Mereka terus berjalan hingga tiba di pusat festival, di depan mereka berdiri panggung sederhana yang dihias lukisan mural. Di atas panggung seorang MC baru saja memanggil band perkusi yang akan menghibur mereka. Keyla memandang penasaran pada Lexi, genggaman tangan Lexi mengerat. “Kamu mau nonton perkusi dulu, Lex?” Tanya Keyla, setahunya mereka datang kesini untuk melihat penampilan kenalan Lexi di lomba dance. “Lexi!” Teriak seorang perempuan, entah darimana datangnya –mungkin Lexi melihat perempuan itu datang, Keyla menyadarinya dari genggaman tangan Lexi –tapi saat ini perempuan itu tengah berjalan mendekati mereka. Agistha. Meski tak pernah bertemu langsung namun karena berkali-kali Keyla melihat foto Agistha di profil Lexi membuat Keyla hafal betul, perempuan bergaun sequin merah muda selutut di depannya ini Agistha. Sebenarnya, apa yang dikenakan Agistha siang ini tidak begitu sesuai dengan konsep festival tahun ini, kebanyakan pengunjung berpakaian casual dan santai sement
"Mas, aku lapar. Kita mampir makan dulu, ya!"Keyla memecah kecanggungan yang terjadi diantara mereka, ia tidak suka dengan sikap Daffa yang sekarang. Terlebih Keyla tahu penyebab menghilangnya keceriaan Daffa. Keyla harus bisa menyadarkan Daffa. Sampai kapanpun, Atika sudah menjadi bagian dari masa lalunya."Boleh, mau makan di mana?" tanya Daffa masih dengan pikiran entah berada di mana, hanya raganya yang ada di samping Keyla. Sebuah keberuntungan kalau sekarang mereka tidak mengalami kecelakaan.Keyla menyalakan ponsel dan membuka aplikasi peta, mencari restoran terdekat."Seratus meter lagi belok kanan, terus ada restoran makanan khas sunda. Kita makan di sana, ya. Aku kangen makanan rumah!"Daffa mengangguk tanpa membantah. Sesuai dengan instruksi dari Keyla, pria itu menjalankan kendaraannya menuju tempat yang dimaksud.Alunan musik gending menyambut pendengaran Keyla begitu melangkahkan kaki memasuki ruangan berbentuk saung raksasa. Hatinya semakin teriris mendengar musik yang
"Hai! Aku masuk, ya!"Cindy lagi-lagi dengan mandiri mempersilakan dirinya masuk ke dalam rumah Keyla. Gadis itu juga tanpa beban duduk di sofa empuk di ruang tamu Keyla."Wah,Tante Andini selalu bilang kalau kamu itu keponakannya yang paling lemah dan dia gak suka dengan sikap mu itu. Tapi melihat rumah yang dia berikan sebagus ini, tante Andini sangat menyayangimu!" Cindy berkomentar sambil menyapukan pandangannya mengitari ruangan itu. "Tapi kamu keponakan yang kejam, tante Andini sekarang dipenjara tapi kamu bisa santai-santai di sini!"Keyla memangku kedua tangannya di depan dada menatap sinis kepada Cindy."Langsung saja, kamu mau apa ke sini? Dan bagaimana hubunganku dengan tante Andini itu bukan urusanmu!"Cindy mengabaikan pertanyaan Keyla, sebaliknya gadis itu malah asyik memainkan ponselnya."Hei! kamu tuli, ya!" teriak Keyla kehilangan kesabaran, efek menenangkan dari obat yang ia minum juga ikut menghilang berkat kehadiran tamu tak diundang ini.Cindy mendecak sebal lalu
"Kapan pesawat Elang tiba?" tanya Atika untuk kesekian kalinya hari itu.Rika yang sedang menemani nyonya mudanya merajut topi bayi tersenyum dan melirik jarum jam di tangannya."Seharusnya satu jam lagi Tuan Muda sampai. Nyonya lebih baik bersiap-siap sekarang," usul Rika membantu Atika merapikan gulungan benang-benang rajut di pangkuan Atika.Atika bangkit dan berjalan cepat menuju kamar tidurnya. Hatinya berbunga-bunga mengingat sebentar lagi akan bertemu secara langsung dengan Elang. Meski selama tujuh hari terakhir, keduanya rutin berkomunikasi melalui panggilan video tanpa satu hari terlewat, tetap saja pertemuan secara tatap muka lebih membuat Atika antusias. Selain itu, ini kali pertama Atika ditinggal pergi lebih dari tiga hari oleh suaminya. Dan, bolehkah Atika lagi-lagi menyalahkan hormon kehamilan atas rasa rindu yang membuncah untuk suaminya?Lima belas menit kemudian, Atika keluar dari kamar tidurnya dengan penampilan yang lebih rapi dan segar. Kaus oblong serta celana
"Jangan pernah tunjukkan lagi wajahmu di sekitar SJ Grup. Perusahaan sudah mengirimkan pesangon sesuai kinerjamu selama ini. Kami harap kamu mengerti ini tindakan yang baik untuk semua pihak."Daffa mengemasi barang-barangnya sementara kalimat pamungkas dari kepala HRD terus terngiang di kepalanya. Seingatnya ia tidak melakukan kesalahan fatal yang bisa membuatnya dipecat secara sepihak seperti ini. Tetapi keputusan itu jatuh seperti petir yang menyambar di siang hari tanpa hujan, tidak ada peringatan sama sekali."Ini keputusan mutlak dari pimpinan perusahaan, saya hanya menyampaikan pesan. Saya minta maaf," ucap kepala HRD saat Daffa menanyakan alasan ia dipecat."Pak Elang yang memecatku langsung?" Kepala HRD terdiam sejenak seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. "Seharusnya saya tidak mengatakan ini, tetapi saya pikir ada baiknya kamu tahu. Pak Elang sekarang tidak lagi memiliki kendali penuh pada perusahaan. Perusahaan diambil alih oleh Bu Helen, nenek Pak Elang, istri mendian
“Tolong, Java Latte satu.”Sambil mengambil uang dari dompet, aku berfikir betapa mahalnya hidup di Korea Selatan. Berbeda dengan di Indonesia. Satu gelas kopi di sini, harga nya sama dengan sepuluh gelas kopi di Indonesia. Dan bahan kopi yang kubeli sekarang itu berasal dari negaraku, tidak adakah diskon khusus?“Tidak Nona, tidak ada hak istimewa di sini!” bisa kubayangkan pasti itu jawaban pramusaji.Meski mahal, aku selalu menyempatkan dua atau tiga hari sekali minum kopi. Sedikit kenyamanan tentunya tak berdosa.Genap satu tahun aku tinggal di Korea Selatan. Bagiku rasanya seperti seabad. Benar-benar rindu rumah. Dulu aku merasa kesal dengan ceramah Mama tapi sekarang aku sangat ingin dimarahi panjang lebar oleh Mama. Mama pasti akan memarahiku karena aku terlalu sering mengeluarkan uang, atau karena aku masih suka mengigiti kuku jempolku.“Keyla! Ke sini gabung!”Aku menoleh ke kanan, di sana duduk dua orang pria dan satu wanita. ketiganya temanku sesama penerima beasiswa di Kor
Perkataan tadi seperti sebuah gada menghantam kepalaku. Benar, aku berada dalam situasi kritis. Bagi Kim Jae Hee keadaan ini sangat berbahaya, dan untukku juga tak kalah berbahaya. Berita-berita miring di sini bisa lebih parah dibanding di Indonesia. Kalau pihak kampus sampai mendengar, hancurlah nama baik yang baru kubangun. Kami berdiri berhadapan. Aku benar-benar tak mampu bicara. Tak kukira kondisinya bisa sedramatis ini. Kim Jae Hee juga sepertinya lebih bingung dariku. Ia berjalan menjauh lalu menyandarkan punggung ke salah satu bilik. Ia menatap bayangannya sendiri dalam cermin di hadapannya. Harus melakukan sesuatu. Aku berjalan mengelilingi toilet, mencari-cari jalan keluar tersembunyi.“Tidak ada jalan keluar lain selain dari pintu itu,” kata Kim Jae Hee skeptis.“Bagaimana kamu tahu?”“Sudah kucari dari tadi.”“Hah, Kapan?”“Sebelum kamu mengeluarkan kepalamu.” Kim Jae Hee melirikku sekilas, kupastikan jantungku berada pada tempatnya. Ia lalu berbicara pada ponselnya, seme
“Hati-hati ya, Key, jangan sampai terkunci di toilet lagi!” Kalimat inilah yang sering diucapkan teman asramaku sebagai ucapan sampai jumpa selama dua hari ini. Aku hanya meringis malu setiap ada yang berkata seperti itu. Gia penyebabnya, mungkin maksudnya ingin menolongku terhindar dari akibat yang lebih buruk, beasiswaku diberhentikan misalnya. Ia mengatakan aku terkunci di toilet, dan tukang kunci baru bisa datang satu jam kemudian karena terhadang gerombolan fans gila yang mengerubungi cafe. Tapi akibatnya, aku menjadi bahan olok-olokan. Aku jadi bingung harus berterima kasih atau marah pada Gia.Selain memikirkan olok-olokan untukku, aku juga dipusingkan dengan tugas tambahan dari Prof. No. Harusnya aku berteriak “Yes!” karena Prof. No mau memberikanku kesempatan kedua. Namun tetap “No!” bagiku, karena aku harus menghabiskan akhir minggu di pojok perpustakaan universitas dengan bertumpuk-tumpuk buku belum lagi menyusun laporan penelitian. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku yang s
"Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p
“Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay
Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila
Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad
“Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj
“Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l
Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru
“Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi
Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng