"Dasar anak kurang ajar! Gak tau diuntung!" Dona menampar Shofi karena dia membantah saat akan dikawinkan.
"Tapi, Ma ...."
"Gak ada tapi-tapian! Kamu harus menikah dengan Bram untuk melunasi hutang papamu!"
"Kenapa harus aku, Ma? Ini tak adil!"
"Karena kamu adalah anak kandung papamu satu-satunya! Siapa lagi kalau bukan kamu?" Dona menyeringai licik.
Shofi tahu pernikahan ini pasti rencana dari Dona, ibu tirinya. Gadis bersurai hitam itu pun beralih menatap papanya yang kini terduduk tak berdaya di atas kursi roda.
"Pa, Shofi tidak mau menikah dengan Bram, si rentenir kejam itu!" Shofi berusaha memberi pengertian pada lelaki cinta pertamanya. Namun, sepertinya sia-sia.
Lumpuh pada kakinya akibat kecelakaan satu tahun lalu telah membuat Pak Risco kehilangan kekuasaan.
"Papa tidak bisa berbuat apa-apa, Shofi, terimalah takdirmu!"
"Papa jahat! Aku benci Papa! Aku benci kalian!"
"Sho-Shofi!"
"Shofi!"Shofi berlari menuruni tangga, Pak Risco dengan kursi rodanya mengejar Shofi. Namun, lelaki tua itu terjatuh dari tangga bersama dengan kursi rodanya. Kepala yang telah ditumbuhi banyak uban itu terbentur lantai dengan keras dan meninggal di tempat.
"Mas, Risco!" teriak Dona, Ibu tiri Shofi, ia bergegas menuruni tangga.
"Papa!" jerit Juven dan Ella bersamaan bergegas menghampiri Risco yang telah terkapar.
"Tu- tuan!" pekik Bik Ijah ketakutan.
Saat langkah kakinya hampir melewati gerbang Shofi mendengar jeritan dari arah dalam rumah. Ia pun berbalik badan dan kembali ke dalam rumah.
"Papa! Papa! Bangun, Pa! Maafkan, Shofi, Pa!"
"Papa ...! Jangan tinggalkan aku, Pa!"Tidaaak ...!"Shofi tersentak bangun dari tidurnya, napasnya memburu tersengal-sengal dan keringat dingin mengucur deras membasahi keningnya.
"Kamu, bermimpi buruk lagi? Ini, diminum!" Nek Anum menyodorkan segelas air putih kepada Shofi.
"Iya, Nek!" Shofi meneguk air itu hingga habis.
"Ikhlaskan semuanya, Shof! Itu musibah bukan salahmu!" Nek Anum mengelus pundak cucunya.
Bagaimana bisa Shofi melupakan kejadian itu, sampai detik ini ia masih merasa bersalah bahkan ia merasa kalau dialah penyebab kematian papanya.
Setelah papanya meninggal, Shofi pun di usir oleh Dona. Jelas pernikahan itu adalah kongkalikong Dona dengan Bram. Dona menawarkan kerja sama dengan rentenir bertubuh gemuk itu hanya untuk merampas harta suaminya, Risco. Kini, setelah Risco meninggal Dona bersama kedua anaknya menguasai harta itu.
***
Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya di langit cerah setelah semalaman diguyur hujan deras. Shofi berangkat kerja dengan berjalan kaki.
Byurr ... mobil mewah berwarna Hitam lewat dan airnya nyiprat ke baju Shofi.
"Hei! Berhenti!"
Ciiit! Seketika mobil mewah itu berhenti tak jauh dari Shofi berdiri dan menurunkan kaca jendelanya saat Shofi mendekat.
"Hei! Bisa bawa mobil gak sih? Lihat pakaianku jadi kotor."
"Salah kamu sendiri!"
"Hah! Apa?"
"Jelas-jelas ini salahmu!
"Siapa suruh kamu berdiri di situ!"
"Loh! Emang di situ tempat para pejalan kaki, kan?"
"Tauk, ahh! Bodoh amat!" Yudha berlalu begitu saja, meninggalkan Shofi yang masih berdiri kesel.
"Argh! Dasar tidak punya sopan santun."
Shofi terus melangkah menuju ke kantin tempat ia kerja. Suasana di dalam kantin kampus sudah ramai tampak Bu Hani kewalahan.
"Maaf, Bu Hani, Shofi telat."
"Gak apa-apa, Shofi ini antarkan kopi es ke meja 15." perintah, Bu Shofi.
"Kopi es? Pagi gini minum kopi es?" Aneh banget ini orang, dahi shofi berkerut memikirkannya. Baru kali ini ia dapati orang minum kopi es, biasanya teh es atau Milo es. Ia menuju ke meja 15.
"Ya, ampun bukankah dia laki-laki yang tidak sopan itu?" gumam Shofi.
Byurr ... tiba-tiba minuman yang dibawa Shofi tumpah di badan Yudha.
"Woy! Apa-apaan ini?" Ka-kamu ...!"
"Ma-maaf, aku tidak sengaja."
"Kerjamu tidak becus, angkat minum gitu aja gak bisa apa, hah?"
Yudha membentak Shofi.Semua mata menuju ke arah Shofi dan Yudha."Ada apa ini? Kok, ribut pagi-pagi?" tanya, Bu Hani heran.
"Bu Hani, pecat saja dia. Lihat, perempuan ini telah menyiramku dengan kopi."
"Tidak, Bu. Saya tidak melakukannya, Tadi ada yang lewat dan menyenggol minuman ini." jelas Shofi.
"Ah! Itu hanya alasanmu saja. Kamu mau balas dendam kan?"
Yudha semakin memojokkan Shofi, perempuan berhidung mancung itu semakin kalut dan takut akan di pecat. Apalagi di hari pertama dia kerja.
"Habislah, Dia! Tidak ada yang bisa nolak permintaan Yudha."
"Kasihan banget tuh, cewek!"
"Apes banget, Dia!"
"Pecat sekarang, Bu!" ujar Yudha.
"Jangan pecat saya, Bu. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini, saya mohon, Bu."
"Shofi, masalahnya, kamu telah menyinggung tamu penting saya. Sekarang keputusan ada pada, Beliau." ujar Bu Hani.
"Okey! Kamu boleh tetap bekerja di sini, tapi ada syaratnya." kata Yudha.
"A-apa syaratnya?" tanya Shofi seperi mendapatkan jalan keluar.
Yudha mendekatkan dirinya ke Shofi dan berbisik di telinganya.
"Jadilah wanitaku!"Bersambung
Apakah Shofi menerima syarat yang diajukan dari Yudha? Saksikan di bab ke 2
"A-apa? Jadi wanitamu?" Shofi terkejut matanya terbelalak."Atau pilih dipecat?" Yudha menekankan kata-katanya sekali lagi."Itu, tidak mungkin!""Apa yang tidak mungkin, hah?""Usiaku lebih tua darimu," jawab Shofi."Aku tidak perduli!""A-apa?""Mau kamu lebih tua kek, bahkan nenek-nenek sekalian, aku tidak perduli!""Hah? A-apa?" Lagi-lagi Shofi terkesiap mendengar kata-kata Yudha.Seketika dalam benak Shofi berpikir, lelucon apa ini? Kegilaan apa ini?"Kamu sudah tidak waras! Jelas ini salah!""Apa yang salah? Suka sama perempuan yang lebih tua usianya sah-sah saja menuntutku." Yudha mempertahankan argumennya."Kamu benar-benar tidak waras!" Shofi terlihat semakin kesel."Iya dan aku tergila-gila kepadamu," ucap Yudha dengan senyum penuh arti di wajahnya.
"Lepaskan aku! Tolooong ...!" Shofi menjerit, meronta-ronta meminta belas kasihan pada kedua berandalan yang telah dikuasai nafsu itu."Emmmhhh! Emmmhhh!" Mulut Shofi pun dibekap oleh tangan berandal bertubuh kurus, tangan satunya lagi memegang tangan Shofi. Shofi terus meronta, matanya terbelalak saat tangan berandal bertubuh gemuk mulai merobek paksa bajunya lalu di buang ke lantai. Shofi semakin takut air matanya tiada henti mengalir.Saat berandal bertubuh gemuk akan melepaskan celana panjang yang dipakai shofi tiba-tiba muncul seorang laki-laki mengenakan jaket kulit dengan gerakan lincah dan cepat menarik tangan berandalan bertubuh gemuk. Lalu bogem mentah pun mendarat di pipinya."Kalian cari mati, hah? Beraninya menyentuh wanitaku? Tinju dari Yudha mendarat di perut berandal bertubuh kurus. Yudha menghajar kedua berandalan itu dan dalam waktu singkat kedua pemabuk itu pun terkapar."jangan ... a
Rio terkejut mendengar kata-kata yang barusan di ucapkan oleh Yudha. Sekian lama berteman, ia tahu Yudha bukanlah tipe laki-laki yang pandai merangkai kata apalagi kata-kata gombal. Yudha adalah laki-laki yang menjadi idola bagi setiap perempuan yang melihatnya. Alis tebal di atas manik mata berwarna coklat kekuningan, hidung mancung dan rahang yang tegas. Di tunjang dengan tinggi badan 187 cm selalu membuat para perempuan berakhir dengan pertikaian untuk memperebutkan seorang, Yudha."Eh, Bro, sejak kapan lu pandai gombal begitu?" tanya Rio terheran-heran.Melihat ekspresi Rio yang kebingungan seperti anak ayam kehilangan induknya, Yudha pun tertawa."Yudha, gitu loh," ucapnya bangga.Ternyata benar kata orang, cinta itu bisa mengubah orang lain. Buktinya, Yudha yang cool jadi bisa gom
Sesaat, Yudha melirik Shofi yang duduk bersebelahan dengannya. Shofi berpenampilan tidak seperti biasanya, kali ini ia mengenakan pakaian casual. Baju kaos berkerah Sabrina warna Dusty Pink di padukan dengan celana jeans yang diberi aksen robek dikit di bagian paha. Rambut panjang sepunggungnya diikat kuncir kuda dan ia juga mengenakan sneaker kesayangannya. Serta tidak ketinggalan tas selempang kecil.Suasana dalam mobil masih tetap hening. Shofi menoleh keluar jendela dengan perasaan bercampur aduk."Shofi!""Iya, apa!""Ternyata kamu begitu cantik!" Yudha tidak tahan untuk tidak memuji perempuan yang duduk di sampingnya."Dasar tukang gombal!"Yudha terkekeh, ia suka melihat wajah Shofi yang bersemu merah. Perempuan yang mengaku usianya lebih tua dari Yudha itu sama sekali tidak terlihat tua. Ia memiliki wajah Baby Face, kulitnya juga masih terlihat kencang dan segar. Dengan kostum casual seperti itu shofi malah terlihat seperti perempuan
Dalam ruangan berukuran empat kali empat persegi panjang, Shofi tentu saja bisa mendengar suara kasak kusuk yang terjadi di mushola bagian depan shaf laki-laki.Dengan sedikit menyibak kain berwarna hijau sebagai pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan, ia melihat Yudha yang berkeringat dingin mengucur deras karena terkejut ditunjuk jadi imam salat magrib. Shofi menyeringai mengejek Yudha dalam hati ia membatin.'Rasain kamu, Yudha. Pasti kamu gak bisa mimpin sholat kan? Kita lihat saja, pasti kamu akan cari alasan untuk kabur.' Shofi tertawa bersama pikiran jeleknya, ia tidak sabar menunggu untuk mengejek Yudha nanti.Suara iqomat pun diserukan oleh seseorang jamaah laki-laki, tandanya makmum segera bersiap di shaf masing-masing salat magrib tiga rakaat akan segera di mulai."Bismillahirrahmanirrahim ....""Alhamdulillahirobbil 'alamin ...."Suara itu ... begitu merdu dan bersih, lagunya pun enak didengar. Siapa dia? Hati Shofi bergetar kencang
BrukkkSeketika Juven terjatuh, tinju dari Yudha sungguh keras."Bersikaplah sopan pada wanita, Bung!""Kurang ajar! Siapa kamu, hah? Berani ikut campur urusanku?" Juven mendengus kasar."Aku adalah calon suaminya! Kuingatkan sekali lagi, jangan berurusan dengan Shofi kalau tidak mau sengsara!" ancam Yudha. Shofi dan Ella terbelalak mendengar kata-kata Yudha."Beraninya kamu!""Kak, sudah Kak, ayo kita pergi!" Ella membawa Juven pergi dari area parkir masuk ke salah satu gazebo, sebelum melangkah ia masih menatap Yudha untuk sesaat. Dia masih memuja dan mengharapkan lelaki macho itu."Kamu, gak apa-apakan?""Tidak apa-apa, aku baik-baik saja"Yudha menarik tangan Shofi berjalan ke mobilnya. Yudha mulai membawa mobil dengan kecepatan sedang, suasana hening Yudha maupun Shofi tenggelam dalam pikiran masing-masing.Tidak lama kemudian mobil Yudha sampai di depan rumah kontrakan Shofi. Yudha turun dari mobil lalu
"Hallo, Cantik ...." Yudha menyapa perempuan di seberang telepon."Bagaimana keadaanmu di sana?" suara merdunya terdengar syahdu."Alhamdulillah ... tentu sangat baik, jangan kawatir, Sayang," ujar Yudha riang."Wah, sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga hatinya, hem?""Ohh, biasa saja, kok.""Sungguh? Kalau begitu, aku akan segera pulang.""Serius, nih? Atau hanya PHP doang seperi tahun-tahun sebelumnya?" Ada nada kecewa dalam ucapan Yudha."InsyaAllah, lusa ... Cinta, akan pulang. Tentu, aku ingin sekali mendengar keseruan kisahmu bersama si Dia.""Wowowww.""Cepet banget nih isu tersebar sampai ke London, hem?" tanya Yudha dengan senyum sinisnya."Tentu, dong. Cinta ... gituloh."Yudha dan perempuan yang di panggil namanya Cinta itu tertawa bareng, tidak lama kemudia telpon diakhiri.Tidak buang waktu Yudha segera menelpon Rio, sahabatnya."Rio, kamu di mana? Segera jemput a
Yudha segera melepaskan tangan Shofi, lalu ia mengambil gawainya yang terletak di atas meja kantin dan menekan tombol berwarna Hijau."Assalamualaikum.""Waalaikum salam." Suara merdu terdengar dari seberang telepon."Ada berita apa pagi ini sudah menelpon diriku yang ganteng ini, Cintaku?" tanya Yudha, matanya sambil menatap wajah Shofi yang seketika berubah menjadi sendu."Besok jemput aku ya, Sayangku.""Sungguh! Cinta, akan pulang besok? Tidak sedang memberikan harapan palsukan?" Wajah Yudha tampak riang gembira, matanya berbinar. Senyum manis terukir jelas di sudut bibirnya, sementara Shofi telah kembali ke kasir."Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi," ucap Cinta."Sampai ketemu besok, Cintaku." Sambungan telepon seluler dimatikan Yudha, lalu ia menenguk minumam yang telah dipesannya tadi hingga habis. Yudha bergegas meninggalkan kantin, hatinya diselimuti perasaan bahagia. Ryo pun menyusul Yudha setelah membayar semu
Shofi membelalakkan matanya mendengar pertanyaan Bu Hani. Kenapa juga nih orang tua bisanya tanya seperti itu?"Tidak ada kok, Bu," jawab Shofi tergagap. Semakin membuat Bu Hani tertawa geli melihat perempuan bersurai panjang itu gelisah.Suasana kantin kampus semakin ramai, tampak semua mahasiswa heboh mempersiapkan diri mereka agar tampak lebih memikat.Di kelompok satuMahasiswi A; "Aku mau pakai gaun warna biru."Mahasiswi B; "Kalau aku mau ke salon untuk merias wajah dan rambutku."Mahasiswi C; "Oh, aku mau ke spa luluran dulu biar kinclong seluruh badan.Mahasiswi D; "Aku sih suka riasan yang nutural, ada loh salon langganan nyokapku bagus."Mahasiswi F; "Wah, aku juga suka riasan yang soft, mau dong alamatnya."Sementara di kelompok lain para pria.Mahasiswa A; "Gak sabar pingin lihat siapa gadis paling cantik malam itu."Mahasiswa B; "Gue bisa cuci mata, nih!"Mahasiswa C; "Awas mata lu
Shofi takut bercampur bingung melihat Yudha dengan tatapan matanya yang tajam dan dingin mendekatinya. "Ahhhh ... Lepaskan, Yudha!" Shofi menjerit takut dan amat terkejut.Bagaimana tidak, Yudha tanpa satu katapun tiba-tiba menggendong Shofi yang masih duduk di pinggir kolam lalu menceburkannya begitu saja kedalam kolam renang yang sudah terisi penuh dengan air.Seketika Shofi tenggelam hingga beberapa detik dan belum naik ke permukaan. Kini, giliran Yudha menjadi kawatir dia pun menyusul Shofi, takut terjadi sesuatu yang fatal dan Yudha merutuki atas kecerobohannya yang telah menceburkan pujaannya ke dalam kolam. Yudha bergegas masuk ke dasar kolam menghampiri sang pujaan hati lalu menariknya naik ke permukaan air. "Shof! Shofi!" Yudha memanggil.Namun, Shofi tetap diam, terlihat wanita itu seperti terkulai lemas bahkan tidak sadarkan diri, semakin menambah kepanikan Yudha. Yudha menaikkan Shofi di pinggir kolam, yang kali ini te
Sebuah kolam renang berukuran 3x5 meter terpampang di depan Shofi. Bagaimana tidak terbelalak mata Shofi memandangnya, kolam itu tampak di penuhi lumut serta dedaunan kering begitu kotor karena pemiliknya jarang di rumah dan entah berapa lama tidak digunakan."Ini kolam sudah berapa lama tidak di gunakan, Bos?" tanya Shofi tersenyum sinis, aslinya dalam hati tiada henti merutuki lelaki bertubuh atletis itu.'Apaan? Tadi menyatakan cinta padaku, masakkan bubur enak, ehhh ... sekarang mau aku jadi encok apa? Hiks ... ini pasti Yudha sengaja ngerjain aku. Oh malangnya nasibmu Shofi.' Shofi bergumam pelan nyaris tidak terdengar tapi telinga Yudha sangat tajam, dia bisa dengar kata-kata wanitanya itu. Yudha menahan tawanya." Ehmmm ... Shofi, ja ....""Apa ....?" jawabnya lemes tanpa menoleh ke arah suara, mata indahnya masih menatap kolam itu semakin tak berdaya."Udah ... jangan melamun, ayo dikerjakan," perintah Yudha.Shofi masih
Teriak histeris saat Nek Anum tiba di lokasi kejadian. Semua tim Sar serta para penyelamat handal telah dikerahkan, pencarian selama satu minggu pun tidak membuahkan hasil."Pak, tolong dilanjutkan pencariannya," mohon Nek Anum kepada ketua tim Sar."Pencarian telah selesai, Bu. Mohon maaf," ujar ketua tim sar berlalu meninggalkan Nek Anum.Sejak itulah Kakek Wilson menghilang tidak pernah kembali. Namun, Nek Anum yakin Kakek masih hidup. Bila benar telah wafat tentu ada jasadnya, ini jasat kakek tidak ditemukan. Nek Anum memutuskan untuk tetap menunggu Kakek Wilson hingga akhir hayatnya. "Shofi, terimalah Yudha, Nenek yakin dia adalah calon imammu," ucapan dari Nek Anum ini sangat berarti bagi Shofi untuk menambah keyakinannya terhadap Yudha.***Kicau burung terdengar merdu di pagi hari yang begitu cerah terutama di hari Minggu, Yudha telah datang untuk menjemput Shofi."Assalamualaikum, pagi, Nenek," sapa pemuda mach
Mobil mewah yang disetir Yudha berhenti di gerbang sebuah rumah mewah bergaya mini malis. Seorang sekuriti tampak bergegas membukakan pintu yang terbuat dari besi kokoh itu. "Selamat siang, Den!" Pak sekuriti memberikan salam sembari menganggukkan kepalanya. "Siang juga, Pak Budi," sahut Yudha saat kaca mobil dia turunkan. Mobil mewah itu langsung masuk menuju ke area parkir yang telah disiapkan. Lalu dia dan Shofi keluar dan masuk ke rumah megah itu. Yudha menekan tombol yang berisikan kode akses buka pintu rumahnya.KLIK!Pintu utama itu pun terbuka lebar, Yudha melangkah masuk diikuti Shofi dari belakang. Mata indah perempuan berkulit putih itu menyapu seluruh ruangan.Sepi!Hening!Namun, rumah itu terkesan rapi dan bersih. Tepat sekali, Yudha memang anak yang pembersih dan perapi. Entah siapa yang telah membersihkan rumahnya? Pikiran Shofi menerawang jauh. Apakah Yudha memakai jasa pembersih online? Entahlah, ia juga pe
Cuaca mendung di pagi itu mengantar kepergian Cinta. Wanita keturunan Thionghua itu bersiap-siap untuk masuk ke pesawat. Sebelum ia masuk, Cinta memeluk putra kesayangannya yang tampak sendu.Tentu saja, Cinta baru tiba di tanah air beberapa waktu lalu. Dan kini Yudha harus melepaskan wanita cinta pertamanya untuk kembali lagi ke London. Kedatangan Cinta di tanah air selain ingin memastikan keselamatan putra kesayangannya, ia memperbaharui penandatanganan kontrak kerja sama salah satu perusahaan besar."Jaga dirimu ya, Pangeranku!" kecup hangat mendarat di kedua pipi Yudha."Baik, Cintaku!" Yudha balas mencium kening ibu kandungnya dan punggung tangannya penuh takzim."Titip Yudha, ya, Shofi. Tolong jagakan dia untukku." pinta Cinta pada perempuan cantik itu."Baik, Bu. Insya Allah!" Cinta memeluk Shofi lalu Shofi mencium tangannya.Setelah menyaksikan Cinta masuk ke pesawat. Yudha dan Shofi pun berbalik arah berjalan
Cinta membuka pintu apartemen, ia dan Yudha masuk kedalam dan mengunci kembali."Serius apaan, Hmmm?" tanya Cinta saat mereka duduk di sebuah sofa unggu."Yang Cinta ajukan ke Shofi tadi!" Yudha tampak antusias."Hu'um!""Bukannya bagus ada seorang yang bantu kamu, hmm?""Bukan begitu, Cinta ... tapi misiku akan terbongkar nantinya."Ya ampun ... Yudha ternyata punya misi, siapakah Yudha sebenarnya? Misi apa yang sedang ia sembunyikan?"Oh, iya, ngomong-ngomong kapan kamu bersedia menjabat sebagai CEO, menggantikan papimu?" tanya Cinta menatap anaknya yang rupawan.Yudha terdiam, ia tampak sedang berpikir keras. Ia lebih suka menjadi seorang polisi intelijen dan itu adalah cita-citanya daripada menjadi CEO mewarisi kerajaan bisnis orang tuannya. Tetapi orang tuanya hanya memiliki dia seorang, sungguh dilema."Kasihan Papimu, sayang. Sudah saatnya dia pensiun. Sekarang Papimu mulai
Sherin Zang adalah nama asli Cinta, berasal dari keturunan Tionghoa yang menikah dengan Hardi Anggara, bapaknya Yudha. Wanita itu begitu anggun dengan wajah oriental sangat cantik, siapa yang mengira usianya telah melewati setengah abad. Bila melihat dia duduk bersama Yudha, seperti sepasang kekasih. Sungguh, Cinta pintar merawat badannya.Sherin dan Hardi bertemu di acara ulang tahun Antony Zang di London. Orang tua Hardi dan Antony adalah berteman baik juga relasi bisnis. Saat itu Hardi sedang melanjutkan kuliahnya di London sementara Sherin baru lulus sekolah menengah. Lalu, Antony meminta Hardi untuk menikahi Sherin, karena Antony Zang, bapaknya Sherin menderita kanker stadium akhir, ia ingin putri semata wayangnya segera menikah untuk mewarisi harta dan bisnisnya sebelum ia meninggal.Kenapa Yudha memanggil ibunya dengan sebutan Cinta?Suatu hari, kala itu usianya baru empat tahun. Yudha yang baru saja keluar dari sekolah taman kanak
Cinta itu tidak mengenal usia, bila rasa telah tertancap di dalam dada langkah seterusnya adalah memperjuangkannya. Begitu juga dengan Yudha, ia akan memperjuangkan cintanya. Pagi ini adalah hari dimana Shofi akan mulai bekerja kembali, setelah kejadian penculikan beberapa waktu lalu. Shofi telah berjanji pada neneknya akan bangkit dari keterpurukan mental. "Nek, Shofi berangkat dulu ya." Shofi mencium tangan tua itu dengan takzim. "Iya, hati-hati di jalan ya," pesan Nek Anum. "Iya, Nek. Assalamualaikum." "Waalaikum salam." Shofi keluar dari pintu rumahnya, dan berjalan ke arah halte bus. Ia pergi ke kampus dengan naik angkutan umum. Tin! Tin!Tiba-tiba suara klakson mobil berbunyi di samping Shofi. Perempuan berkulit bersih itu menoleh. "Shofi, ayo kuantar." "Baiklah!" Shofi lalu masuk ke dalam mobil Yudha. "Kamu sudah baikan?" tanya Yudha. "Alhamdulillah, sudah," jawab Shofi deng