Buru-buru Keyla menghapus air matanya, terlambat dua orang di depannya sudah melihat Keyla menangis. Keyla membenci dirinya sendiri, kenapa saat ia mengatakan ia baru saja dipecat, Keyla sama sekali tidak menangis atau meraung-raung pada kedua sahabatnya. Justru hanya dengan mendengar nama Lexi disebut secara langsung – bukan lagi sebatas dengungan samar dalam kepala Keyla, membuat Keyla menangis."Ternyata benar, aku tahu ini akan terjadi," desah Thea menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.Keyla menunduk merasa bersalah tak mau melihat Thea dan Aya. Benar, tujuh tahun lalu Thea –yang Aya curigai memiliki bakat menjadi cenayang- memperingati Keyla untuk tidak terlalu dekat dengan Lexi. Keyla tidak mengindahkannyaTujuh tahun lalu, semuanya berawal dari SMAN Prestasi. Jika saja hari itu, Aya tak meninggalkan buku tugas sejarah di kolong meja sekolah mungkin Keyla tak akan mengenal Lexi Origo. Jam sekolah usai hampir dua jam yang lalu dan seperti seharusnya, sekolah sudah sepi h
“Cola ini Lexi yang kasih?” pekik Thea.Keyla menundukkan wajahnya sehingga sejajar dengan meja kantin. Siang ini ia sangat berharap ia menjadi meja kantin sekolah saja, karena pekikan Thea barusan membuat semua penghuni kantin memperhatikan mereka. Mungkin tidak semuanya secara terang-terangan memperlihatkan ketertarikan pada perbincangan Cola pemberian Lexi Origo, namun Keyla yakin akibat kehisterisan sahabatnya ini siswa SMAN Prestasi tengah menghidupkan radar penangkap gosip mereka. Permasalahanya adalah, jika saja siswi yang mengatakan ia diberi sesuatu oleh Lexi itu siswi populer, atau setidaknya pintar mungkin tidak akan terlalu menarik tapi karena Keyla yang terbiasa dianggap siswi tak menarik justru akan memberikan bumbu baru.“The biasa aja ekspresinya,” bisik Keyla dari balik lengannya.Aya hanya menggeleng frustasi melihat pemandangan di depannya, “Kamu yang biasa aja Key, kenapa harus membungkuk gitu coba?”Benar juga, Keyla menegakkan punggung dan sayangnya saat ia mena
“Key, gimana wawancara tadi?” Suara Aya mengalun melalui earpieces di telinga Keyla. Keyla berjalan tergesa di jalan Kepatihan, ia mendecak kesal saat orang yang berada di depannya berjalan teramat santai dan tak jarang berhenti beberapa detik di depan etalase toko. Orang ini sangat mengganggu, apa ia tidak tahu setiap detik yang ia habiskan untuk melihat pajangan toko membuat antrian semakin panjang. “Bisa agak cepetan ga sih jalannya, manusia apa keong?” desis Keyla. “Apa, Key?” “Eh, sori bukan ke kamu, Ay. Ini orang di depanku tingkat dewa ngeselinnya jalan kaki serasa jalan di panggung catwalk.” Keyla sengaja menaikkan nada suaranya agar orang di depannya mendengar, namun sepertinya harapan Keyla hanya berbuah sia-sia. Ia masih tetap berjalan dalam kecepatan siput. Dengan sedikit menghentakkan kaki Keyla berjalan melewati orang itu meski harus memaksakan badannya masuk di antara celah arus pejalan kaki. Setelah sedikit berlari Keyla akhirnya sampai di halte bis di depan menar
“Sumpah Lex, aku gak pernah ngirim CV ke tempat kamu! Kayaknya Dinda yang salah kirim.” Ketiga kalinya Keyla berusaha meyakinkan Lexi. Rasa sabarnya habis karena rasa malu pada Lexi, saat ini mereka sedang makan siang di pelataran Food Court Manglayang Indah Mall. Dan kesempatan interview tadi mereka habiskan untuk mengenang masa lalu. Membicarakan kabar beberapa teman SMA mereka, menggosipkan guru-guru dan mengenang rasa makanan-makanan yang dijual di kantin sekolah dulu. Tetapi pada akhirnya, Lexi selalu mengungkit kembali berkas lamarannya yang tersesat masuk ke dalam kotak surel pria itu, membuat Keyla kembali merasa wajahnya terbakar karena malu. “Dinda hanya melakukan apa yang kamu bilang, Dear. Dia minta kamu kirim CV ke alamat yang kamu tulis, iya Dinda kirim.” Lexi menyipitkan mata, lalu melanjutkan. “Jadi, apa yang membuatmu menyimpan alamat email biro penyewaan pasangan pesta?” Keyla mengaduk jus alpukatnya dengan kekuatan penuh agar susu coklat yang menempel di dinding
“How ‘bout your day?” Keyla membaca ulang pesan singkat yang dikirim Lexi lebih dari sepuluh menit lalu. Keyla merasa sedang mereka ulang kegiatannya saat kuliah, ketika Lexi berada di Makassar, sebelum ia bersama Regga. Setiap hari mereka selalu berkomunikasi meski jarang bertemu. Tak penting siapa yang lebih dulu menghubungi, karena inti pembicaraan mereka sama, saling memberitahu kabar. Tak jarang teman-teman Keyla menanyakan hubungan mereka, karena melihat gelagat Keyla setiap kali menerima panggilan Lexi, Keyla berubah menjadi seekor kucing penurut. Dan semua itu kembali terjadi.Perbedaannya, dulu ia tak tahu Agistha adik tiri Lexi, yang dicemburui Keyla dan membuat Keyla mundur kemudian memilih Lexi. Tapi kini, semuanya jelas, Agistha bukan perempuan yang Lexi cintai, dan hingga hari ini Keyla tak melihat perempuan lain yang mungkin memiliki tempat special dalam hati Lexi.Tidak, belum melihat. Mungkin saja, sementara Lexi mengirimi pesan pada Keyla, Lexi sedang bersama peremp
Baiklah, Keyla merasa ragu karena benar seperti yang dikatakan Stephen King dalam autobiografinya, ini rasanya seperti menyekop kotoran sendiri sembari jongkok, tidak tahu apakah semua ini berguna? Apakah naskah ini benar-benar bisa menjadi sebuah buku? Keyla menatap hampa paragraf terakhir yang ditulisnya, kata-kata yang menceritakan kisahnya sendiri.“Apa ini? Rasa sakit sekaligus senang yang kurasakan saat mengenang kembali tentangnya. Kenangan selama enam tahun, selama dua tahun aku tanpa sadar melupakannya. Dan kini, dalam kebingungan karena kenyataan aku sangat merindukan namanya. Dan aku sadar aku sempat tak ingin membuang lagi rasa ini. Aku, tanpa aku sadar telah memendam perasaanku sendiri. Bahkan aku sekarang merasa malu untuk mengatakannya.”Aku terisak sambil memeluk bantal, Ginna menatapku iba ia tak mengatakan apapun selain menepuk lembut punggungku.“Aku takut. Aku takut akan sakit kembali aku takut akan jatuh lagi, seandainya aku merasakan semua itu tak sendirian, mung
Mereka terus berjalan hingga tiba di pusat festival, di depan mereka berdiri panggung sederhana yang dihias lukisan mural. Di atas panggung seorang MC baru saja memanggil band perkusi yang akan menghibur mereka. Keyla memandang penasaran pada Lexi, genggaman tangan Lexi mengerat. “Kamu mau nonton perkusi dulu, Lex?” Tanya Keyla, setahunya mereka datang kesini untuk melihat penampilan kenalan Lexi di lomba dance. “Lexi!” Teriak seorang perempuan, entah darimana datangnya –mungkin Lexi melihat perempuan itu datang, Keyla menyadarinya dari genggaman tangan Lexi –tapi saat ini perempuan itu tengah berjalan mendekati mereka. Agistha. Meski tak pernah bertemu langsung namun karena berkali-kali Keyla melihat foto Agistha di profil Lexi membuat Keyla hafal betul, perempuan bergaun sequin merah muda selutut di depannya ini Agistha. Sebenarnya, apa yang dikenakan Agistha siang ini tidak begitu sesuai dengan konsep festival tahun ini, kebanyakan pengunjung berpakaian casual dan santai sement
"Mas, aku lapar. Kita mampir makan dulu, ya!"Keyla memecah kecanggungan yang terjadi diantara mereka, ia tidak suka dengan sikap Daffa yang sekarang. Terlebih Keyla tahu penyebab menghilangnya keceriaan Daffa. Keyla harus bisa menyadarkan Daffa. Sampai kapanpun, Atika sudah menjadi bagian dari masa lalunya."Boleh, mau makan di mana?" tanya Daffa masih dengan pikiran entah berada di mana, hanya raganya yang ada di samping Keyla. Sebuah keberuntungan kalau sekarang mereka tidak mengalami kecelakaan.Keyla menyalakan ponsel dan membuka aplikasi peta, mencari restoran terdekat."Seratus meter lagi belok kanan, terus ada restoran makanan khas sunda. Kita makan di sana, ya. Aku kangen makanan rumah!"Daffa mengangguk tanpa membantah. Sesuai dengan instruksi dari Keyla, pria itu menjalankan kendaraannya menuju tempat yang dimaksud.Alunan musik gending menyambut pendengaran Keyla begitu melangkahkan kaki memasuki ruangan berbentuk saung raksasa. Hatinya semakin teriris mendengar musik yang