Sesaat, Yudha melirik Shofi yang duduk bersebelahan dengannya. Shofi berpenampilan tidak seperti biasanya, kali ini ia mengenakan pakaian casual. Baju kaos berkerah Sabrina warna Dusty Pink di padukan dengan celana jeans yang diberi aksen robek dikit di bagian paha. Rambut panjang sepunggungnya diikat kuncir kuda dan ia juga mengenakan sneaker kesayangannya. Serta tidak ketinggalan tas selempang kecil.
Suasana dalam mobil masih tetap hening. Shofi menoleh keluar jendela dengan perasaan bercampur aduk.
"Shofi!"
"Iya, apa!"
"Ternyata kamu begitu cantik!" Yudha tidak tahan untuk tidak memuji perempuan yang duduk di sampingnya.
"Dasar tukang gombal!"
Yudha terkekeh, ia suka melihat wajah Shofi yang bersemu merah. Perempuan yang mengaku usianya lebih tua dari Yudha itu sama sekali tidak terlihat tua. Ia memiliki wajah Baby Face, kulitnya juga masih terlihat kencang dan segar. Dengan kostum casual seperti itu shofi malah terlihat seperti perempuan berusia 20 tahun.
***
Kini, Yudha dan Shofi telah berada di lantai dua Mall Aston, area khusus busana. Berbagai macam jenis, corak, model busana ada di sana. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Sangat lengkap.
"Shof, ini bagus gak menurutmu?" Yudha menunjukkan baju kaos yang ia pilih pada Shofi.
"Bagus!" jawab Shofi spontan.
Yudha juga memilih beberapa baju kemeja dari jarak sekitar lima meter Shofi melihat seorang laki-laki bergandengan mesra bersama seorang wanita cantik.
Seketika hatinya berdebar kencang keringat mulai membasahi pelipisnya, Shofi memutar badannya agar ia tidak terlihat oleh mereka. Teman masa lalu Shofi semasa kuliah dulu. Kuliah Shofi harus berhenti setelah ibu kandungnya, Bu Viona meninggal dalam kecelakaan beruntun beberapa tahun silam.
"Apakah kamu baik-baik saja, wanitaku?"
"Eh, i-iya, aku gak apa-apa." Shofi berkilah.
Menyadari wanitanya bertingkah aneh kedua alis Yudha bertemu.
"Hai! Shofi, kamu shofi, bukan?" Tiba-tiba suara seorang lelaki tampan bersama seorang wanita cantik menyapa Shofi.
"Eh, ha-hallo!" Shofi membalas sapaan mereka gugup.
"Gak mungkin kamu lupa sama kita kan?" tanya perempuan itu.
Belum sempat Shofi menjawab, laki-laki tampan itu menyela pembicaraan si perempuan..
"Tentu saja dong, Sayang. Dulu, Kalian berdua kan rival untuk menarik perhatianku," laki-laki itu tertawa bangga, "Dan akhirnya Shofi kalah," ujar Tommy.
"Jadi, kamu masih jamblo sampai sekarang, fi?" tanya Susy dengan nada mengejek.
"Aku ... eeh ...."
"Istriku, Sayang! Maaf, membuatmu menunggu lama. Kasirnya ngantri." Tiba-tiba Yudha sudah berada di samping Shofi memeluk pinggangnya dengan mesra.
Seketika Shofi mematung, badannya bergetar. Jantungnya berdegup kencang seperti akan meledak, seketika ia jadi linglung diperlakukan seperti itu oleh Yudha.
Yudha tahu Shofi tidak bisa menguasai dirinya, lalu Yudha pun menggenggam erat tangan Shofi yang terasa dingin dan basah oleh keringat."Aku, suami Shofi, kenalkan namaku, Yudha Anggara." Yudha memberikan senyumnya yang menawan dan mengedipkan matanya pada Shofi yang masih kebingungan.
"Tommy!"
"Susy!
Mereka berdua gantian bersalaman dengan Yudha.
"Wah, Shofi, kenapa kamu merahasiakan pernikahanmu?" tanya Susy menyelidiki.
"Oh, itu ... Pesta nikah baru diadakan di London, untuk kerabat yang di tanah air memang belum kami buat." Lagi-lagi Shofi terbelalak mendengar kata-kata Yudha, lalu ia tersenyum canggung pada Tommy dan Susy. Lidahnya masih kelu
Diam-diam Susy menilai Yudha, bukan saja wajahnya yang tampan bodynya juga atletis. Namun, tajir melintirnya yang membuat Susy ingin merebut Yudha seperti yang pernah ia lakukan terhadap Tommy. Susy si matre.
Sesaat, Yudha melirik jam tangannya, "Oh, Istriku Sayang, sudah masuk waktu salat magrib nih, ayo kita ke Musholah."
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, apalagi di dalam Mall yang di penuhi suara musik dan pencahayaan terang. Tidak sadar waktu salat magrib telah tiba.
"Ba-baik, Mas!"
Hati Yudha begitu sejuk mendengar wanitanya memanggil dia "Mas." Sementara, dalam hati Shofi begitu kesel, dongkol bahkan ingin mencabik-cabik wajah Yudha yang datar itu. Yudha terkekeh geli melihat wajah Shofi yang menahan kesal."Kalau begitu kita berpisah di sini," ujar Tommy.
"Sampai ketemu lagi, Shofi, juga Yudha," ucap Susy.
Melihat Tommy dan Susy telah pergi, seketika Shofi mendorong tubuh Yudha menjauh darinya. Yudha yang putar-pura lupa kalau actingnya sudah selesai, tetapi masih memanfaatkan kesempatan.
"Dasar! Nyuri kesempatan!" umpat Shofi.
"Loh, kenyataannya kamu adalah jodohku. Lihat betapa serasinya kita, kamu cantik dan aku tampan. Duh, pasti anak-anak kita nanti super cantiknya. Jadi tidak sabar."
Mendengar ocehan Yudha, wajah Shofi memerah. Ia pun melangkah meninggalkan tempat itu.
"Auhhh! Shofi terpeleset karena memijak kantong plastik kecil yang tergeletak di lantai. Untung segera di peluk Yudha.
"Apa aku bilang, kamu adalah jodohku dan aku selalu ada melindungimu," ujar Yudha genit mengedipkan sebelah matanya.
Sesungguhnya hati Shofi menghangat, berdebar kencang ia hanya tidak mau mengakuinya.
***
Setiap Mall menyiapkan tempat beribadah kaum muslimin. Jadi, walaupun sedang asik shopping tidak khawatir ketinggalan kewajiban. Nah, disinilah Yudha dan Shofi berada.
Azan telah berkumandang, Yudha telah siap mengambil wudhu begitu juga dengan Shofi. Mereka bersama para pengunjun Mall yang lainnya sedang menunggu siapa yang akan menjadi Imam salat. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang berani menjadi Imam salat.
Lalu, para jamaah salat laki-laki semuanya menunjuk Yudha untuk menjadi Imam salat Magrib. Karena hanya dialah yang pantas. Spontan Yudha terkejut.
Bersambung
Bagaimana dengan Yudha, bisakah ia mengemban amanah menjadi imam salat? Atau dia memilih kabur saja? Tunggu bab selanjutnya ya Kak. Jangan lupa tinggalkan jejak ya.😍
Dalam ruangan berukuran empat kali empat persegi panjang, Shofi tentu saja bisa mendengar suara kasak kusuk yang terjadi di mushola bagian depan shaf laki-laki.Dengan sedikit menyibak kain berwarna hijau sebagai pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan, ia melihat Yudha yang berkeringat dingin mengucur deras karena terkejut ditunjuk jadi imam salat magrib. Shofi menyeringai mengejek Yudha dalam hati ia membatin.'Rasain kamu, Yudha. Pasti kamu gak bisa mimpin sholat kan? Kita lihat saja, pasti kamu akan cari alasan untuk kabur.' Shofi tertawa bersama pikiran jeleknya, ia tidak sabar menunggu untuk mengejek Yudha nanti.Suara iqomat pun diserukan oleh seseorang jamaah laki-laki, tandanya makmum segera bersiap di shaf masing-masing salat magrib tiga rakaat akan segera di mulai."Bismillahirrahmanirrahim ....""Alhamdulillahirobbil 'alamin ...."Suara itu ... begitu merdu dan bersih, lagunya pun enak didengar. Siapa dia? Hati Shofi bergetar kencang
