301 Helen menatap nomor pintu di depannya lalu kembali pada kunci di tangannya. Anak kunci itu juga berukiran angka 301. Seharusnya ini kamar kost-nya, anak kunci itu ia temukan di saku mantelnya bersama dompetnya. Tanpa sadar Helen mengelus permukaan angka itu. Jika yang Dony katakan benar, itu artinya Helen sudah tinggal dalam ruangan di balik pintu ini hampir satu tahun. Tapi kenapa Helen tidak ingat sama sekali? Rasanya sesak, menyadari ia tidak mengingat apapun tentang dirinya sendiri. Ia merasa kesepian, Helen seperti kehilangan sebagian dirinya. Sempat terpikir olehnya untuk pulang ke Sumedang, kembali tinggal bersama Nenek. Tapi itu hanya akan menambah masalah, Nenek pasti akan terkejut mengetahui kondisi Helen yang mendekati orang gila. Tangannya sedikit gemetar saat membuka pintu, jantung Helen berdetak kencang. Ia takut, dan anehnya Helen tertawa. Entahlah kenapa tiba-tiba keadaan menjadi lucu saat ini, ia takut pada rumahnya sendiri. Lampu ruangan belum dinyalakan, sehin
“Bang, kenapa kamu tidak bilang akan datang kesini? Untung saja aku melihatmu dari seberang jalan. Abang jahat!” gerutu Sania sambil berjalan menghampiri meja Dony, ia berkacak pinggang saat tiba di hadapan Dony.“Abang tahu aku sangat suka datang kesini. Dan terakhir kali kita kesini saat ulang tahunmu dua tahun lalu,” bisik Sania hampir menyerupai desisan.Dony membulatkan mata dan memberi isyarat dengan tatapan agar Sania mengerti di sana ada Helen yang bisa mendengar ucapannya. Sania mengikuti arah tatapan Dony dan terkesiap saat melihat orang di sampingnya.“Ya Tuhan..aku sangat bodoh! Kak Helen , maafkan aku. Aku kira bukan Kakak yang sedang bersama Abang.” Sania mundur sedikit agar bisa melihat Helen lebih jelas.Sania sudah lama mengharapkan bisa berada dekat dengan Helen dan tak mengira kesempatan itu datang saat ia bertindak kekanak-kanakan di depan Helen. Saat ini, bukan hanya Helen yang heran karena Sania mengetahui namanya tapi Dony juga kaget adiknya mengenal Helen. Sein
Bau gosong yang diiringi kepulan asap tipis memenuhi kamar kost kecil itu. Sania mendengus, beranjak dari tempat tidurnya lalu berlari ke arah dapur. Sudah ia kira, Kakaknya tak menyadari hampir saja membakar hidup-hidup mereka berdua. Dony tetap diam mematung di depan penggorengan sambil memegang sendok penjepit tanpa peduli pada roti panggang untuk menu sarapan mereka yang kini sehitam arang.“Tsk! Abang, daripada kamu terus seperti ini kenapa tidak kamu temui saja kak Helen? Ungkapkan apa yang Abang rasakan pada Kak Helen selama setahun ini! Katakan Abang mencintainya dan rela menerima Kak Helen apapun yang terjadi padanya,” gerutu Sania.Ia mematikan api lalu mengambil roti yang baru dan mengoleskan selai kacang tanpa memanggangnya terlebih dahulu. Dony akhirnya terjaga dari lamunannya dan menatap sinis adiknya yang sedang mengunyah roti sambil membersihkan ‘sisa pekerjaan’ Dony. Jika saja keadaannya semudah yang dikatakan Sania, Dony tentu akan mengambil kesempatan ini untuk mera
“Dony, sepertinya itu tidak penting lagi untukku. Bukan berarti aku tidak ingin mendapatkan kembali ingatannku, aku ingin mengingat kembali apa yang sudah kulupakan, karena bagaimanapun kenangan itu adalah sebagian dari diriku.” Helen berhenti untuk menarik nafas pelan, menarik tangannya dari genggaman Dony dan menaruhnya di dadanya sendiri.“Namun rasanya, hatiku mengatakan aku memang lebih baik melupakannya. Seperti apa yang kamu katakan kemarin, Bukankah yang terbaik adalah waktu sekarang?”Dony terpana, ia tak menyangka Helen dapat mengingat apa yang diucapkannya kemarin. Gadis ini, dengan caranya sendiri selalu membuat Dony terjebak dan Dony menyukainya.“Lalu, kenapa kamu memutuskan untuk mengambil cuti? Apa itu salah satu rencanamu memulai hidup baru?”“Entahlah, aku sendiri bingung. Saat kamu mengatakan aku mahasiswa hukum, lalu juara debat dan sebagainya itu, rasanya itu bukan diriku. Aku tidak mengenal sama sekali orang yang kamu bicarakan, dan jika aku hidup menjadi orang
Jarak antara tempat tinggal Dony dan Helen sangat dekat karenanya terasa aneh bagi Dony saat ini berangkat menuju tempat Helen menggunakan mobil ayahnya. Selain itu Dony telah terbiasa berjalan kaki atau menggunakan bis. Tidak, Dony menaruh tangannya yang bebas di atas dada, jantungnya berdetak kencang bukan karena kedua alasan tadi, melainkan ia akan mengajak Helen kencan dan belum tentu gadis itu akan menerimanya. Dony menepikan mobil di depan apartement Helen. Saat ini, ia baru menyadari rencana Sania sangat gila, kenapa ia sangat percaya diri Helen akan menerima begitu saja ajakannya bermain ski?“....menangkan hati Helen. Semoga sukses!”Benar, hingga hari ini Dony jarang sekali melakukan hal untuk dirinya sendiri, ia selalu mengutamakan perasaan orang lain, bagi Dony perasaan orang-orang di dekatnya lebih penting di banding dirinya sendiri. Ia merasa dirinya cukup kuat untuk memendam semua yang ia inginkan. Tapi tidak dengan kali ini, terkadang seseorang perlu berubah untuk mend
“Amnesia psikogenik dapat digambarkan sebagai keadaan dimana pasien memblok keluar bagian memori dari peristiwa yang tidak menyenangkan di masa lalu. Kondisi yang umum terjadi adalah ketidakmampuan mengingat informasi pribadi atau beberapa masa sebelum peristiwa tidak menyenangkan itu terjadi.”Jari Helen bergerak pelan menunjuk tulisan yang terpampang di artikel yang dibawa Sania. Ternyata selama beberapa hari ini, Sania mencari informasi yang berhubungan dengan kondisi Helen di perpustakaan. Kesimpulan yang Sania dapatkan Helen kemungkinan terkena amnesia psikogenik.Sania memeluk lututnya dan memperhatikan Helen yang masih terus membaca kumpulan artikel-artikel lainnya. Sania berusaha membaca pikiran Helen, tidak –Sania ingin mengetahui bagaimana perasaan Helen sekarang. Entah kenapa sejak hari Sania melihat Helen di caffe, Sania seakan merasa lebih dekat dengan Helen lebih dari sebelumnya. Bukan lagi sebagai seorang fans pada idolanya, tapi lebih mirip antara adik yang ingin mengo
Matahari telah terbit, Arya masih tetap dalam posisinya di mini bar dalam apartemennnya. Ia duduk di sana sejak tiba beberapa jam yang lalu. Pertemuannya dengan Helen yang membuat Arya enggan beraktivitas seperti biasa. Setelah lebih dari satu pekan tak bertemu, dan tanpa sengaja membuat perasaan Arya kembali tak enak. Terlebih melihat Helen sepertinya tidak mengalami fase yang dialaminya setelah mereka berpisah. Helen tampak sangat…..ceria. Tidak, Helen terlihat bahagia, dan itu mengingatkan Arya pada Helen saat mereka masih SMU. Ternyata keputusannya benar dengan memilih berpisah, Helen lebih bahagia hidup tanpanya.Tapi, Arya tak menyukai kenyataan itu. Kenapa hanya Arya yang memendam rasa perih ini? Dan siapa pria yang bersama Helen semalam? Mereka bukan sekedar rekan kerja, Arya yakin itu. ***"Aku tidak mau menerima seorang pria yang dalam hatinya ada nama perempuan lain. Datanglah kembali ketika namanya tak lagi kutemukan disana."Bodoh! Mentari merutuki dirinya sendiri. Egony
Matahari bersinar terang layaknya musim panas tahun-tahun sebelumnya. Helen yang biasanya lebih suka pulang dengan berjalan kaki hari ini lebih memilih naik bis, ia tentu tak ingin terserang dehidrasi karena kepanasan. Helen sudah tak sabar ingin segera berendam dan menghilangkan rasa lelahnya hari ini. Tahun ini tahun pertama Helen di SMU, tapi rasanya beban pelajarannya dapat disamakan dengan siswa senior.Halte bis tidak begitu jauh dari gedung sekolah, hanya perlu melewati beberapa toko dan caffe tempat anak-anak seusianya berkumpul. Helen tidak tertarik dengan itu, baginya itu hanya membuang waktu. Lebih baik Helen menghabiskan waktunya dengan menonton drama di rumah atau mendengarkan penyiar radio kesayangannya.“I Love You Sky Blue!” Helen bicara pada dirinya sendiri sambil membentuk Love Sign di atas kepala dengan kedua tangannya.Terkadang Helen secara tak sadar selalu melakukan ini saat sedang memikirkan penyiar favoritnya, emosi remaja terlalu mendominasi Helen saat itu. Se