"Kakak terpaksa karena Robin terus mendesak," jawab Abas yang segera menceritakan alasannya menembak Robin. Ketika Robin sedang memiting Abas, sempat terjadi percakapan singkat yang membuat pria itu harus mengambil sebuah keputusan terbilang cukup nekat. "Apabila aku berhasil menghabisimu, maka aku akan dakwa melakukan pembunuh berencana. Tapi jika sebaliknya pasti dia menembakmu karena aku melihat ada pistol di pinggangnya. Setelah itu dia akan memiliki Nabilah tanpa penghalang," ujar Robin yang membuat Abas berpikir. "Jadi kita harus bagaimana, dia menyandera Nabilah?" tanya Abas yang bingung harus melakukan apa. "Tembak aku, kau tidak datang sendirian kan begitupun denganku. Ketika mendengar suara tembakan, mereka akan langsung menyerbu tempat ini dan membantumu untuk menyelamatkan Nabilah. Cepat lakukan!" seru Robin dengan sebuah rencana yang sudah dipikirkannya dengan matang. Abas menolak perintah Robin, "Aku tidak selicik itu!" "Cepat waktu kita tidak banyak atau kita aka
"Panggil dokter, Robin sudah siuman!" ujar Risa dengan senang, meskipun tidak suka pria yang dicintainya menyebut nama wanita lain. Tidak lama kemudian dokter dan suster dateng untuk memeriksa kondisi Robin. "Alhamdulillah, pasien sudah melewati masa kritisnya. Tapi masih membutuhkan perawatan yang intensif agar lukanya cepat sembuh!" ujar dokter sambil menyarankan. "Tolong berikan perawatan yang terbaik Dok. Saya akan bayar, berapa pun biayanya!" seru Risa yang ingin Robin sembuh seperti sedia kala.Dokter kemudian menyahuti, "Kami akan memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin. Tapi tolong bantu kesembuhan pasien dengan doa juga!" Dokter tidak bisa memastikan karenamanusia hanya bisa berusaha dan hasilnya hanya tetap Allah yang menentukan.Beberapa saat kemudian kesadaran Robin sudah kembali. Akan tetapi, ia terlihat lemah karena luka di dadanya masih basah dan terasa sakit sekali. "Syukurlah, akhirnya kau selamat juga Bin," ujar Tigor dengan senangnya. "Nabilah mana?" tany
Nabilah sedang sakit!" ujar Abas yang membuat Robin terkejut. Tiba-tiba luka tembak di dadanya berdenyut nyeri ketika mendengar Nabilah sakit. "Nanti dia juga akan sembuh," sahut Robin yang tidak mau menjadi penghalang bersatunya Nabilah dan Abas. "Aku pasti akan datang ke rumah Pak Jamal, tapi bukan menjenguk Nabilah. Melainkan untuk membebaskannya.""Terserah kamu, atas nama kepolisian dan secara pribadi aku mengucapkan terima kasih. Atas tindakan nekat yang kamu lakukan, kita semua bisa selamat. Jujur kau memang hebat baik dalam bertarung maupun menganalisa sebuah kasus. Sepertinya aku harus belajar banyak darimu," ucap Abas sambil memuji. Robin tampak tersenyum simpul dan menyahuti, "Kau terlalu berlebihan, sebenarnya dirimu juga hebat. Tapi sayang cepat emosi ketika seseorang yang kau cintai terancam keselamatannya.""Iya, aku memang gampang panik. Sepertinya aku harus belajar banyak darimu," sahut Abas mengakui kekurangannya."Sampaikan salamku untuk Nabilah katakan kepadan
Gerimis menyapa bumi, Nabilah memandang semua itu dengan tatapan sendu. Tidak ada senyum yang tersungging dari bibirnya. Ia ibarat bunga yang layu di bawah tetesan hujan. Nabilah terus memikirkan keadaan suaminya dan menyesal telah pergi waktu itu. Seharusnya apa pun yang terjadi ia tetap berada di sisi Robin.Nabilah tidak peduli ketika pintu kamarnya terbuka. Bahkan ia enggan menoleh untuk mengetahui siapa gerangan yang datang. Pak Jamal dan Bu Asma duduk di samping putrinya menemai Abas yang datang menjenguk."Kakak sudah bertemu dengan Robin. Keadaanya baik-baik saja dan titip salam untuk Bilah!" ujar Abas memberitahu yang membuat Nabilah menoleh. "Benarkah, kapan Bang Robin pulang?" tanya Nabilah setelah beberapa hari membungkam dalam kesedihan. Abas menatap Nabilah dengan saksama. Ia dapat melihat cinta yang besar dari mata teduh gadis itu, tetapi entah untuk siapa. Namun, dirinya tidak habis pikir. Kenapa Robin merelakan nyawanya untuk Nabilah. Apakah mungkin pria itu mencint
"Janji jadi suami Nabilah," jawab Robin kembali. "Apa yang membuatmu merasa tidak pantas menjadi suami Nabilah? Uang kau banyak, bertanggungjawab, rajin salat?" tanya Tigor dengan heran.Robin tahu Tigor ingin mengetahui rahasia dirinya. Ia kemudian berkata tanpa memberikan jawaban, "Nabilah gadis soleha dan aku preman kampung. Sampai kapan pun kami tidak akan pernah bisa bersatu.""Kau mungkin bisa pergi dari kampung ini, tapi tidak akan pernah dapat melupakan Nabilah!" ujar Tigor dengan yakin. "Kau memang benar, aku tidak akan pernah bisa melupakan Nabilah. Apalagi janji yang membuat kami harus bersama, tapi aku harus pergi," batin Robin yang akan menjalankan sebuah tanggungjawab. "Aku mau istirahat dulu!" ujar pria itu yang segera masuk ke ruang pribadinya. Ia kemudian menghidupkan ponsel dan membaca email penting yang membuatnya sangat terkejut."Kau harus kembali atau akan kehilangan untuk selamanya!" Jantung Robin langsung berdetak cepat ketika melihat seorang wanita terbari
Hari berganti hari, sudah hampir sebulan Robin tidak juga menepati janjinya datang ke rumah Pak Jamal. Padahal sudah dicari ke mana-mana, bahkan Abas juga tidak bisa menemukan Robin yang seperti hilang ditelan bumi. Nabilah tetap beraktivitas seperti biasa dan selalu menunggu kedatangan suaminya. Sehingga bisik-bisik tetangga pun mulai terdengar pedas. Ada yang bilang Nabilah selalu sial memiliki suami. Apalagi sekarang statusnya digantung oleh Robin."Nabilah menunggu kedatangan Robin seperti pungguk merindukan bulan," ujar tetangga di sekitar rumah Pak Jamal. Ibu-ibu yang lainnya pun ikut menimpali, "Iya kasihan banget Nabilah, mau menikah lagi juga tidak bisa karena masih jadi istri orang.""Saya juga heran kenapa nasib dia apes terus dalam urusan asmara. Eh sekalinya dapat jodoh preman dan sekarang ditinggal pula," sahut warga lainnya. Nabilah yang kebetulan lewat tidak sengaja mendengar percakapan itu. Gunjingan warga seperti ribuan jarum yang menusuk hatinya. Mereka langsung
"Kampung Rantau akan dirubah menjadi perumahan seperti kampung Jawara. Kasihan penduduk yang sudah menetap berpuluh-puluh tahun harus hengkang dari sini, kecuali mereka memiliki surat rumah," ujar Tigor memberitahu. Robin tampak berpikir sejenak dan berujar, "Nanti aku pikirkan caranya membantu penduduk. Sekarang aku mau ke rumah Nabilah dulu, jaga dirimu baik-baik sobat!" ujar Robin sambil beranjak. "Mana nomormu yang baru!" seru Tigor kemudian. Tanpa menoleh lagi Robin mengatakan, "Masih yang lama sudah aktif lagi kok."Terdengar suara bel berdering, menandakan jam pelajaran telah berakhir. Setelah salat zuhur para siswa tampak berhamburan ke luar dari Madrasah. Setelah murid-murid sudah pulang semua, kini para guru yang mulai kembali ke rumah mereka.Sepasang mata elang terus mengawasi pintu gerbang. Seolah sedang menunggu kekasih yang sudah lama tak bersua. Namun, keinginan itu berubah jadi pertanyaan. Ketika melihat Pak Jamal pulang sendiri. Di mana kah pujaan hati berada. Pa
Setelah bertemu dengan Robin, kesehatan Nabilah semakin membaik karena semangatnya untuk sembuh begitu besar. Ia ingin memenuhi janjinya untuk memberikan senyuman ketika menyambut kedatangan Robin nanti.Tentu saja Abas sudah diberitahu akan keputusan Nabilah yang memilih tetap menjadi istri Robin. Pria itu tidak marah atau dendam karena menurutnya Nabilah berhak untuk memilih. Lagipula cinta tidak harus memiliki dan kalau jodoh pasti tidak akan ke mana. Kini ia akan fokus pada karirnya saja dulu. Untuk menangani kasus-kasus selanjutnya."Maaf ya Nak Abas, Bapak tidak bisa memaksakan kehendak. Nabilah sendiri yang memutuskan untuk memilih. Padahal Robin sudah siap menjatuhkan talak!" ucap Pak Jamal apa adanya. "Iya Pak, saya sangat mengerti, mungkin Robin adalah jodoh Nabilah," sahut Abas kemudian. Beda halnya dengan Bu Asma, sejak mengetahui Nabilah lebih memilih Robin menjadi suaminya daripada Abas. Bu Asma belum ikhlas memberikan restu dan terpaksa mau tidak mau menuruti kemauan