BrukkkSeketika Juven terjatuh, tinju dari Yudha sungguh keras."Bersikaplah sopan pada wanita, Bung!""Kurang ajar! Siapa kamu, hah? Berani ikut campur urusanku?" Juven mendengus kasar."Aku adalah calon suaminya! Kuingatkan sekali lagi, jangan berurusan dengan Shofi kalau tidak mau sengsara!" ancam Yudha. Shofi dan Ella terbelalak mendengar kata-kata Yudha."Beraninya kamu!""Kak, sudah Kak, ayo kita pergi!" Ella membawa Juven pergi dari area parkir masuk ke salah satu gazebo, sebelum melangkah ia masih menatap Yudha untuk sesaat. Dia masih memuja dan mengharapkan lelaki macho itu."Kamu, gak apa-apakan?""Tidak apa-apa, aku baik-baik saja"Yudha menarik tangan Shofi berjalan ke mobilnya. Yudha mulai membawa mobil dengan kecepatan sedang, suasana hening Yudha maupun Shofi tenggelam dalam pikiran masing-masing.Tidak lama kemudian mobil Yudha sampai di depan rumah kontrakan Shofi. Yudha turun dari mobil lalu
"Hallo, Cantik ...." Yudha menyapa perempuan di seberang telepon."Bagaimana keadaanmu di sana?" suara merdunya terdengar syahdu."Alhamdulillah ... tentu sangat baik, jangan kawatir, Sayang," ujar Yudha riang."Wah, sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga hatinya, hem?""Ohh, biasa saja, kok.""Sungguh? Kalau begitu, aku akan segera pulang.""Serius, nih? Atau hanya PHP doang seperi tahun-tahun sebelumnya?" Ada nada kecewa dalam ucapan Yudha."InsyaAllah, lusa ... Cinta, akan pulang. Tentu, aku ingin sekali mendengar keseruan kisahmu bersama si Dia.""Wowowww.""Cepet banget nih isu tersebar sampai ke London, hem?" tanya Yudha dengan senyum sinisnya."Tentu, dong. Cinta ... gituloh."Yudha dan perempuan yang di panggil namanya Cinta itu tertawa bareng, tidak lama kemudia telpon diakhiri.Tidak buang waktu Yudha segera menelpon Rio, sahabatnya."Rio, kamu di mana? Segera jemput a
Yudha segera melepaskan tangan Shofi, lalu ia mengambil gawainya yang terletak di atas meja kantin dan menekan tombol berwarna Hijau."Assalamualaikum.""Waalaikum salam." Suara merdu terdengar dari seberang telepon."Ada berita apa pagi ini sudah menelpon diriku yang ganteng ini, Cintaku?" tanya Yudha, matanya sambil menatap wajah Shofi yang seketika berubah menjadi sendu."Besok jemput aku ya, Sayangku.""Sungguh! Cinta, akan pulang besok? Tidak sedang memberikan harapan palsukan?" Wajah Yudha tampak riang gembira, matanya berbinar. Senyum manis terukir jelas di sudut bibirnya, sementara Shofi telah kembali ke kasir."Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi," ucap Cinta."Sampai ketemu besok, Cintaku." Sambungan telepon seluler dimatikan Yudha, lalu ia menenguk minumam yang telah dipesannya tadi hingga habis. Yudha bergegas meninggalkan kantin, hatinya diselimuti perasaan bahagia. Ryo pun menyusul Yudha setelah membayar semu
"Hei .... Tunggu!" Seorang pemuda berkaca mata tebal tampak berhenti di trotoar, napasnya begitu memburu. Ia terlihat ngos-ngosan kedua tangannya memegang lututnya lalu ia berdiri tegak sesaat kemudian kembali memengang lututnya."Dodi! Kamu gak apa-apakan?" Tiba-tiba, suara Yudha mengejutkan Dodi hampir membuat ia terjatuh. Dodi adalah si kutu buku, teman satu kelas Yudha."Sho ... Sho ...." Dodi terbata-bata, sambil menunjuk kearah jalan napasnya belum setabil dan dia punya riwayat penyakit asmah."Iya, Do, tenang dulu baru ngomong. Tarik napas hembuskan perlahan, Yudha mencoba mengajari Dodi sementara Ryo berada di kantin."Yuud, sho ... fi, di ... cu ... lik!""A-apa?""Siapa yang menculiknya? Pakai mobil apa? Ke arah mana mereka pergi?"Yudha mulai panik, melihat Dodi belum memberikan jawaban segera Yudha memekik Ryo."Ryo!" Suara Yudha bergema begitu kencang tak kalah dengan suara Guntur.Ryo Mendengar Yudha memekik nama
Mobil Avanza Hitam yang dikemudikan oleh para preman itu menyadari kalau mereka sedang dikejar mobil polisi. Mereka pun semakin mempercepat lajunya mobil. Saat lampu lalulintas dari warna kuning berganti ke warna merah mobil itu melesat menerobos dengan kencang."Sial! Kita kehilangan jejak mereka," ujar salah satu polisi.Sementara itu polisi yang duduk di sebelah segera memberikan informasi lewat alat khusus seperti radio kepada semua tim polisi yang bersiaga, "Dari tim 2, para penculik lolos menerobo lampu merah di titik 7."Yudha mendengar informasi itu dengan kecepatan tinggi mobil melaju menuju kejalan pintas, ia tahu jalan itu terhubung ke jalan utama di sebelah timur.Wusssh!Mobil melesat kencang membelah langit senja yang mulai gelap dan bergantian dengan sinar rembulan. Sampailah Yudha di titik persimpangan timur, Yudha memarkir mobilnya di samping sebuah bangunan kosong lalu ia mematikan mesin mobilnya."Yud, kok berh
Yudha mengeluarkan aura membunuhnya, tatapan matanya dingin menusuk kejantung tiga preman di depannya. Seketika terasa beku dan membuat ciut nyali mereka. Rio menatap Yudha ngeri, karena belum pernah dia melihat Yudha begitu menyeramkan. Rio bergegas menuju ke arah Shofi dan melepaskan ikatan di tangan dan menutup badan Shofi dengan jaket yang Yudha berikan padanya. Seraaang! Suara Juven terdengar. Ketiga preman itu melompat ke arah Yudha bersamaan. Yudha dengan gesit dan lincah tentunya berkecepatan tinggi membuat tiga preman itu terkena pukulan bertubi-tubi dari Yudha. Melihat anak buahnya mulai kewalahan menghadapi Yudha, Juven segera kabur lewat pintu belakang. Ia masuk kedalam mobilnya, secepat kilat Juven menghilang. Sungguh pecundang! Tak butuh waktu lama ke-tiga preman itu terkapar di lantai tidak sadarkan diri. Yudha segera menghampiri Shofi, dan memeluk erat wanitanya itu. Tangis Shofi tidak terbendung lagi, badannya geme
Cuaca cerah di pagi hari yang begitu terasa indah oleh Yudha, hatinya yang mulai berdegub pelan terus berpacu cepat dan semakin cepat membuat ia tampak gelisah. Yudha, menitipkan Shofi pada Rio, dan meminta Rio untuk menjaganya. Sementara Yudha pergi menjemput Cinta.Kini, ia telah berada di bandara untuk menjemput cinta pertamanya, yang telah terpisah beberapa tahun terakhir ini. Sebelumnya, Yudha sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Saat ini, ia terlihat begitu tampan dengan baju kaos warna putih dipadukan dengan celana jeans warna Hitam. Matanya yang tajam tertutup oleh kaca mata Hitam yang bermerk terkenal, ia semakin mempesona.Yudha berdiri di area arival, kedua tangannya ia masukkan kedalaman saku celana yang ada disisi kanan dan kiri. Tidak lama kemudian, dari kejauhan Yudha melihat seorang wanita cantik sedang menarik travel bag berjalan dengan anggunn
Shofi membelalakkan matanya mendengar pertanyaan Bu Hani. Kenapa juga nih orang tua bisanya tanya seperti itu?"Tidak ada kok, Bu," jawab Shofi tergagap. Semakin membuat Bu Hani tertawa geli melihat perempuan bersurai panjang itu gelisah.Suasana kantin kampus semakin ramai, tampak semua mahasiswa heboh mempersiapkan diri mereka agar tampak lebih memikat.Di kelompok satuMahasiswi A; "Aku mau pakai gaun warna biru."Mahasiswi B; "Kalau aku mau ke salon untuk merias wajah dan rambutku."Mahasiswi C; "Oh, aku mau ke spa luluran dulu biar kinclong seluruh badan.Mahasiswi D; "Aku sih suka riasan yang nutural, ada loh salon langganan nyokapku bagus."Mahasiswi F; "Wah, aku juga suka riasan yang soft, mau dong alamatnya."Sementara di kelompok lain para pria.Mahasiswa A; "Gak sabar pingin lihat siapa gadis paling cantik malam itu."Mahasiswa B; "Gue bisa cuci mata, nih!"Mahasiswa C; "Awas mata lu
Shofi takut bercampur bingung melihat Yudha dengan tatapan matanya yang tajam dan dingin mendekatinya. "Ahhhh ... Lepaskan, Yudha!" Shofi menjerit takut dan amat terkejut.Bagaimana tidak, Yudha tanpa satu katapun tiba-tiba menggendong Shofi yang masih duduk di pinggir kolam lalu menceburkannya begitu saja kedalam kolam renang yang sudah terisi penuh dengan air.Seketika Shofi tenggelam hingga beberapa detik dan belum naik ke permukaan. Kini, giliran Yudha menjadi kawatir dia pun menyusul Shofi, takut terjadi sesuatu yang fatal dan Yudha merutuki atas kecerobohannya yang telah menceburkan pujaannya ke dalam kolam. Yudha bergegas masuk ke dasar kolam menghampiri sang pujaan hati lalu menariknya naik ke permukaan air. "Shof! Shofi!" Yudha memanggil.Namun, Shofi tetap diam, terlihat wanita itu seperti terkulai lemas bahkan tidak sadarkan diri, semakin menambah kepanikan Yudha. Yudha menaikkan Shofi di pinggir kolam, yang kali ini te
Sebuah kolam renang berukuran 3x5 meter terpampang di depan Shofi. Bagaimana tidak terbelalak mata Shofi memandangnya, kolam itu tampak di penuhi lumut serta dedaunan kering begitu kotor karena pemiliknya jarang di rumah dan entah berapa lama tidak digunakan."Ini kolam sudah berapa lama tidak di gunakan, Bos?" tanya Shofi tersenyum sinis, aslinya dalam hati tiada henti merutuki lelaki bertubuh atletis itu.'Apaan? Tadi menyatakan cinta padaku, masakkan bubur enak, ehhh ... sekarang mau aku jadi encok apa? Hiks ... ini pasti Yudha sengaja ngerjain aku. Oh malangnya nasibmu Shofi.' Shofi bergumam pelan nyaris tidak terdengar tapi telinga Yudha sangat tajam, dia bisa dengar kata-kata wanitanya itu. Yudha menahan tawanya." Ehmmm ... Shofi, ja ....""Apa ....?" jawabnya lemes tanpa menoleh ke arah suara, mata indahnya masih menatap kolam itu semakin tak berdaya."Udah ... jangan melamun, ayo dikerjakan," perintah Yudha.Shofi masih
Teriak histeris saat Nek Anum tiba di lokasi kejadian. Semua tim Sar serta para penyelamat handal telah dikerahkan, pencarian selama satu minggu pun tidak membuahkan hasil."Pak, tolong dilanjutkan pencariannya," mohon Nek Anum kepada ketua tim Sar."Pencarian telah selesai, Bu. Mohon maaf," ujar ketua tim sar berlalu meninggalkan Nek Anum.Sejak itulah Kakek Wilson menghilang tidak pernah kembali. Namun, Nek Anum yakin Kakek masih hidup. Bila benar telah wafat tentu ada jasadnya, ini jasat kakek tidak ditemukan. Nek Anum memutuskan untuk tetap menunggu Kakek Wilson hingga akhir hayatnya. "Shofi, terimalah Yudha, Nenek yakin dia adalah calon imammu," ucapan dari Nek Anum ini sangat berarti bagi Shofi untuk menambah keyakinannya terhadap Yudha.***Kicau burung terdengar merdu di pagi hari yang begitu cerah terutama di hari Minggu, Yudha telah datang untuk menjemput Shofi."Assalamualaikum, pagi, Nenek," sapa pemuda mach
Mobil mewah yang disetir Yudha berhenti di gerbang sebuah rumah mewah bergaya mini malis. Seorang sekuriti tampak bergegas membukakan pintu yang terbuat dari besi kokoh itu. "Selamat siang, Den!" Pak sekuriti memberikan salam sembari menganggukkan kepalanya. "Siang juga, Pak Budi," sahut Yudha saat kaca mobil dia turunkan. Mobil mewah itu langsung masuk menuju ke area parkir yang telah disiapkan. Lalu dia dan Shofi keluar dan masuk ke rumah megah itu. Yudha menekan tombol yang berisikan kode akses buka pintu rumahnya.KLIK!Pintu utama itu pun terbuka lebar, Yudha melangkah masuk diikuti Shofi dari belakang. Mata indah perempuan berkulit putih itu menyapu seluruh ruangan.Sepi!Hening!Namun, rumah itu terkesan rapi dan bersih. Tepat sekali, Yudha memang anak yang pembersih dan perapi. Entah siapa yang telah membersihkan rumahnya? Pikiran Shofi menerawang jauh. Apakah Yudha memakai jasa pembersih online? Entahlah, ia juga pe
Cuaca mendung di pagi itu mengantar kepergian Cinta. Wanita keturunan Thionghua itu bersiap-siap untuk masuk ke pesawat. Sebelum ia masuk, Cinta memeluk putra kesayangannya yang tampak sendu.Tentu saja, Cinta baru tiba di tanah air beberapa waktu lalu. Dan kini Yudha harus melepaskan wanita cinta pertamanya untuk kembali lagi ke London. Kedatangan Cinta di tanah air selain ingin memastikan keselamatan putra kesayangannya, ia memperbaharui penandatanganan kontrak kerja sama salah satu perusahaan besar."Jaga dirimu ya, Pangeranku!" kecup hangat mendarat di kedua pipi Yudha."Baik, Cintaku!" Yudha balas mencium kening ibu kandungnya dan punggung tangannya penuh takzim."Titip Yudha, ya, Shofi. Tolong jagakan dia untukku." pinta Cinta pada perempuan cantik itu."Baik, Bu. Insya Allah!" Cinta memeluk Shofi lalu Shofi mencium tangannya.Setelah menyaksikan Cinta masuk ke pesawat. Yudha dan Shofi pun berbalik arah berjalan
Cinta membuka pintu apartemen, ia dan Yudha masuk kedalam dan mengunci kembali."Serius apaan, Hmmm?" tanya Cinta saat mereka duduk di sebuah sofa unggu."Yang Cinta ajukan ke Shofi tadi!" Yudha tampak antusias."Hu'um!""Bukannya bagus ada seorang yang bantu kamu, hmm?""Bukan begitu, Cinta ... tapi misiku akan terbongkar nantinya."Ya ampun ... Yudha ternyata punya misi, siapakah Yudha sebenarnya? Misi apa yang sedang ia sembunyikan?"Oh, iya, ngomong-ngomong kapan kamu bersedia menjabat sebagai CEO, menggantikan papimu?" tanya Cinta menatap anaknya yang rupawan.Yudha terdiam, ia tampak sedang berpikir keras. Ia lebih suka menjadi seorang polisi intelijen dan itu adalah cita-citanya daripada menjadi CEO mewarisi kerajaan bisnis orang tuannya. Tetapi orang tuanya hanya memiliki dia seorang, sungguh dilema."Kasihan Papimu, sayang. Sudah saatnya dia pensiun. Sekarang Papimu mulai
Sherin Zang adalah nama asli Cinta, berasal dari keturunan Tionghoa yang menikah dengan Hardi Anggara, bapaknya Yudha. Wanita itu begitu anggun dengan wajah oriental sangat cantik, siapa yang mengira usianya telah melewati setengah abad. Bila melihat dia duduk bersama Yudha, seperti sepasang kekasih. Sungguh, Cinta pintar merawat badannya.Sherin dan Hardi bertemu di acara ulang tahun Antony Zang di London. Orang tua Hardi dan Antony adalah berteman baik juga relasi bisnis. Saat itu Hardi sedang melanjutkan kuliahnya di London sementara Sherin baru lulus sekolah menengah. Lalu, Antony meminta Hardi untuk menikahi Sherin, karena Antony Zang, bapaknya Sherin menderita kanker stadium akhir, ia ingin putri semata wayangnya segera menikah untuk mewarisi harta dan bisnisnya sebelum ia meninggal.Kenapa Yudha memanggil ibunya dengan sebutan Cinta?Suatu hari, kala itu usianya baru empat tahun. Yudha yang baru saja keluar dari sekolah taman kanak
Cinta itu tidak mengenal usia, bila rasa telah tertancap di dalam dada langkah seterusnya adalah memperjuangkannya. Begitu juga dengan Yudha, ia akan memperjuangkan cintanya. Pagi ini adalah hari dimana Shofi akan mulai bekerja kembali, setelah kejadian penculikan beberapa waktu lalu. Shofi telah berjanji pada neneknya akan bangkit dari keterpurukan mental. "Nek, Shofi berangkat dulu ya." Shofi mencium tangan tua itu dengan takzim. "Iya, hati-hati di jalan ya," pesan Nek Anum. "Iya, Nek. Assalamualaikum." "Waalaikum salam." Shofi keluar dari pintu rumahnya, dan berjalan ke arah halte bus. Ia pergi ke kampus dengan naik angkutan umum. Tin! Tin!Tiba-tiba suara klakson mobil berbunyi di samping Shofi. Perempuan berkulit bersih itu menoleh. "Shofi, ayo kuantar." "Baiklah!" Shofi lalu masuk ke dalam mobil Yudha. "Kamu sudah baikan?" tanya Yudha. "Alhamdulillah, sudah," jawab Shofi deng