"Jangan pernah tunjukkan lagi wajahmu di sekitar SJ Grup. Perusahaan sudah mengirimkan pesangon sesuai kinerjamu selama ini. Kami harap kamu mengerti ini tindakan yang baik untuk semua pihak."Daffa mengemasi barang-barangnya sementara kalimat pamungkas dari kepala HRD terus terngiang di kepalanya. Seingatnya ia tidak melakukan kesalahan fatal yang bisa membuatnya dipecat secara sepihak seperti ini. Tetapi keputusan itu jatuh seperti petir yang menyambar di siang hari tanpa hujan, tidak ada peringatan sama sekali."Ini keputusan mutlak dari pimpinan perusahaan, saya hanya menyampaikan pesan. Saya minta maaf," ucap kepala HRD saat Daffa menanyakan alasan ia dipecat."Pak Elang yang memecatku langsung?" Kepala HRD terdiam sejenak seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. "Seharusnya saya tidak mengatakan ini, tetapi saya pikir ada baiknya kamu tahu. Pak Elang sekarang tidak lagi memiliki kendali penuh pada perusahaan. Perusahaan diambil alih oleh Bu Helen, nenek Pak Elang, istri mendian
“Tolong, Java Latte satu.”Sambil mengambil uang dari dompet, aku berfikir betapa mahalnya hidup di Korea Selatan. Berbeda dengan di Indonesia. Satu gelas kopi di sini, harga nya sama dengan sepuluh gelas kopi di Indonesia. Dan bahan kopi yang kubeli sekarang itu berasal dari negaraku, tidak adakah diskon khusus?“Tidak Nona, tidak ada hak istimewa di sini!” bisa kubayangkan pasti itu jawaban pramusaji.Meski mahal, aku selalu menyempatkan dua atau tiga hari sekali minum kopi. Sedikit kenyamanan tentunya tak berdosa.Genap satu tahun aku tinggal di Korea Selatan. Bagiku rasanya seperti seabad. Benar-benar rindu rumah. Dulu aku merasa kesal dengan ceramah Mama tapi sekarang aku sangat ingin dimarahi panjang lebar oleh Mama. Mama pasti akan memarahiku karena aku terlalu sering mengeluarkan uang, atau karena aku masih suka mengigiti kuku jempolku.“Keyla! Ke sini gabung!”Aku menoleh ke kanan, di sana duduk dua orang pria dan satu wanita. ketiganya temanku sesama penerima beasiswa di Kor
Perkataan tadi seperti sebuah gada menghantam kepalaku. Benar, aku berada dalam situasi kritis. Bagi Kim Jae Hee keadaan ini sangat berbahaya, dan untukku juga tak kalah berbahaya. Berita-berita miring di sini bisa lebih parah dibanding di Indonesia. Kalau pihak kampus sampai mendengar, hancurlah nama baik yang baru kubangun. Kami berdiri berhadapan. Aku benar-benar tak mampu bicara. Tak kukira kondisinya bisa sedramatis ini. Kim Jae Hee juga sepertinya lebih bingung dariku. Ia berjalan menjauh lalu menyandarkan punggung ke salah satu bilik. Ia menatap bayangannya sendiri dalam cermin di hadapannya. Harus melakukan sesuatu. Aku berjalan mengelilingi toilet, mencari-cari jalan keluar tersembunyi.“Tidak ada jalan keluar lain selain dari pintu itu,” kata Kim Jae Hee skeptis.“Bagaimana kamu tahu?”“Sudah kucari dari tadi.”“Hah, Kapan?”“Sebelum kamu mengeluarkan kepalamu.” Kim Jae Hee melirikku sekilas, kupastikan jantungku berada pada tempatnya. Ia lalu berbicara pada ponselnya, seme
“Hati-hati ya, Key, jangan sampai terkunci di toilet lagi!” Kalimat inilah yang sering diucapkan teman asramaku sebagai ucapan sampai jumpa selama dua hari ini. Aku hanya meringis malu setiap ada yang berkata seperti itu. Gia penyebabnya, mungkin maksudnya ingin menolongku terhindar dari akibat yang lebih buruk, beasiswaku diberhentikan misalnya. Ia mengatakan aku terkunci di toilet, dan tukang kunci baru bisa datang satu jam kemudian karena terhadang gerombolan fans gila yang mengerubungi cafe. Tapi akibatnya, aku menjadi bahan olok-olokan. Aku jadi bingung harus berterima kasih atau marah pada Gia.Selain memikirkan olok-olokan untukku, aku juga dipusingkan dengan tugas tambahan dari Prof. No. Harusnya aku berteriak “Yes!” karena Prof. No mau memberikanku kesempatan kedua. Namun tetap “No!” bagiku, karena aku harus menghabiskan akhir minggu di pojok perpustakaan universitas dengan bertumpuk-tumpuk buku belum lagi menyusun laporan penelitian. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku yang s
Gedung ini sangat tinggi, berdasarkan pesan yang kuterima apartement Kim Jae Hee ada di lantai dua belas Ini hal yang sangat baru bagiku, jika Mama sampai tahu aku datang ke tempat seorang pria yang baru kukenal, sendirian pula, aku yakin Mama bersedia mengeksekusiku langsung di pisau Guilotinne. Ada sedikit suara dalam hatiku yang mengatakan aku tak seharusnya melakukan ini, ini bukan kebiasaanku. Tidak-tidak, harus Teguh! Ini yang harus kulakukan, toh niatku baik, aku akan mengajar.Saat aku masuk lobby, aku disambut interior mewah bernuansa minimalis. Aku suka desain interiornya, namun tak ada waktu untuk melihat-lihat. Dengan berlari-lari kecil aku masuk ke dalam lift yang terbuka, jariku hampir menyentuh tombol 1-2 namun sudah ada yang mendahuluiku, jari kami sempat bersinggungan.“Mianhamnida.” Ucap laki-laki berusia 30-an di sampingku. Sopan sekali orang ini. Lalu aku mengangguk sambil sedikit tersenyum sebagai jawaban.Ketika kami tiba di lantai 12, ia membiarkanku keluar dulu
Kim Jae Hee bangkit dari kursi lalu berjalan ke balkon apartemen, disana ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Gara-gara kehadiran gadis itu, ia harus mengarang cerita pada Kang Dong Jin. Berbohong pada Kang Kang Dong Jin bukan hal mudah, manajernya itu memiliki insting yang kuat, sehingga cepat atau lambat kebohongannya pasti akan tercium Kang Dong Jin. Kim Jae Hee berbalik melihat tumpukan buku di atas meja ruang tamu. “Kim Jae Hee-ssi, aku ingin meminta sesuatu.” Bisik Keyla, ia menoleh was-was ke kiri. Memastikan Kang Kang Dong Jin masih di toilet. “Berapa yang kau minta?” jawab Kim Jae Hee tanpa memalingkan wajah dari buku panduan belajar bahasa Indonesia untuk pemula.“Aish! Bukan uang yang kuminta.” Bisikan Keyla berubah menjadi desisan. Kim Jae Hee memandang gadis di hadapannya lekat-lekat. Ternyata dugaannya tidak meleset, Keyla punya niat tersembunyi selama ini. Dan Keyla memilih mengatakannya saat manajernya ‘istirahat’ mengawasi mereka, Kim Jae Hee semakin
“Maaf menunggu lama!” Sapa Keyla sambil membungkukkan badan. Sedikit banyak Keyla jadi terbiasa dengan kebiasaan orang Korea seperti membungkukan badan sebagai ucapan salam.Kim Jae Hee terpaku menatap Keyla, bukan karena Keyla yang menyapanya sambil sedikit membungkukan badan. Penampilan Keyla hari ini-lah yang membuat Kim Jae Hee diam. Dalam dua pertemuan terakhir, gadis itu selalu mengenakan jeans belel dengan kemeja yang membuatnya nampak tenggelam karena badannya yang tipis. Bagi Kim Jae Hee, Keyla mengingatkanya pada Ah Jung, sepupu perempuan Kim Jae Hee yang sering begadang karena pekerjaannya sebagai komikus.Namun hari ini Keyla nampak berbeda. Ia memakai long dress hijau berbahan Chiffon, sepatu kets kumalnya digantikan wedges cokelat. Dan Kim Jae Hee baru tahu kalau rambut Keyla ikal sebahu, biasanya gadis itu mencepol asal rambutnya. Keyla tidak menyadari apa yang terjadi pada Kim Jae Hee, ia duduk di seberang Kim Jae Hee, asyik memilih minuman dalam daftar menu. Sedangkan
Tepat saat jam di dasbor menunjukan angka 14.00, Kim Jae Hee menghentikan mobilnya beberapa meter dari asrama. Sesuai dengan permintaanku yang tak ingin menarik perhatian siapa pun, aku ingin diturunkan tidak tepat di depan asrama. Aku hanya mengucapkan salam perpisahan secukupnya sebelum akhirnya turun dari mobil. Aku yakin tanpa perlu menunggu apakah aku selamat sampai ke asrama, Kim Jae Hee pasti sudah memutarbalikan mobilnya kembali ke apartement atau kemana seharusnya ia berada. Sehingga demi kebaikanku sendiri, aku pun tak berusaha berbalik dan melihat kepergian Kim Jae Hee.Mungkin hari ini terakhir kalinya aku melihat Kim Jae Hee secara langsung, karena aku tak tahu kapan aku bisa kembali mengajar Kim Jae Hee bahasa Indonesia. Secara eksplisit Kim Jae Hee mengatakan agar ia yang menghubungiku lebih dulu.Sambil berjalan, aku berusaha menenangkan hati. Inilah yang seharusnya terjadi. Di antara kami memang tak pernah ada apa-apa. Sudah beruntung bagiku, dapat bertemu dengan Kim