobia gelap. Cahaya lilin masih membuatnya takut. "Abang sini, temani Bilah!" seru Nabilah yang mulai ketakutan. Robin segera menuju ke ranjang dan naik menemani istrinya yang berada di atas kasur. Tiba-tiba terdengar suara su
Abas hari ini datang ke rumah Pak Jamal. Untuk memberitahu informasi penting seputar Robin. Ia tidak berniat memprovokasi, tetap hanya ingin melindungi Nabilah dari hal-hal yang tidak terduga. Tentu saja Pak Jamal menyarankan Abas datang di saat Bu Asma tidak ada di tempat. "Bapak harus tahu siapa Robin sebenarnya!" ujar Abas membuka pembicaraan. "Bapak sudah tahu, kemarin sebelum akad ibunya Robin sudah mengatakan semua dengan jujur," jawab Pak Jamal tanpa terkejut sama sekali.Abas kembali menegaskan, "Maksud saya kebiasaan Robin sebelum jadi preman kampung." "Bapak rasa seburuk apa pun itu adalah masa lalu Robin. Sekarang dia sudah banyak berubah menjadi orang baik dan Nabilah sangat mencintainya," ujar Pak Jamal yang tidak mau menilai seseorang dari masa lalunya."Baiklah, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk menanyakan apakah kasus pembunuhan Faisal mau diusut lagi atau tidak?" tanya Abas minta persetujuan Pak Jamal. Tanpa berpikir panjang lagi, Pak Jamal mengambil kep
Kalau Robin pembunuh Faisal, kenapa ayahnya mengatakan bukan. Nabilah jadi bingung dan harus mencari tahu sendiri kebenarannya. "Pak, Bu, apakah benar semua itu?" tanya Nabilah ingin tahu sambil menatap kedua orang tuanya secara bergantian."Nabilah sini Nak, jangan pergi lagi!" Bu Asma langsung memeluk putrinya dengan erat karena takut kehilangan anak lagi. "Robin sudah ceritakan semuanya sama Bapak. Kalau dia memang pelakunya, mana mungkin Robin memilih hidup seperti itu hanya untuk memenuhi janjinya kepada Faisal," ujar Pak Jamal kemudian. Nabilah kembali bertanya, "Memangnya Bang Robin janji apa sama Kang Faisal?" "Melindungimu, sampai punya suami. Tapi kamu justru memilihnya," jawab Pak Jamal yang membuat Nabilah terkejut. Ternyata banyak rahasia Robin yang belum ia ketahui. "Ibu mohon kepadamu, jangan pergi lagi Nabilah!" pinta Bu Asma untuk kesekian kali. Nabilah kemudian menenangkan ibunya, "Ibu jangan takut, Bilah tidak akan pergi dari rumah ini!" Bu Asma tampak tenang
Setelah melumpuhkan orang suruhan Sadewa dengan mudah, Robin menuju ke salah satu rumah di Jakarta. Ia menatap nanar foto sepasang suami istri yang tampak bahagia bersama seorang anak kecil berusia tiga tahun. Di tempat inilah Bara Sadewa dilahirkan dan merubah menjadi Robin lima tahun yang lalu. "Beberapa bulan yang lalu Tuan Sadewa datang ke sini. Beliau terlihat sedih dan khawatir sekali setelah tahu Den Bara diam-diam menghilang," ujar Pak Ali yang menjaga dan mengurus rumah ini.Robin tertawa di dalam hati mendengar Sadewa sedih karenanya. Itu mustahil karena ia tahu betul sifat ayahnya. Tiba-tiba sampai terdengar panggilan masuk dari handphone orang suruhan Sadewa yang diambil Robin."Halo Ron, kalian sudah sampai mana?" tanya Sadewa dari seberang sana. "Aku sedang berada di rumah Jakarta. Kau butuh aku kan, kutunggu di sini dalam waktu satu jam. Lebih dari itu, silahkan cari aku lagi!" sahut Robin yang segera mematikan sambungan itu. Robin kemudian duduk dengan santai sambi
Kondisi Bu Asma masih drop karena belum bisa menerima kenyataan yang sebenarnya soal Robin. Apalagi sekarang putrinya telah menjadi bagian dari keluarga Sadewa. Ia takut Nabilah bernasib sama dengan faisal. "Ibu makan dulu ya, sedikit saja. Habis itu minum obat!" ujar Nabilah yang hendak menyuapi, tetapi Bu Asma menolak dengan menggeleng."Kalau Ibu mau makan, Bilah janji akan tetap tinggal di rumah ini!" bujuknya kemudian. Bu Asma kemudian menyahuti, "Bohong nanti kalau Robin ngajak ngontrak pasti kamu akan ikut dengannya.""Paling kalau ngontrak di depan rumah Bu. Jadi Bilah bisa setiap hari ke sini!" sahut Nabilah lagi."Ibu nggak percaya, nanti kamu diam-diam kabur sama Robin!" Bu Asma yang tetap takut ditinggal Nabilah. Nabilah tampak menghela napas panjang dan tidak tahu harus membujuk ibunya dengan cara apa lagi. "Bilah, beres-beres dapur saja. Biar Bapak yang menyuapi Ibu!" seru Pak Jamal yang segera menggantikan Nabilah. Nabilah memberikan piring yang berisi nasi ke t
Tapi aku minta berhentilah untuk memata-matai kehidupanku lagi. Kamu sudan punya Lucy dan Bryan jadi biarkan aku hidup tenang bersama Hans!" sahut Mom Sandra dengan tegas. Sadewa memang egois, dia sudah memiliki kehidupan yang baru. Akan tetapi, tidak mau melepaskan rasa cintanya kepada Sandra. Wanita itu baginya seperti matahari, tegas, pintar dan berani. Sementara itu Lusy bagaikan rembulan, lemah lembut dan sangat penurut. Sadewa ingin memiliki keduanya, tetapi sayang Sandra tidak mau dipoligami."Baiklah, aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu lagi," sahut Sadewa yang segera meninggalkan rumah Sandra.Sandra kemudian menceritakan pembicaraannya dengan Sadewa kepada Hans secara garis besarnya saja."Aku belum pernah melihat Sadewa serapuh ini. Pantas Bryan jarang terlihat lagi ternyata dia sakit. Pasti pertemuannya dengan Bara membuatnya semakin terpuruk," ujar Hans sambil menatap kepergian Sadewa dari balik jendela. Sandra memberikan pendapatnya, "Bara memang keras, pad
Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
"Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut
Setelah mendapatkan perawatan yang intensif, kondisi Bryan perlahan mulai membaik. Selama di rumah sakit, Bara selalu menemani dan mensuportnya. Agar Bryan siap menerima takdir dan semangat lagi untuk menjalani hidupnya. "Terima kasih sudah merawataku Kak!" ucap Bryan ketika baru saja masuk ke mobil dan meninggalkan rumah sakit. "Aku sudab memutuskan untuk pindah ke Singapura lagi. Banyak hal yang harus diselesaikan, bisa saja besok aku akan menyusul papi bukan?" ujar Bryan yang pasrah akan takdir hidupnya."Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Sekarang papi sudah tidak ada menikahlah dengan Monica. Dia masih menunggumu sampai saat ini!" saran Bara agar Bryan tidak patang asa menjalani kehidupannya. Namun, Bryan menolak usul Bara dan memberikan alasannya, "Aku dan Monica tidak akan bersatu lagi karena keluarganya minta lima puluh persen bagian harta keluarga Sadewa."Bara cukup terkejut mendengarnya dan bertanya, "Kenapa tidak kamu berikan?" "Aku tidak akan membiarkan mere
Bara langsung menghubungi Bryan melalui vidio call untuk memberitahu kalau ayah mereka sudah tiada. Tentu saja kabar itu membuat adiknya sangat terkejut dan syok. "Papi sudah tiada, tadi habis salat subuh beliau telah pergi," ujar Bara dengan suara yang bergetar. "Inalillahi wainnalillahirojiun, ya Allah aku baru mau terbang ke Singapura untuk menghadiri rapat komisaris. Habis itu ke Jakarta, menjenguk Papi. kenapa kakak nggak bilang kalau Papi sakit. Aku pasti pergi dari kemarin?" ucap Bryan dengan suara yang parau. Bara memberikan penjelasan, "Papi tidak sakit, aku pun tidak tahu kalau beliau mau berpulang. Cuma semalaman aku menemaninya yang tidak tidur. Ternyata Papi tidur menjelang pagi untuk selamanya." Mereka kemudian membahas di mana Sadewa akan dikebumikan. Akhirnya Kakak beradik itu sepakat ayah mereka dikuburkan di salah satu pemakaman elit di Indonesia saja. "Sepertinya kami tidak mungkin menguburkan setelah zuhur, kasihan papi kalau kelamaan. Jadi kemungkinan kamu t
Nabilah tampak terkejut ketika suaminya sudah pulang dari inggris, padahal baru dua hari. Namun, ia tidak berani bertanya karena Bara terlihat begitu lelah. Setelah istirahat dan makan baru mereka memulai pembicaraan."Kenapa sudah pulang, bagaimana kabar papi, Bang?" tanya Nabilah ingin tahu. "Papi baik-baik saja, Abang sudah pulang karena kita mau pindah rumah," jawab Bara yang membuat Nabilah terkejut. "Kita mau pindah ke mana Bang?" tanya Nabilah ketika mendengar keinginan Bara. Selama ini mereka menempati rumah Pak Jamal. "Ke rumah papi dan mami di Jakarta," jawab Bara yang segera menjelaskan alasannya. "Apakah Bilah siap dan bersedia membantu Abang?"Nabilah mengangguk seraya menjawab, "Insya Allah Bilah siap lahir batin mendukung dan menemani Abang untuk menjadi anak yang berbakti." Ia akan mengikuti ke mana pun Bara mengajaknya. "Ya sudah, kamu siap-siap ya, rapikan semua pakaian kita. Abang mau ngomong sama Bapak!" serunya kemudian. Bara segera menemui Pak Jamal dan men