Home / CEO / Suamiku Bukan Pegawai Biasa / Langkah Awal Balas Dendam

Share

Langkah Awal Balas Dendam

Author: mangpurna
last update Last Updated: 2024-08-21 10:08:20

"Namun... aku tahu ciri-cirinya. Mungkin kamu kenal dengannya. Aku juga masih menyimpan nomor teleponnya."

Adrian menaikkan alisnya, ada kilatan ketertarikan di matanya. "Ceritakan ciri cirinya padaku," pintanya, kali ini dengan nada yang lebih lembut.

"Dia... pria tinggi, mungkin sekitar 180 cm. Rambut hitam pendek, mata cokelat tajam. Ada bekas luka kecil di alis kanannya," Budi memulai, matanya menerawang seolah berusaha mengingat setiap detail. "Dia selalu mengenakan jam tangan mewah di tangan kirinya, Rolex kurasa."

Adrian mengernyitkan dahi, otaknya berputar mencoba mencocokkan deskripsi itu dengan orang-orang yang ia kenal. "Lanjutkan," ujarnya singkat.

"Dia cukup tampan, untuk seukuran pria.Oh, dan dia punya tato di pergelangan tangan kanannya, bentuknya seperti... ular melilit pedang, kurasa."

Mendadak, mata Adrian melebar. Ia mengenali deskripsi itu. Dia mengingat pernah melihat tato itu di seorang laki laki yang pernah berkelahi dengannya. Tangannya mencengkeram botol minum
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Jaring Konspirasi

    Sejenak, Daniel terdiam. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Kemudian, ia kembali menatapDaniel menyeringai lebar, matanya berkilat penuh ambisi saat ia mulai menjelaskan rencananya pada Dimas. Suaranya rendah dan penuh percaya diri."Tentu saja aku yakin, Dimas. Kali ini, rencanaku pasti akan berhasil," ujar Daniel, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme yang menunjukkan kegelisahannya.Dimas mengangguk perlahan, terlihat sedikit ragu. "Baiklah, Daniel. Aku percayakan semuanya padamu. Aku ingin kau cepat memisahkan mereka. Aku tidak tahan melihat adikku menderita lebih lama lagi."Daniel menepuk bahu Dimas, berusaha meyakinkannya. "Tenang saja, kawan. Serahkan saja semuanya padaku."Sejenak, Daniel terdiam. Matanya menerawang, seolah sedang memikirkan sesuatu. Kemudian, ia kembali menatap Dimas dengan serius."Tapi... aku butuh bantuanmu, Dimas," ujarnya pelan. "Aku perlu seseorang yang bisa membantuku menjalankan rencana ini."Dimas menegakkan tubuhnya, terlihat tertarik. "Te

    Last Updated : 2024-08-22
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Sebuah syarat dari Daniel

    Setelah beberapa saat hening, Dimas tiba-tiba bangkit dari kursinya, matanya berbinar penuh harapan. Suara kursi yang berderit memecah kesunyian ruangan, membuat semua kepala menoleh ke arahnya."Ayah," ujarnya dengan nada yang bergetar karena antusiasme, "aku tahu siapa yang bisa membantu kita!"Pak Hartono yang tadinya tertunduk lesu, kini mengangkat kepalanya. Seberkas harapan mulai muncul di matanya yang lelah. "Siapa, Dimas? Siapa yang bisa menyelamatkan perusahaan kita?"Dimas menarik napas dalam sebelum menjawab, "Daniel, yah. Daniel bisa membantu kita."Ruangan itu seketika dipenuhi bisik-bisik. Pak Hartono mengerutkan keningnya, "Daniel? Maksudmu Daniel Prawira, sepupu Reza pemilik Prawira Group itu?"Dimas mengangguk mantap. "Ya, ayah. Daniel adalah teman baikku juga. Perusahaannya sedang dalam masa ekspansi. Aku yakin dia akan tertarik untuk berinvestasi di proyek kita."Pak Joko, salah satu direksi, angkat bicara dengan nada ragu, "Tapi pak Dimas, bukankah Prawira Group be

    Last Updated : 2024-08-24
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Ketukan di malam hari

    Sebenarnya Dinda sudah ada di kafe itu sejak dari tadi, karena dia ada janji dengan temannya. Niatnya semula untuk menemui Dimas di mejanya sirna begitu melihat raut wajah suaminya yang tegang. Rasa penasaran mengalahkan keinginannya untuk bergabung. Ia memilih untuk menguping, berusaha menangkap setiap kata yang terucap dari bibir dua pria itu.Setiap kalimat yang tertangkap telinganya membuat jantung Dinda berdegup kencang. Proyek gagal, kerugian besar, ancaman kebangkrutan - semua ini bagaikan pukulan telak baginya."Aku tidak mau jatuh miskin," gumamnya, matanya berkaca-kaca membayangkan kehidupan mewahnya yang terancam. "Apa kata teman-teman sosialitaku nanti kalau tahu suamiku bangkrut?"Ketika nama Anisa disebut-sebut dalam percakapan tadi, Dinda menajamkan pendengarannya. Rencana Daniel untuk membantu dengan syarat tertentu membuat otaknya berputar cepat, mencari celah untuk menyelamatkan gaya hidupnya.Setelah Dimas dan Daniel pergi, Dinda masih duduk terpaku di tempatnya. Pik

    Last Updated : 2024-08-25
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Tamu tak diundang

    Pintu mobil terbuka, dan Anisha turun dengan hati-hati. Satu tangannya memegang tas kerja, tangan lainnya mengelus perutnya yang mulai membuncit lima bulan."Sayang, kau sudah pulang," Adrian menyambut, bergegas membantu istrinya.Mereka duduk di sofa, dan Adrian mulai menceritakan kejadian malam itu dengan detail. Mata Anisha melebar, ekspresinya berganti-ganti antara kaget, cemas, dan iba."Ya Allah, kasihan sekali wanita itu," Anisha bergumam, tangannya menggenggam erat tangan Adrian. "Kau melakukan hal yang benar, sayang."Adrian menatap istrinya ragu, ada kekhawatiran di matanya. "Kau... benar-benar tidak marah? Aku membiarkan wanita asing masuk saat kau tidak ada. Bahkan dia... dia memelukku tadi."Anisha terdiam sejenak, matanya menatap dalam ke mata suaminya. Kemudian, sebuah senyum lembut tersungging di bibirnya. "Mas, dengarkan aku," ujarnya sambil membelai pipi suaminya. "Kau menolong seseorang yang benar-benar membutuhkan. Itu salah satu alasan aku jatuh cinta padamu. Soal

    Last Updated : 2024-08-25
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Ultimatum dan Pengkhianatan

    Secepat kilat, Bu Widya membekap mulut Bu Retno dengan tangannya yang kurus. "Ah, nggak kok Nis. Kita cuma lagi bahas... err..." matanya bergerak liar mencari alasan."Resep bolu!... ya resep bolu" Bu Lastri menimpali gugup, tangannya memainkan ujung kerudung semakin cepat. "Bu Retno baru dapet resep baru. Iya kan, Bu?" dia menyikut lengan Bu Retno yang masih dibekap.Anisa mengangkat alis, jelas bingung dengan tingkah aneh para tetangganya ini. Matanya bergulir dari satu ibu ke ibu lainnya. "Oh begitu... Ya sudah, kalau begitu saya masuk dulu ya Bu. Capek nih abis kerja. Tapi nanti kabarin ya kalo resep bolunya ternyata enak!"Setelah Anisa menghilang di balik pagar rumahnya, ketiga ibu-ibu itu menghela napas lega bersamaan.

    Last Updated : 2024-08-26
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Ketegangan di Ruang Tamu

    Siska melangkah maju, matanya menatap tajam ke dalam mata Reza. "Kau... kau masih menyimpan rasa untuk Anisa, kan?""Apa?" Reza tersedak. "Tidak! Tentu saja tidak, Siska! Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?""Lalu kenapa?" Siska menuntut. "Kenapa kau begitu peduli pada perasaan Anisa? Kenapa kau bilang ini tidak adil untuknya?"Reza panik. Otaknya berpacu mencari alasan. "Dengar, Siska. Aku tidak punya perasaan apa-apa pada Anisa. Sungguh!"Siska menggeleng, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Bohong! Aku selalu merasa... selalu curiga... Ternyata benar."Reza, menyadari situasi yang semakin genting, melangkah maju dan meraih tangan Siska. "Sayang, dengarkan aku. Aku mengatakan itu karena... karena aku mengkhawatirkan reputasi keluarga Hartono."Siska mengerjap, kebingungan tergambar di wajahnya. "Reputasi keluarga?"Reza mengangguk cepat, memanfaatkan celah ini. "Ya. Coba pikir. Bagaimana pandangan publik jika tahu putri Hartono Corp dipaksa menikah demi menyelamatkan

    Last Updated : 2024-08-27
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Badai di Rumah Anisa

    Sore itu, di bawah pohon mangga yang rindang, trio "Detektif Kompleks" masih terengah-engah setelah misi pengintaian mereka yang gagal. Bu Retno mengipasi wajahnya yang memerah dengan ujung dasternya, Bu Lastri sibuk merapikan kerudungnya yang berantakan, sementara Bu Widya membersihkan kacamatanya yang berembun."Duh, gagal total," keluh Bu Lastri, menghela napas panjang.Bu Retno baru saja akan menjawab ketika matanya menangkap kilau mobil tua yang familiar. "Eh, lihat! Itu mobilnya Anisa!"Tanpa pikir panjang, Bu Retno melompat berdiri, tangannya melambai-lambai liar ke arah mobil yang mendekat."Bu Retno! Jangan!" Bu Widya berusaha menahan, tapi terlambat.Anisa, dengan wajah bingung, menghentikan mobilnya. Dia menurunkan kaca jendela, alisnya terangkat melihat wajah-wajah tegang para tetangganya."Ada apa, Bu? Kok kayaknya pada panik gitu?" tanya Anisa, senyum sopan tersungging di bibirnya.Bu Retno menelan ludah, matanya melirik Bu Lastri dan Bu Widya sekilas sebelum kembali ke

    Last Updated : 2024-08-28
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kesalahpahaman yang melukai

    Adrian mengangkat kedua tangannya, seakan mencoba menenangkan situasi yang sudah jelas di luar kendali. “Dengar, ini tidak seperti yang kau bayangkan,” katanya dengan suara putus asa. “Ini... ini Intan. Dia wanita yang selalu aku ceritakan padamu. Dia sudah kuanggap hanya sebagai teman.”"Teman?!" Anisa menatapnya dengan tatapan tak percaya. "Lalu kenapa dia setengah telanjang di kamar kita? Adrian, jelaskan!"Adrian mengusap wajahnya dengan tangan, gugup dan bingung. "Intan datang untuk mengunjungi kita. Ketika dia akan pulang, tiba-tiba dia pingsan. Aku... aku tidak tahu harus berbuat apa, jadi aku membawanya ke kamar kita. Aku ingin membaringkannya di sofa, tapi sofa kita cuma dua seater, aku khawatir tulang belakangnya bermasalah. Jadi aku pikir lebih baik menaruhnya di tempat tidur. Aku baru saja mau menelepon ambulans saat kamu tiba."Anisa berdiri diam, mencoba mencerna penjelasan Adrian. “Lalu, kenapa selimutnya berantakan? Dan kenapa dia tidak memakai b

    Last Updated : 2024-08-29

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   20 menit lagi

    Ketegangan Memuncak di Aditya CorporationDi aula besar Aditya Corporation, suasana semakin panas. Para karyawan berbisik-bisik, saling bertanya-tanya mengenai keberadaan Adrian yang hingga kini belum juga muncul.Di deretan kursi depan, Satya duduk dengan wajah cemas. Pak Benny, yang duduk di sebelahnya, menoleh mendekat dan berbisik pelan, "Pak Satya, bagaimana? Apakah Bapak sudah bisa menghubungi Pak Adrian?"Satya menggeleng, napasnya terdengar berat. "Belum, Pak. Dari tadi nomornya tidak bisa dihubungi. Saya sudah coba berulang kali."Pak Benny mengerutkan kening, semakin khawatir. "Apa Bapak sudah coba menghubungi Pak Aditya?""Sudah, Pak. Kata beliau, Pak Adrian sudah berangkat dari tadi pagi menuju ke kantor. Tapi anehnya, sampai sekarang belum juga sampai," jawab Satya, suaranya memantulkan kegelisahan.Pak Benny mulai gelisah, melihat ke sekeliling aula yang mulai dipenuhi bisik-bisik khawatir dari para karyawan. "Kalau begitu, kem

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Pagi yang menentukan

    Hari yang dinantikan tiba—hari penyerahan jabatan di kantor, dan Adrian tampak penuh percaya diri. Seperti biasa, Anisa, istrinya, menyiapkan segala keperluan suaminya dengan telaten. "Mas, sarapannya sudah siap. Ayo, kita sarapan sama-sama," panggil Anisa dari ruang makan, melihat Adrian masih berdiri di depan cermin, sibuk memasang dasinya."Iya, sayang. Sebentar lagi, tinggal pasang dasi ini saja. Nanti aku ke meja makan," jawab Adrian sambil tersenyum."Baik, Mas. Kalau begitu, aku lihat Alisha dulu ya. Aku mau bangunin dia. Siapa tahu, dia mau sarapan bareng Papa," ujar Anisa sebelum berlalu.Adrian mengangguk ringan. Setelah dasinya rapi, ia turun ke ruang makan, di mana Aditya, ayahnya, sudah menunggu sambil membaca koran pagi."Pagi, Pa," sapa Adrian sembari menarik kursi dan duduk di hadapan ayahnya."Pagi, Nak. Bagaimana? Sudah siap untuk hari ini?" tanya Aditya, menurunkan korannya dan menatap putranya penuh harap."Tentu, Pa. Aku sudah mempersiapkan semuanya dengan matang.

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Balasan untu Reza

    Reza langsung menegang. "Apa? Tidak mau. Aku bukan OB. Kalau kamu mau kopi, suruh saja OB untuk membuatkan," balasnya tegas, mencoba mempertahankan sisa harga dirinya.Namun, Dendi tidak kehabisan akal. Dengan wajah penuh kepura-puraan, ia berkata, "Oh, OB kita sedang sibuk semua. Lagi ada masalah ruangan bocor, jadi mereka semua dikerahkan ke sana.""Tetap saja aku tidak mau. Itu bukan jobdesk-ku!" ucap Reza dengan suara yang mulai meninggi.Dendi tersenyum licik. "Oooh, jadi kamu tidak mau? Baiklah, nanti aku akan buat laporan kalau kamu melawan perintah atasan. Akan ku buat seolah-olah kamu tidak mau bekerja sama. Kau tahu apa akibatnya, kan? Kamu bisa dipecat, Reza. Apalagi sekarang posisimu sudah sangat lemah di perusahaan ini."Reza terdiam. Dalam hati, ia menahan luapan emosinya. "Sialan! Orang-orang di perusahaan ini sekarang semua berani melawanku. Kalau aku tidak mengiku

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Musuh lama

    Reza hanya menoleh sekilas, tanpa berkata apa-apa, dan mengangguk dengan malas. Nindi berjalan di depan, memimpin langkah. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan lain yang mengenal Nindi berusaha bertanya tanpa suara. Dengan hanya menggerakkan bibir, mereka bertanya, "Kenapa Pak Reza?"Nindi, yang sudah terbiasa membaca gerakan mulut rekan-rekannya, hanya menjawab singkat, "Nanti aku ceritakan." Mereka pun mengangguk, sambil memandang Reza dengan penuh tanda tanya.Setelah beberapa menit, mereka tiba di bagian produksi. Nindi berhenti di depan sebuah meja sempit yang diletakkan di pojok ruangan. Di atas meja itu, hanya ada sebuah buku besar yang tampak usang dan tumpukan berkas yang menjulang seperti menara."Ini meja saya? Apa tidak salah?!" ucap Reza terkejut. Ia memandang meja itu seolah-olah melihat sesuatu yang sangat hina. "Dan... di mana laptop saya untuk bekerja?"N

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Turun Jabatan

    Keesokan Pagi di Aditya CorporationPagi itu, Adrian berdiri di depan jendela ruangan Satya, memandang ke luar dengan tatapan tajam. Sinar matahari yang menerobos kaca tidak mampu mengusir dinginnya suasana di dalam ruangan. Di belakangnya, Pak Beni duduk dengan ekspresi tegas, bersiap menghadapi apa yang sudah direncanakan Adrian."Bagaimana, Pak Beni? Apa Anda sudah siap?" tanya Adrian, suaranya datar namun tegas."Saya sudah siap, Pak Adrian untuk mengemban tugas yang akan bapak berikan, sepertinya sudah waktunya semua ini dibenahi," jawab Pak Beni mantap.Adrian mengangguk perlahan. "Bagus. Kalau begitu, ayo kita sekarang pergi keruangan Reza dan memberi pelajaran yang tak akan pernah bisa dia lupakan."Adrian melangkah keluar, diikuti oleh Pak Beni dan Satya. Sepanjang perjalanan ke ruangan Reza, bisik-bisik mulai terdengar di antara karyawan. Wajah Adrian yang jarang terlihat di kantor, serta kehadiran Pak Beni yang legendaris, membuat suasana penuh teka-teki."Siapa mereka? Ken

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   bertemu pak Beni

    Keesokan harinya, Adrian mengajak Satya untuk bertemu dengan Pak Beni, mantan manajer keuangan Aditya Corporation yang sebelumnya dipecat oleh Darco.Sesampainya di depan sebuah rumah sederhana, Adrian bertanya dengan nada ragu, "Satya, kamu yakin ini rumah Pak Beni?""Saya yakin, Pak. Kemarin saya sudah meminta salah satu staf personalia mencarikan alamatnya," jawab Satya tegas."Kalau begitu, ayo kita turun," ucap Adrian sambil membuka pintu mobil.Mereka melangkah ke pintu rumah dan mengetuknya. Ketukan kedua akhirnya membuka pintu, menampilkan wajah Pak Beni yang terlihat terkejut namun dengan senyum ramah seperti biasanya."Pak Adrian?" ucapnya dengan nada tak percaya. Namun ia segera mempersilakan mereka masuk. "Silakan masuk, Pak."Adrian dan Satya mengangguk sopan, mengikuti Pak Beni ke dalam. Mereka duduk di ruang tamu kecil yang nyaman, lalu Pak Beni memanggil istrinya."Darmi, tolong buatkan tiga kopi, ya. Ada tamu yang datang," teriaknya."Siapa yang datang, Pak?" terdenga

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   mengambil alih

    Reza menelan ludah, menahan rasa kesalnya. Namun, ia tidak punya pilihan selain menuruti. “Ba… baik, Pak Adrian,” jawabnya dengan suara pelan.“Bagus,” jawab Adrian singkat, sambil tersenyum dingin. “Sekarang, kau bisa pergi. Dan, aku harap kau tidak mencoba menguping.”Reza mengangguk sekali lagi, wajahnya merah padam karena menahan amarah. Ia melangkah keluar sambil mengepalkan tangannya erat-erat.Setelah pintu tertutup, Darco tertawa kecil untuk mencairkan suasana. “Adrian, kamu benar-benar berubah. Aku kagum melihat sikap tegasmu.”Adrian tetap berdiri tegak, tidak ikut tersenyum. Tatapannya langsung menusuk ke arah Darco. “Om, aku ke sini bukan untuk bermain kata-kata. Aku ingin langsung ke inti pembicaraan kita.”Darco kembali ke kursinya, berusaha terlihat tenang meskipun dadanya bergemuruh. “Baiklah, Adrian. Katakan saja, apa tujuanmu datang pagi-pagi seperti ini?”Adrian mendekat, lalu duduk di kursi berhadapan dengan Darco. Ia meletakkan tangan di meja, menatap Darco dengan

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   OM Darco

    Pak Aditya menghela napas panjang, lalu menatap Adrian penuh keyakinan. "Papa serahkan semuanya padamu, Adrian. Apa pun yang kamu lakukan, Papa akan selalu mendukungmu."Adrian tersenyum lega. "Terima kasih, Pa. Kalau begitu, kami pamit ke kamar dulu."Pak Aditya hanya mengangguk, menatap Adrian, Anisa, dan Alisha dengan perasaan bahagia sekaligus harapan besar di hatinya.Keesokan harinya di Aditya Corporation, suasana di ruangan Darco dipenuhi ketegangan.Darco berdiri mondar-mandir sambil terus melirik ke arah pintu, sementara Reza duduk dengan wajah cemas. "Reza, apakah kamu sudah melihat Adrian datang?" tanya Darco dengan nada mendesak."Belum, Pak. Saya belum melihat Adrian," jawab Reza, sama gelisahnya.Darco menghentikan langkahnya sejenak. "Aku yakin pagi ini dia pasti akan datang untuk mengambil alih perusahaan ini. Ini tidak bisa kita biarkan sebelum kita menjalankan rencana kita untuk mengambil alih semuanya!" katanya dengan nada marah."Jadi, apa yang akan Bapak lakukan?"

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   pertemuan pertama

    Di dalam perjalanan menuju tujuan mereka, suasana di dalam mobil mewah itu penuh dengan percakapan yang mengungkap sisi emosional Adrian dan istrinya, Anisa. Adrian mencoba menjelaskan betapa berat beban yang harus ia pikul selama ini."Begitulah, sayang. Maafkan aku yang tidak bisa menemui kamu selama ini. Karena aku harus menjalankan semua rencanaku sampai benar-benar berhasil," ucap Adrian dengan nada lembut namun tegas.Anisa menggenggam tangan suaminya yang masih memegang kemudi. "Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti posisimu," balas Anisa dengan tulus. Kemudian, dia menatap Adrian, penuh harap. "Tapi, kapan kamu akan merebut kembali Aditya Corporation dari pamanmu itu?"Adrian menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Besok, sayang. Semua rencanaku akan berjalan sesuai jadwal. Apalagi sekarang Reza sudah mengetahui bahwa aku adalah anak dari pemilik Aditya Corporation. Dia pasti akan melaporkan hal ini kepada Om Darco, dan aku yakin Om Darco tidak akan ting

DMCA.com Protection Status