"Ternyata kamu di sini, aku mencarimu kemana-mana," bisik Elang membuat Atika hampir menjatuhkan spatula di tangannya, jangan lupakan kedua lengan kekar Elang yang kini melingkari pinggangnya, mengakibatkan deru nafas Atika memberat."Nanti ada yang melihat, hentikan, Lang," ucap Atika balas berbisik saat pria itu mulai membaui rambut Atika."Kalau begitu, kita kembali ke kamar. Ini hari minggu, aku hanya ingin berduaan seharian di kamar denganmu."Elang meraih simpul apron di punggung Atika, berniat melepasnya, namun dengan cepat Atika berbalik dan menyandarkan tubuhnya ke konter dapur, menjaga jarak aman diantara mereka. Seketika lutut Atika melemas melihat wajah Elang. Di bawah penerangan lampu dapur, Atika dapat lebih jelas melihat kalau kini Elang nampak lebih cepat menua dari sebelumnya. Beban pekerjaan yang diemban suaminya memiliki dampak yang sangat besar bagi pria itu. Lingkar hitam di sekitar matanya, gurat-gurat halus di kening Elang semua itu tidak pernah Atika lihat sebe
Pagi itu, Atika kembali kehilangan uang sakunya karena Cindy. Tidak peduli berapa kali Atika memindahkan tempat persembunyian uang sakunya, bocah yang baru menginjak bangku SD itu selalu bisa menemukannya. Hal terburuk adalah, Burhan, ayahnya Atika memberikan jatah uang saku per bulan dan hari ini baru memasuki tanggal sepuluh, itu artinya selama dua puluh hari ke depan, Atika terpaksa kembali menahan lapar selama di sekolah. Jangan harapkan Atika bisa membawa bekal nasi ke sekolah, Anyelir telah menetapkan bahwa Atika hanya boleh makan satu kali dalam sehari. Jika Atika ingin membawa bekal makan ke sekolah, berarti Atika harus siap untuk tidak makan sepulang sekolah."Gak ada cara lain, aku harus bisa cari uang sendiri!" gumam Atika sambil berjalan sendirian menuju gerbang sekolah. Pandangan gadis itu lalu perlahan menyapu lingkungan sekitar sekolah. Ada banyak penjual makanan ringan di sekolah, beberapa rumah juga membuka lahan pekarangan mereka menjadi tempat usaha. Atika memutar
"Ini untukmu!"Sebuah bungkusan plastik mendarat di atas pangkuan Atika. Gadis itu mengangkat pandangannya dan melihat Daffa yang sedang menggeret bangku kosong ke dekat Atika dan mendudukinya."Apa ini?""Buka saja. Kemarin kamu bilang ingin lepas dari kebangkrutan. Aku gak punya banyak uang, tapi aku bisa bantu kamu menjual kemampuanmu."Atika mengerutkan dahi tak memahami penjelasan Daffa. Setelah hampir satu minggu mengacuhkannya, pria ini tiba-tiba datang dan mengungkit permintaan memalukan yang sempat Atika katakan dulu."Alah, kelamaan!" dengus Daffa lalu beranjak membuka bungkusan itu sendiri dan menaruhnya ke atas meja di depan Atika.Satu set cat minyak merk premium, beberapa tote bag serta pouch berbahan kanvas dan alat lukis lainnya kini berserakan di atas meja Atika. Semuanya masih tersegel, artinya perlengkapan melukis itu masih baru. Atika tahu benar berapa harga barang-barang ini, kalau dijumlahkan bisa setara dengan harga sepatu kets terbaru."Kamu beli ini?""Aku gak
"Nara, lihat siapa yang datang!" Daffa berseru riang setelah menggeser pintu kamar rawat hingga terbuka. Atika melongokkan kepala ke dalam, di atas tempat tidur seorang anak perempuan berusia kurang lebih delapan tahun terbaring lemah dengan selang infus yang menggantung dari pergelangan tangannya. Nara, anak itu tersenyum ceria menyambut Daffa. "Berikan buket itu padanya, Nara sangat suka bunga," bisik Daffa pada Atika. "Krisan! Makasih Om, Tante cantik banget, mirip Gwiyomi. Gwiyomi punya kebun bunga Krisan juga! " Atika bergantian menatap Daffa dan Nara tak mengerti. Belum juga Atika mendapatkan jawaban bukti apa yang akan ia dapatkan di rumah sakit ini, sekarang Atika harus memahami perkataan absurd bocah ingusan di depannya. "Gwiyomi karakter kartun yang Nara suka, menurut Nara kamu mirip Gwiyomi." Daffa menjelaskan dengan sabar, senyum tak pernah lepas dari wajahnya saat menyebutkan nama Nara. "Ah, begitu. Maaf aku gak tahu. Tapi kalau Nara suka, pasti Gwiyomi memang canti
Bangsal anak-anak masih ramai ketika Atika melangkahkan kaki keluar dari dalam lift dan berjalan menuju kamar rawat yang dua minggu terakhir ini selalu ia kunjungi. Beberapa perawat dan tenaga medis bahkan menyapa Atika ramah ketika berpapasan dengannya. Atika mengulum senyum, rumah sakit ini sudah jadi rumah keduanya.Di tangannya, ia kini menjinjing sebuah tas belanja berisi boneka Gwiyomi edisi terbatas. Atika bahkan terpaksa menunggu sepuluh hari untuk mendapatkan boneka kucing dengan kostum bunga mawar berwarna hitam ini meluncur di rumahnya. Dalam benaknya, Atika sudah membayangkan wajah sumringah Nara ketika menerima hadiah darinya."Nara, lihat Tante Tika bawa apa?" seru Atika melongokkan kepala ke dalam kamar rawat Nara yang terbuka separuh.Perut Atika mencelos, kamar rawat itu kosong tidak berpenghuni. Tempat tidur yang kemarin masih ditempati Nara, sekarang bersih dengan selimut yang terlipat rapi di ujung kaki tempat tidur. Tumpukan buku cerita pemberian Atika yang biasa
"Berhenti melakukan hal yang sia-sia. Sampai kapanpun video itu tidak akan pernah aku berikan." Arini menunduk menatap ujung kakinya malu. "Sebelum mengundurkan diri, Leanna menghancurkan semua hasil rekaman videonya termasuk video hari dimana dia sengaja keracunan. Jadi, semua usahamu akan percuma. Meski aku mau, aku tidak mungkin membantumu.""Aku tulus ingin membawa Nara jalan-jalan," ucap Atika sambil menepuk halus punggung tangan gadis kecil di sampingnya. "Ada atau gak ada video itu, aku ingin kalian menikmati waktu yang lebih menyenangkan selama beberapa saat. Aku yakin, Nara juga sudah bosan terus berada di ruang perawatan sepanjang hari."Arini akhirnya mengangkat wajahnya membuat Atika dapat melihat mata Arini yang memerah karena menahan air mata yang hampir tumpah. Atika sangat mengenal tatapan penuh penderitaan itu, tatapan yang dulu selalu diberikan bayangannya sendiri dari dalam cermin. Tatapan itu milik Atika Lidah Atika gatal ingin menanyakan apa sebab Arini memendam
Sepuluh menit lebih telah berlalu semenjak ledakan impulsif yang menimpa Atika. Detik jarum jam serasa diperbesar menggunakan pengeras suara di telinga perempuan itu. Di bawah tatapan menusuk suaminya, nyali Atika menciut seketika. "Aku menunggu penjelasanmu," kata Elang memecah kesunyian di kamar rawat VVIP tempat Atika berbaring sekarang.Atika memilin ujung selimut, masih belum berani membalas langsung tatapan Elang."Aku gak tahu harus mulai darimana," cicit Atika. Lebih tepatnya, Atika berhati-hati agar tidak menyulut emosi Elang seandainya pria itu sudah tahu kalau proyek menyelamatkan perusahaan ini Atika lakukan bersama Daffa.Elang menghembuskan nafas kasar dan melonggarkan ikatan dasi yang melingkari lehernya. "Dua minggu terakhir ini, apa kamu benar-benar mengikuti kelas yoga bersama Hanny?"Atika menggeleng pelan, dagunya semakin menempel ke dada."Aku minta maaf sudah berbohong, aku sungguh ingin membantumu. Kalau aku menceritakan semua ini aku takut kamu akan melarangku,
"Aku bisa turun sendiri." Atika berucap pelan saat Elang tergesa-gesa turun dari dalam mobil dan membukakan pintu kursi penumpang untuknya.Elang menggeleng tegas sebagai jawaban. "Dokter bilang kondisimu belum pulih sempurna, demi kebaikan bersama aku akan memastikan kamu tetap aman!" Pria itu mengulurkan tangan kanannya meminta Atika menggunakannnya sebagai tumpuan."Berlebihan sekali, aku jadi merinding." Atika bergidik ngeri tapi tetap tak mampu menahan diri untuk tidak tersipu malu."Kenapa sepi? Kemana yang lain?" tanya Atika ketika mereka sudah memasuki ruang tamu. Biasanya beberapa asisten rumah tangga akan datang menyambut mereka di pintu masuk, tetapi kali ini rumah itu terlihat sepi, sunyi, bahkan angin pun seperti lupa untuk berhembus siang itu."Mereka di tempatnya masing-masing, seperti biasa." "Gak, ini aneh. Gak ada yang terjadi selama aku dirawat di rumah sakit, kan?""Sekarang kamu yang berlebihan, kamu hanya pergi dua hari. Tidak akan ada yang berubah hanya dalam b
"Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p
“Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay
Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila
Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad
“Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj
“Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l
Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru
“Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi
Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng