"Aku sudah selesai makan," kata Atika sambil beringsut menjauh dari meja makan begitu Elang tiba di ruang makan, membuat semua orang tak terkecuali Elang terperangah heran.Sudah dua hari sejak kepulangan Elang dari rumah sakit, sikap Atika berubah drastis. Kentara sekali Atika menghindari suaminya. Atika dan Elang seakan dipasang magnet dengan kutub berlawanan, dimana ada Elang maka Atika tidak mungkin ada di tempat yang sama. Bagaimana dengan di kamar tidur? Atika selalu sudah terlelap setiap kali Elang masuk ke dalam kamar dan sudah menghilang dari atas tempat tidur begitu Elang membuka mata. Istrinya itu seakan sudah bisa menduga kapan Elang akan terjaga dari tidurnya.Elang mengacak rambutnya gusar. Satu hari setelah perubahan sikap Atika, Elang berpikir keras mencari kesalahan apa yang ia perbuat hingga membuat Atika bertindak aneh seperti itu? Dan, Elang menemukan jawabannya. Perempuan manapun tidak akan ada yang suka mendengar kisah masa lalu suaminya, dan malam itu, Elang den
"Ehhem! Hp terus yang disenyumin, kenapa gak langsung disamperin aja ke kantornya aja sih, Mbak?" Bisikan Keyla yang disertai sikutan ringan di pinggang Atika, membuat perempuan itu terlonjak pelan. Hampir saja Atika lupa diri sedang berada dimana sejak menerima pesan singkat yang disertai rekaman video pendek dari Elang. Video itu menampilkan Elang yang sedang bermain piano, Atika tidak begitu paham lagu klasik apa yang sedang dimainkan oleh suaminya itu."Mbak, aku jujur ya. Seandainya aku gak lebih dulu ketemu Pak Daffa, aku sudah cinta mati sama Pak Elang gara-gara liat video ini. Akhirnya aku sadar kenapa banyak karyawati yang patah hati waktu tahu Pak Elang udah nikah sama Mbak," ucap Keyla yang tiba-tiba ikut menonton rekaman video Elang.Atika melirik rekan kerja sekilas lalu kembali melihat layar ponselnya. Meski Atika dan Elang bertemu setiap hari, tetapi benar apa kata Keyla. Melihat Elang dalam balutan kemeja putih dengan celana putih sambil memainkan piano, pria itu meng
"Terima kasih untuk informasinya, tapi aku lebih tahu seperti apa suamiku. Dia bukan pria yang seperti kamu sebutkan," kata Atika kesal dan tanpa menunggu lagi, Atika mendorong kursinya menjauh lalu berlalu meninggalkan Daffa. "Dasar laki-laki kardus! Harusnya dia bercermin sebelum menjelek-jelekkan Elang!" desis Atika sambil berjalan cepat kembali menuju ruangannya. "Mbak Tika, tunggu!" panggil Keyla dari belakang, Atika tidak menoleh dan menekan tombol ke atas di samping pintu lift. "Mbak, aku tahu Pak Daffa sudah keterlaluan bilang Pak Elang gak bertanggung jawab. Tapi apa yang Pak Daffa bilang itu benar!" Keyla menarik-narik lengan kemeja Atika pelan. Atika mengerlingkan mata kesal dan menatap bayangan mereka yang terpantul di pintu lift. Beruntung tidak ada siapa-siapa lagi di sekitar mereka, sehingga Atika tidak perlu bersikap hati-hati sekarang. "Kamu sangat menyukai Daffa, jadi apapun yang dikatakan pria itu pasti terlihat benar di matamu." "Bukan begitu, Mbak. Mbak Tika
Elang berbohong dan Atika tahu itu, tetapi tidak ada yang bisa Atika lakukan. Sayangnya, hal itulah menjadi penyebab perempuan itu sulit tidur nyenyak beberapa hari terakhir."Mbak Tika, kamu pucat banget!" bisik Keyla begitu Atika memasuki ruang humas.Atika mengernyit kecil dan menaruh tas tangannya ke atas meja kerjanya. "Aku merasa agak kurang sehat," keluh Atika."Kenapa malah masuk kerja kalau sakit? Istiraha di rumah saja. Gak ada yang berani memecat Mbak Tika, juga," timpal Triana terlalu jujur."Benar, Mbak. Lagipula Pak Elang keterlaluan, di rumah pasti dia lihat Mbak Tika gak sehat gini, masih bisa membiarkan Mbak Tika berangkat kerja!" gerutu Keyla dengan bibir mengerucut seperti pantat ayam.Atika menggeleng pelan sambil meraih berkas yang harus ia kerjakan hari ini. "Elang sudah dua hari gak pulang, dia lembur," kata Atika lalu tiba-tiba menggantungkan kalimatnya teringat masalah yang sedang menimpa suaminya dan ketidakmampuan dirinya untuk membantu sang suami. "Jadi, ak
"Kalau memang solusinya semudah itu, sudah sejak berhari-hari lalu masalah ini selesai," sahut Elang berjalan menuju meja kerjanya dan duduk di baliknya. Pria itu membuka laptop dan kembali fokus pada pekerjaannya."Memang apa lagi yang mereka mau? Kompensasi yang kita berikan kurang besar?" tanya Andini berang. kedua lubang hidungnya kembang kempis."Semua uang bela sungkawa dari perusahaan mereka kembalikan utuh. Mereka tidak menginginkan materi. Mengajukan gugatan ke pengadilan jelas membutuhkan biaya besar, melihat gigihnya usaha keluarga almarhum, yang mereka inginkan bukan uang tapi kebenaran. Dan itu juga yang aku harapkan sekarang!""Kebenaran, kebenaran konyol apa yang kalian maksud? Apa mereka kira, suaminya sengaja dibunuh? Atau ada konspirasi, begitu!""Bisa jadi. Kemungkinan itu tidak boleh diabaikan," sahut Elang acuh.Andini mendengkus. "Mereka hanya berhalusinasi. Memangnya mereka pikir siapa mereka? Apa untungnya menyingkirkan buruh rendahan? Hanya membuat nama perusa
"Ternyata kamu di sini, aku mencarimu kemana-mana," bisik Elang membuat Atika hampir menjatuhkan spatula di tangannya, jangan lupakan kedua lengan kekar Elang yang kini melingkari pinggangnya, mengakibatkan deru nafas Atika memberat."Nanti ada yang melihat, hentikan, Lang," ucap Atika balas berbisik saat pria itu mulai membaui rambut Atika."Kalau begitu, kita kembali ke kamar. Ini hari minggu, aku hanya ingin berduaan seharian di kamar denganmu."Elang meraih simpul apron di punggung Atika, berniat melepasnya, namun dengan cepat Atika berbalik dan menyandarkan tubuhnya ke konter dapur, menjaga jarak aman diantara mereka. Seketika lutut Atika melemas melihat wajah Elang. Di bawah penerangan lampu dapur, Atika dapat lebih jelas melihat kalau kini Elang nampak lebih cepat menua dari sebelumnya. Beban pekerjaan yang diemban suaminya memiliki dampak yang sangat besar bagi pria itu. Lingkar hitam di sekitar matanya, gurat-gurat halus di kening Elang semua itu tidak pernah Atika lihat sebe
Pagi itu, Atika kembali kehilangan uang sakunya karena Cindy. Tidak peduli berapa kali Atika memindahkan tempat persembunyian uang sakunya, bocah yang baru menginjak bangku SD itu selalu bisa menemukannya. Hal terburuk adalah, Burhan, ayahnya Atika memberikan jatah uang saku per bulan dan hari ini baru memasuki tanggal sepuluh, itu artinya selama dua puluh hari ke depan, Atika terpaksa kembali menahan lapar selama di sekolah. Jangan harapkan Atika bisa membawa bekal nasi ke sekolah, Anyelir telah menetapkan bahwa Atika hanya boleh makan satu kali dalam sehari. Jika Atika ingin membawa bekal makan ke sekolah, berarti Atika harus siap untuk tidak makan sepulang sekolah."Gak ada cara lain, aku harus bisa cari uang sendiri!" gumam Atika sambil berjalan sendirian menuju gerbang sekolah. Pandangan gadis itu lalu perlahan menyapu lingkungan sekitar sekolah. Ada banyak penjual makanan ringan di sekolah, beberapa rumah juga membuka lahan pekarangan mereka menjadi tempat usaha. Atika memutar
"Ini untukmu!"Sebuah bungkusan plastik mendarat di atas pangkuan Atika. Gadis itu mengangkat pandangannya dan melihat Daffa yang sedang menggeret bangku kosong ke dekat Atika dan mendudukinya."Apa ini?""Buka saja. Kemarin kamu bilang ingin lepas dari kebangkrutan. Aku gak punya banyak uang, tapi aku bisa bantu kamu menjual kemampuanmu."Atika mengerutkan dahi tak memahami penjelasan Daffa. Setelah hampir satu minggu mengacuhkannya, pria ini tiba-tiba datang dan mengungkit permintaan memalukan yang sempat Atika katakan dulu."Alah, kelamaan!" dengus Daffa lalu beranjak membuka bungkusan itu sendiri dan menaruhnya ke atas meja di depan Atika.Satu set cat minyak merk premium, beberapa tote bag serta pouch berbahan kanvas dan alat lukis lainnya kini berserakan di atas meja Atika. Semuanya masih tersegel, artinya perlengkapan melukis itu masih baru. Atika tahu benar berapa harga barang-barang ini, kalau dijumlahkan bisa setara dengan harga sepatu kets terbaru."Kamu beli ini?""Aku gak
"Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p
“Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay
Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila
Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad
“Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj
“Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l
Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru
“Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi
Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng