Satu jam kemudian, Hanny sukses menyeret Atika kesana kemari menjelajahi salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota. Dua orang asisten Rika turut serta mengikuti mereka, kedua tangan gadis-gadis belia itu penuh dengan tas kertas berisi 'perbekalan Atika untuk berbulan madu', sebuah istilah yang diciptakan Hanny setiap kali Atika merengek minta pulang dan mengakhiri sesi belanja mereka."Tika, ini pertama kalinya dalam hidupmu pergi berlibur! Kamu gak tahu kan, sebanyak apa baju yang kamu perlukan nanti. Jadi, mumpung suami kamu memberikan kartu unlimited ini, manfaatkan saja sepuasnya!" kata Hanny begitu Atika mengerucutkan bibirnya lagi.Atika menjatuhkan bok*ngnya ke kursi tunggu dan membiarkan Hanny berkeliling sendirian melihat tas-tas yang dipajang dalam etalase kaca."Aku yang bulan madu, tapi kamu yang lebih antusias!" gerutu Atika sambil melepas sepatu hak tingginya, dan memijat tumitnya pelan.Seorang pegawai toko tiba-tiba menghampiri dan menyerahkan sebuah sandal rumah
"Apa keputusanku ini salah?" gumam Atika pada dirinya sendiri.Perempuan itu kini memandang menembus sekat kaca yang memisahkan ruang tamu dan ruang baca, kepada seorang gadis belia berambut panjang sepunggung. Gadis itu bernama Aqila. sesuai dugaan Atika saat mendengar nama Aqila kali pertama di rumahnya dulu, gadis itu cantik dengan pesonanya sendiri. Matanya yang bulat sangat serasi dengan hidung mungil walau tidak begitu mancung, bibirnya juga mungil namun berisi membuat setiap lawan jenis bisa mudah melirik.Elang menyangkal kalau dulu ia dan gadis ini memiliki hubungan spesial, namun melihat betapa menariknya Aqila, sepertinya ada yang bermasalah dengan penglihatan suaminya. Sebab, terlihat jelas Aqila menaruh perasaan lebih pada Elang. Gadis itu datang sendirian melintasi tiga buah provinsi, hanya untuk bertemu dengan Elang."Kalau boleh saya tahu, siapa gadis itu, Nyonya?" tanya Rika yang baru kembali dari dapur setelah menyiapkan makan malam. "Seingat saya, tidak pernah ada s
"Temani Aqila makan malam," kata Elang singkat pada salah satu asisten Rika.Pria itu lalu bergegas menyusul Atika naik ke lantai dua, Namun saat Elang baru tiba di anak tangga kedua, Aqila keluar dari kamar tamu memanggil Elang."Mas, bisa kita bicara sebentar?" pinta Aqila sambil berjalan menghampiri Elang. Gadis itu meraih ujung lengan kemeja Elang dan menariknya perlahan, seperti anak kecil.Elang mengalihkan pandangan sekilas ke atas, sekelebat bayangan melintas di celah pintu kamarnya yang terbuka. Tak lama, bunyi pintu yang dibanting terdengar. Elang kemudian menggangguk pada Aqila."Kita bicara di ruang kerjaku saja."Aqila tersenyum puas dan tanpa sadar mengamit lengan Elang, tetapi sigap pria itu melepaskan tangan Aqila dari lengannya dan berjalan mendahuluinya."Wah, Mas Elang benar-benar kaya raya sekarang! Seandainya Budhe Hanum masih ada, pasti Budhe akan senang melihat rumah Mas Elang yang besar ini!" celoteh Aqila bersemangat begitu memasuki ruang kerja Elang.Gadis it
Atika merasa pagi datang dengan sangat lambat. Gambaran adegan Aqila yang berlutut di hadapan Elang agar dijadikan istri kedua, membayangi pelupuk mata Atika setiap kali ia memejamkan mata. Sebab itulah, hingga jam analog menunjukkan angka tiga, Atika tidak sedetik pun jatuh ke alam mimpi. Selain itu, Atika juga tidak dapat tidur karena sejak semalam, Elang tidak kembali ke kamar. Entah bermalam dimana suaminya, Atika enggan untuk mencari tahu.Tidak, tepatnya Atika ketakutan kalau ternyata Elang sedang bersama Aqila, menghibur gadis itu atau bahkan memenuhi permintaan Aqila untuk dinikahi. Kepala Atika tiba-tiba terasa berat memikirkan kemungkinan terburuk itu. Daripada berdiam mengurung diri di dalam kamar, Atika memutuskan untuk berjalan-jalan di halaman rumah sambil menunggu matahari terbit. Sayangnya, belum sampai di halaman langkah Atika terhenti ketika mendengar bunyi benda-benda berjatuhan dari arah dapur."Kenapa mereka memasak sepagi ini?" gumam Atika sambil berjalan cepat m
"Berhenti!" pekik Aqila nyaring mengejar Atika keluar dari dapur.Atika berbalik dan menemukan wajah gadis itu sudah semerah tomat, dengan cepat Aqila berjalan mendekati Atika. Tangan kanan gadis itu kini mengacungkan sebuah pisau daging ke udara."Kalau perlu aku yang akan mengambil alih tugas Tuhan memisahkan kalian!" teriak Aqila sambil berlari siap menghunuskan benda di tangannya ke arah Atika.Atika tidak siap menerima serangan mendadak seperti ini, otaknya mendadak beku membuat tubuhnya seperti dipaku ke lantai. Atika hanya mampu memejamkan mata bersiap menerima nasib buruk yang akan menimpanya. Namun, selang beberapa detik kemudian, Atika tidak merasakan apapun. Sebaliknya, ia hanya mendengar bunyi benda besar terjatuh. Dengan hati-hati, Atika membuka mata. Di hadapannya, Aqila terkapar meringis kesakitan memegangi sikunya yang lecet sementara beberapa langkah di samping gadis itu, Elang berdiri tegak membelakangi Atika, menghadap Aqila."Mulai saat ini, jangan pernah muncul d
"Keluar! Dasar anak haram, pembawa sial! Keluar kamu, mau kamu sembunyikan dimana pun anakku, aku bisa menemukannya!"Teriakan Guntur, salah satu tetua desa yang juga ayah dari Aqila menambah suasana mencekam malam itu. Seruan serta gedoran pintu dan juga kaca jendela ikut mengiringi amukan Guntur yang mencari keberadaan putrinya. Elang yang melihat orang-orang desa mengererumuni rumahnya, sontak menepikan motor tua yang ia kendarai beberapa meter sebelumnya. Kening pria itu berkerut dalam belum menyadari bahaya yang mengintainya."Ini dia, orangnya sudah datang!" seru seorang ibu-ibu tambun penjual nasi pecel.Guntur yang berdiri paling depan dekat dengan pagar rumah Elang, merangsek berbalik arah menjauhi kerumunan dan menarik ujung kaus lusuh Elang."Kamu sembunyikan dimana putriku?""Apa maksud Bapak? Saya tidak menyembunyikan Aqila!"Sebuah tendangan keras menghantam tulang kering Elang membuat pria itu jatuh tersungkur ke tanah. Guntur lalu menginjak punggung Elang, membuat pria
Kedua mata Atika membeliak saat memahami arti permintaan Elang. "Kamu gila! Kalau ada perawat yang datang gimana?" desis Atika ngeri. "Apa masalahnya? Kita suami istri." "Justru mereka yang malu karena telah memergoki kita, itu maksudmu kan?" sambung Atika cepat memotong perkataan Elang yang pernah pria itu ucapkan di hari pertama mereka menikah. "Tapi kita sekarang ada di rumah sakit. Fasilitas umum. Gak! Aku mau tidur terpisah." Atika menunjuk extra bed di samping tempat tidur pasien. "Kamu tega, aku seorang pasien sekarang. Tanganku baru saja dijahit," ujar Elang memelas. Atika bergidik ngeri melihat sisi kekanak-kanakkan suaminya. Sosok tangguh yang sempat menangkis sebuah pisau untuknya sontak menghilang begitu saja. "Justru karena lenganmu terluka, kamu memerlukan ruang gerak yang luas. Sudah, jangan banyak mengeluh!" kata Atika tegas seraya membetulkan kembali posisi selimut hingga menutupi tubuh Elang hingga ke dada. "Tadi katanya mau mengatakan sesuatu."Elang mendesah
"Aku sudah selesai makan," kata Atika sambil beringsut menjauh dari meja makan begitu Elang tiba di ruang makan, membuat semua orang tak terkecuali Elang terperangah heran.Sudah dua hari sejak kepulangan Elang dari rumah sakit, sikap Atika berubah drastis. Kentara sekali Atika menghindari suaminya. Atika dan Elang seakan dipasang magnet dengan kutub berlawanan, dimana ada Elang maka Atika tidak mungkin ada di tempat yang sama. Bagaimana dengan di kamar tidur? Atika selalu sudah terlelap setiap kali Elang masuk ke dalam kamar dan sudah menghilang dari atas tempat tidur begitu Elang membuka mata. Istrinya itu seakan sudah bisa menduga kapan Elang akan terjaga dari tidurnya.Elang mengacak rambutnya gusar. Satu hari setelah perubahan sikap Atika, Elang berpikir keras mencari kesalahan apa yang ia perbuat hingga membuat Atika bertindak aneh seperti itu? Dan, Elang menemukan jawabannya. Perempuan manapun tidak akan ada yang suka mendengar kisah masa lalu suaminya, dan malam itu, Elang den
"Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p
“Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay
Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila
Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad
“Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj
“Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l
Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru
“Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi
Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng