"Sukma Jaya Grup, didirikan oleh suamiku. Dengan susah payah. Semula, bisnis utama kami hanya membuat kemasan jajanan kaki lima. Semua suamiku, kakek dari Elang yang melakukan. Tetapi kenapa sekarang bisa merambah sampai ke industri makanan dan sebesar ini?" Helen bertanya pada Atika yang semakin menegakkan bahunya tidak mengerti. Bagaimana caranya ia bisa tahu perjuangan kakek mertuanya dulu? Atika tidak pernah membaca berita bisnis seumur hidupnya."Karena tekad yang kuat! Semua anggota keluarga Sukma Jaya bertekad kuat, ketika sudah menentukan satu target maka pantang untuk mundur meski harus nyawa taruhannya!" lanjut Helen lalu menuangkan teh ke dalam cangkir Atika. "Minumlah!" Helen mengangsurkan cangkir itu pada Atika.Atika mengangguk patuh seperti burung beo dan menyesap tehnya. Tadi pagi sekali, saat Elang sedang bersiap pergi ke kantor, Helen tiba-tiba sudah mengetuk pintu kamar Atika. Helen ingin mengenal cucu menantunya lebih dekat, karena itu ia mengajak Atika minum teh d
Helen memandang punggung Atika dan Elang yang menghilang ke dalam mobil. Dua puluh menit lalu, Elang menjemput Atika dan beralasan ada hal yang ingin ia tunjukan pada istrinya itu. Helen mendengus, ia tahu itu hanya akal-akalan Elang untuk sesegera mengamankan istrinya."Memangnya aku ini macan buas yang kelaparan apa? Anak itu sungguh keterlaluan!" ujar Helen sambil berbalik dan menemukan Ratih, satu-satunya orang yang Helen percaya setelah mendiang suaminya meninggal bertahun-tahun lalu."Nyonya, jadwal operasi anda sudah ditentukan. Saya sudah menyiapkan semua keperluan anda, hanya tinggal memberitahu berita ini pada tuan muda Elang."Helen tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya, dahinya yang masih jarang dikunjungi kerutan karena bantuan botox, kini berkerut dalam karena beban dalam pikirannya."Siapkan saja apa yang harus disiapkan, tapi biarkan anak itu tidak mengetahui apa-apa. Ini lebih baik untuknya. Aku tidak ingin membuat bebannya bertambah banyak."Ratih mengangguk patuh.
301 Helen menatap nomor pintu di depannya lalu kembali pada kunci di tangannya. Anak kunci itu juga berukiran angka 301. Seharusnya ini kamar kost-nya, anak kunci itu ia temukan di saku mantelnya bersama dompetnya. Tanpa sadar Helen mengelus permukaan angka itu. Jika yang Dony katakan benar, itu artinya Helen sudah tinggal dalam ruangan di balik pintu ini hampir satu tahun. Tapi kenapa Helen tidak ingat sama sekali? Rasanya sesak, menyadari ia tidak mengingat apapun tentang dirinya sendiri. Ia merasa kesepian, Helen seperti kehilangan sebagian dirinya. Sempat terpikir olehnya untuk pulang ke Sumedang, kembali tinggal bersama Nenek. Tapi itu hanya akan menambah masalah, Nenek pasti akan terkejut mengetahui kondisi Helen yang mendekati orang gila. Tangannya sedikit gemetar saat membuka pintu, jantung Helen berdetak kencang. Ia takut, dan anehnya Helen tertawa. Entahlah kenapa tiba-tiba keadaan menjadi lucu saat ini, ia takut pada rumahnya sendiri. Lampu ruangan belum dinyalakan, sehin
“Bang, kenapa kamu tidak bilang akan datang kesini? Untung saja aku melihatmu dari seberang jalan. Abang jahat!” gerutu Sania sambil berjalan menghampiri meja Dony, ia berkacak pinggang saat tiba di hadapan Dony.“Abang tahu aku sangat suka datang kesini. Dan terakhir kali kita kesini saat ulang tahunmu dua tahun lalu,” bisik Sania hampir menyerupai desisan.Dony membulatkan mata dan memberi isyarat dengan tatapan agar Sania mengerti di sana ada Helen yang bisa mendengar ucapannya. Sania mengikuti arah tatapan Dony dan terkesiap saat melihat orang di sampingnya.“Ya Tuhan..aku sangat bodoh! Kak Helen , maafkan aku. Aku kira bukan Kakak yang sedang bersama Abang.” Sania mundur sedikit agar bisa melihat Helen lebih jelas.Sania sudah lama mengharapkan bisa berada dekat dengan Helen dan tak mengira kesempatan itu datang saat ia bertindak kekanak-kanakan di depan Helen. Saat ini, bukan hanya Helen yang heran karena Sania mengetahui namanya tapi Dony juga kaget adiknya mengenal Helen. Sein
Bau gosong yang diiringi kepulan asap tipis memenuhi kamar kost kecil itu. Sania mendengus, beranjak dari tempat tidurnya lalu berlari ke arah dapur. Sudah ia kira, Kakaknya tak menyadari hampir saja membakar hidup-hidup mereka berdua. Dony tetap diam mematung di depan penggorengan sambil memegang sendok penjepit tanpa peduli pada roti panggang untuk menu sarapan mereka yang kini sehitam arang.“Tsk! Abang, daripada kamu terus seperti ini kenapa tidak kamu temui saja kak Helen? Ungkapkan apa yang Abang rasakan pada Kak Helen selama setahun ini! Katakan Abang mencintainya dan rela menerima Kak Helen apapun yang terjadi padanya,” gerutu Sania.Ia mematikan api lalu mengambil roti yang baru dan mengoleskan selai kacang tanpa memanggangnya terlebih dahulu. Dony akhirnya terjaga dari lamunannya dan menatap sinis adiknya yang sedang mengunyah roti sambil membersihkan ‘sisa pekerjaan’ Dony. Jika saja keadaannya semudah yang dikatakan Sania, Dony tentu akan mengambil kesempatan ini untuk mera
“Dony, sepertinya itu tidak penting lagi untukku. Bukan berarti aku tidak ingin mendapatkan kembali ingatannku, aku ingin mengingat kembali apa yang sudah kulupakan, karena bagaimanapun kenangan itu adalah sebagian dari diriku.” Helen berhenti untuk menarik nafas pelan, menarik tangannya dari genggaman Dony dan menaruhnya di dadanya sendiri.“Namun rasanya, hatiku mengatakan aku memang lebih baik melupakannya. Seperti apa yang kamu katakan kemarin, Bukankah yang terbaik adalah waktu sekarang?”Dony terpana, ia tak menyangka Helen dapat mengingat apa yang diucapkannya kemarin. Gadis ini, dengan caranya sendiri selalu membuat Dony terjebak dan Dony menyukainya.“Lalu, kenapa kamu memutuskan untuk mengambil cuti? Apa itu salah satu rencanamu memulai hidup baru?”“Entahlah, aku sendiri bingung. Saat kamu mengatakan aku mahasiswa hukum, lalu juara debat dan sebagainya itu, rasanya itu bukan diriku. Aku tidak mengenal sama sekali orang yang kamu bicarakan, dan jika aku hidup menjadi orang
Jarak antara tempat tinggal Dony dan Helen sangat dekat karenanya terasa aneh bagi Dony saat ini berangkat menuju tempat Helen menggunakan mobil ayahnya. Selain itu Dony telah terbiasa berjalan kaki atau menggunakan bis. Tidak, Dony menaruh tangannya yang bebas di atas dada, jantungnya berdetak kencang bukan karena kedua alasan tadi, melainkan ia akan mengajak Helen kencan dan belum tentu gadis itu akan menerimanya. Dony menepikan mobil di depan apartement Helen. Saat ini, ia baru menyadari rencana Sania sangat gila, kenapa ia sangat percaya diri Helen akan menerima begitu saja ajakannya bermain ski?“....menangkan hati Helen. Semoga sukses!”Benar, hingga hari ini Dony jarang sekali melakukan hal untuk dirinya sendiri, ia selalu mengutamakan perasaan orang lain, bagi Dony perasaan orang-orang di dekatnya lebih penting di banding dirinya sendiri. Ia merasa dirinya cukup kuat untuk memendam semua yang ia inginkan. Tapi tidak dengan kali ini, terkadang seseorang perlu berubah untuk mend
“Amnesia psikogenik dapat digambarkan sebagai keadaan dimana pasien memblok keluar bagian memori dari peristiwa yang tidak menyenangkan di masa lalu. Kondisi yang umum terjadi adalah ketidakmampuan mengingat informasi pribadi atau beberapa masa sebelum peristiwa tidak menyenangkan itu terjadi.”Jari Helen bergerak pelan menunjuk tulisan yang terpampang di artikel yang dibawa Sania. Ternyata selama beberapa hari ini, Sania mencari informasi yang berhubungan dengan kondisi Helen di perpustakaan. Kesimpulan yang Sania dapatkan Helen kemungkinan terkena amnesia psikogenik.Sania memeluk lututnya dan memperhatikan Helen yang masih terus membaca kumpulan artikel-artikel lainnya. Sania berusaha membaca pikiran Helen, tidak –Sania ingin mengetahui bagaimana perasaan Helen sekarang. Entah kenapa sejak hari Sania melihat Helen di caffe, Sania seakan merasa lebih dekat dengan Helen lebih dari sebelumnya. Bukan lagi sebagai seorang fans pada idolanya, tapi lebih mirip antara adik yang ingin mengo
"Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p
“Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay
Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila
Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad
“Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj
“Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l
Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru
“Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi
Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng