Elina mengetuk jemarinya diatas meja, matanya terus melihat ke detik jam yang berhenti tepat di angka 12.
Ceklek "Mau makan siang apa?" tanya Dina yang tepat waktu dalam hal makan siang. Elina menyunggingkan senyum lalu beranjak dari kursinya. "Aku ingin makan di kantin kantor." "Hah, serius?" Elina hanya mengangguk lalu berjalan melewati Dina begitu saja. "Apa Bu Elina nggak mau makan steak?" "Nggak, aku takut kolesterolku naik. Aku harus menjaga tubuhku agar tetap sehat," jelas Elina membuat Dina bingung. Keduanya lalu masuk ke dalam lift. Tepat di lantai ground, Elina keluar lebih dulu di ikuti Dina di belakangnya. "Apa Ibu yakin akan makan di sini?" "Hm, memangnya kenapa?" tanya Elina sambil matanya melihat keberadaan seseorang. "Bagaimana cara memesan makanan di sini?" Dina pun mengambil nampan berisi piring untuk atasannya lalu berjalan ke menu makanan yang sudah tersusun rapih di sana. "Ibu mau makan apa?" Elina meElina berdiri mematung saat melihat banyak teman-temannya masuk ke dalam ballroom. "Ayo, kita masuk," ajak Angga mengalihkan perhatiannya."Tunggu, sepertinya aku nggak cocok datang ke sini," ujar Elina."Kenapa, apa kamu takut mereka mem-bully-mu lagi?" Elina terkejut saat Angga tiba-tiba saja mengatakan hal yang tak ingin dia dengar. "Kamu juga tahu kan apa yang mereka lakukan kepadaku dulu.""Hm, maka dari itu aku mengajakmu ke sini. Mereka nggak tahu siapa kamu, mereka nggak tau seperti apa orang yang mereka rendahkan selama ini."Dina merangkul lengan Elina lalu berkata, "Kalau nggak mau, kita pulang saja."Elina memegang tangan Dina seolah menahannya. "Aku akan menemui mereka."Angga pun menyunggingkan senyum lalu mengulurkan tangannya, menunggu Elina menyambutnya dengan baik.Mata Elina beralih ke tangan Angga, tapi sedetik kemudian dia malah berjalan lebih dulu. "Ayo, kenapa diam saja."Angga dan Dina hanya melempar pandang sebelum akhirnya keduanya mengikuti langkah Elina.
Elina meneguk wine yang ada di tangannya. Tatapan matanya kosong seolah jiwanya menghilang dari dalam tubuhnya. "Rambutmu masih sakit?" tanya Noah mengusap rambut Elina. Ucapannya cukup mengalihkan perhatian Elina. Dengan kasar dia menepis tangan Noah. "Kenapa kamu bisa ada di sana?" Noah menyandarkan punggungnya di tembok menatap wajah Elina. "Dina menghubungiku," jawabnya. Hening, Elina memalingkan wajahnya. Jujur dia senang Noah datang di waktu yang tepat tapi dia sedikit malu saat Noah dengan lantang menyebutnya dengan sebutan 'Istri'. Selama ini dia sengaja merahasiakan pernikahannya, dengan pengakuannya itu semua orang akan tahu tentang statusnya termasuk Angga. "Minum?" Elina memberikan gelas wine miliknya. Noah menggeleng karena dia tak pernah meminum wine. "Kamu saja." "Kenapa, apa kamu belum pernah meminum wine?" "Hm, aku takut mabuk," tuturnya polos. Sudut bibir Elina terangkat lalu beranjak dari kursi. "Benarkah. Kamu lihat aku nggak mabuk kan?" "Tub
Angga menjelaskan kedatangannya ke kantor Elina dengan membawa berkas yang sebelumnya Elina minta. Namun, Chandra bersikeras tak memperbolehkan Angga untuk memberitahu soal keuntungan yang seharusnya Elina juga mendapatkannya. "Jadi untuk apa kamu datang ke sini kalau hanya untuk memberitahu hal bodoh seperti ini?" hardik Hardi merasa kesal dengan apa yang di lakukan kakaknya itu."Maaf Pak, saya hanya ingin menyampaikan apa yang di minta oleh Bu Elina. Sebenarnya bisa saja saya melakukan yang di minta oleh Bu Elina, tapi aku nggak bisa begitu saja mengkhianati perusahaan yang selama ini memberiku makan. Apa lagi selama ini Pak Chandra baik kepadaku. Jika Bapak memang tak setuju dengan laporan ini, Bapak bisa bicara langsung dengan Pak Chandra," jelas Angga.Elina yang ada di sana tak menyalahkan apa yang dilakukan Angga karena memang itu sudah bagian tugasnya, lagi pula masalah internal itu bukan urusannya."Dan untuk rekening yang Bu Elina minta, ini laporan yang bisa saya berikan
Semua mata tertuju pada Elina dan Noah yang sedang menikmati roti serta kopi milik mereka. Membicarakan keduanya seolah seperti artis ibu kota. "Bisakah kamu menutup mulut Bi Anna?" bisik Elina. Noah hanya menyunggingkan senyum sambil menyeruput kopinya. "Itu tandanya dia begitu bangga karena memiliki menantu yang cantik, rendah hati, kaya raya pula.""Apa ini pujian atau hinaan untukku," kesal Elina."Ini pujian," jawabnya menggoda Elina. Elina berdecak sembari memalingkan wajahnya, bohong jika dia tak tergoda dengan pesona Noah hingga wajahnya bersemu merah. Entah mengapa pria itu semakin menarik di matanya dan membuat Elina semakin ingin dekat dengannya."Ini loh menantu saya, cantik kan?" Puji Anna saat tetangga tokonya datang untuk membeli roti di tempatnya."Iya cantik, beruntung sekali Noah mendapatkan istri yang cantik, anggun pula."Uhuk ... Uhuk.Melihat reaksi Noah sedikit membuat Elina kesal, bagaimana bisa dia batuk saat orang lain
Lantunan musik rileksasi sedikit menenangkan pikiran Elina yang kacau setelah pergulatan panasnya dengan Noah. Setiap detik pikirannya akan berubah apa lagi saat melihat tubuh suaminya itu.Tok,tok.Elina menoleh ke arah pintu, tapi tak terdengar lagi suara Noah atau pun Sumi.Ceklek"Argh, kenapa kamu nggak mengetuk pintu!" Elina berteriak ketika tiba-tiba saja Noah membuka pintu kamar mandi."Maaf, aku pikir kamu pingsan. Lagi pula dari tadi aku mengetuk pintu tapi nggak ada jawaban dari dalam."Elina memutar bola matanya, dia lalu beranjak dari bathtub.Dengan santainya Elina berjalan dengan tubuh yang polos, dia sama sekali tak memperdulikan mata Noah yang terus menatapnya sampai dia kesulitan menelan saliva-nya."Tutup pintunya!" tutur Elina mengalihkan perhatian Noah.Brak!Noah memegang degup jantungnya seraya menoleh ke miliknya yang sudah berdiri tegap dan sesak di bawah sana. "Argh, sial!"Noah berlari kecil tanpa mengeluarkan su
Mata Elina tak lepas dari Noah yang sedang berbicara dengan kontraktor yang mengurus resort. Sesekali dia melihat ke layar ponsel yang berisi kontrak pernikahan mereka. "Bu Elina, ini kopinya," tutur Dina seraya mengambil payung yang sedang Elina bawa "Thanks.""Sama-sama. Apa Pak Noah masih belum selesai, kasian sepertinya dia berkeringat. Aku antar tisu dulu."Elina menahan tangan Dina. "Tetap di sini."Dina menyeruput kopi sedangkan Elina terus memandangi pria yang membuatnya gusar.Tak lama Noah berjalan menghampiri keduanya. Elina pun bergegas memberikan kopi yang dibelikan Dina. "Makasih.""Sama-sama," sela Dina.Elina memutar bola matanya kemudian berbalik meninggalkan mereka berdua. "Bu Elina tunggu."Mereka pun masuk ke dalam mobil yang mengantarkan mereka bertiga ke hotel.Sesampainya di tempat tujuan, Elina pun keluar lebih dulu di ikuti Noah dan Dina. "Terima kasih untuk hari ini, beristirahatlah."Dina tersenyum bahagia
Elina tertegun saat Noah meminta untuk memberitahu orang lain kalau mereka sudah menikah. Ada rasa ragu di hati Elina, mengingat dia tak ingin menyandang status janda setelah keduanya bercerai. "Aku akan pikirkan soal ini." "Kenapa, apa kamu malu kalau suamimu hanya menumpang hidup atau karena mungkin karena aku seorang anak pembantu?" Elina menelan saliva-nya, sebenarnya dia tak berpikir ke arah sana karena dia pikir itu urusan Noah bukan urusannya. "Karena aku nggak mau menyandang status janda," jelas Elina. Kini giliran Noah yang hanya diam. Keduanya saling menatap sebelum akhirnya Elina kembali bicara, "Mungkin status duda yang akan kamu sandang hanya isapan jempol berbeda dengan status janda yang akan aku sandang. Akan ada banyak orang yang mencemooh, menghina dan merendahkan aku karena status itu." Noah mengusap wajahnya dengan kasar lalu menyandarkan punggungnya di belakang. "Tandatangani berkas itu, kalau kamu nggak mau juga nggak masalah." Elina mengambil swe
Dering ponsel menggema di seisi kamar. Seina yang sedang terlelap pun menggeliat di bawah selimut lalu mengibaskannya. "Pagi," sapa Noah mencium bibir Elina.Mendapat morning kiss dari Noah membuat Elina tertegun seketika."Ayo, bangun. Dina sudah menunggu kita di bawah.""Hm, sebentar."Elina berlari ke dalam kamar mandi. Di tatap wajahnya di depan cermin sambil mengusap bibirnya dengan lembut. Hatinya berdesir saat membayangkan wajah Noah.Entah sejak kapan Elina menyukai Noah yang pasti dia tak ingin suaminya itu bersama wanita lain.Sementara itu, sambil menunggu Elina keluar dari kamar mandi Noah terus menatap layar ponselnya lalu—"Halo, Mr."[ ... ]"Terima kasih Mr, mungkin saya akan bicara dulu dengan atasan saya mengingat saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan."[Baiklah aku tunggu kabar baiknya.]Ceklek Noah terdiam saat melihat Elina keluar dari kamar mandi dengan melilitkan handuk di tubuhnya."Baik, segera a