“Hati-hati ya, Key, jangan sampai terkunci di toilet lagi!” Kalimat inilah yang sering diucapkan teman asramaku sebagai ucapan sampai jumpa selama dua hari ini. Aku hanya meringis malu setiap ada yang berkata seperti itu. Gia penyebabnya, mungkin maksudnya ingin menolongku terhindar dari akibat yang lebih buruk, beasiswaku diberhentikan misalnya. Ia mengatakan aku terkunci di toilet, dan tukang kunci baru bisa datang satu jam kemudian karena terhadang gerombolan fans gila yang mengerubungi cafe. Tapi akibatnya, aku menjadi bahan olok-olokan. Aku jadi bingung harus berterima kasih atau marah pada Gia.Selain memikirkan olok-olokan untukku, aku juga dipusingkan dengan tugas tambahan dari Prof. No. Harusnya aku berteriak “Yes!” karena Prof. No mau memberikanku kesempatan kedua. Namun tetap “No!” bagiku, karena aku harus menghabiskan akhir minggu di pojok perpustakaan universitas dengan bertumpuk-tumpuk buku belum lagi menyusun laporan penelitian. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku yang s
Gedung ini sangat tinggi, berdasarkan pesan yang kuterima apartement Kim Jae Hee ada di lantai dua belas Ini hal yang sangat baru bagiku, jika Mama sampai tahu aku datang ke tempat seorang pria yang baru kukenal, sendirian pula, aku yakin Mama bersedia mengeksekusiku langsung di pisau Guilotinne. Ada sedikit suara dalam hatiku yang mengatakan aku tak seharusnya melakukan ini, ini bukan kebiasaanku. Tidak-tidak, harus Teguh! Ini yang harus kulakukan, toh niatku baik, aku akan mengajar.Saat aku masuk lobby, aku disambut interior mewah bernuansa minimalis. Aku suka desain interiornya, namun tak ada waktu untuk melihat-lihat. Dengan berlari-lari kecil aku masuk ke dalam lift yang terbuka, jariku hampir menyentuh tombol 1-2 namun sudah ada yang mendahuluiku, jari kami sempat bersinggungan.“Mianhamnida.” Ucap laki-laki berusia 30-an di sampingku. Sopan sekali orang ini. Lalu aku mengangguk sambil sedikit tersenyum sebagai jawaban.Ketika kami tiba di lantai 12, ia membiarkanku keluar dulu
Kim Jae Hee bangkit dari kursi lalu berjalan ke balkon apartemen, disana ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Gara-gara kehadiran gadis itu, ia harus mengarang cerita pada Kang Dong Jin. Berbohong pada Kang Kang Dong Jin bukan hal mudah, manajernya itu memiliki insting yang kuat, sehingga cepat atau lambat kebohongannya pasti akan tercium Kang Dong Jin. Kim Jae Hee berbalik melihat tumpukan buku di atas meja ruang tamu. “Kim Jae Hee-ssi, aku ingin meminta sesuatu.” Bisik Keyla, ia menoleh was-was ke kiri. Memastikan Kang Kang Dong Jin masih di toilet. “Berapa yang kau minta?” jawab Kim Jae Hee tanpa memalingkan wajah dari buku panduan belajar bahasa Indonesia untuk pemula.“Aish! Bukan uang yang kuminta.” Bisikan Keyla berubah menjadi desisan. Kim Jae Hee memandang gadis di hadapannya lekat-lekat. Ternyata dugaannya tidak meleset, Keyla punya niat tersembunyi selama ini. Dan Keyla memilih mengatakannya saat manajernya ‘istirahat’ mengawasi mereka, Kim Jae Hee semakin
“Maaf menunggu lama!” Sapa Keyla sambil membungkukkan badan. Sedikit banyak Keyla jadi terbiasa dengan kebiasaan orang Korea seperti membungkukan badan sebagai ucapan salam.Kim Jae Hee terpaku menatap Keyla, bukan karena Keyla yang menyapanya sambil sedikit membungkukan badan. Penampilan Keyla hari ini-lah yang membuat Kim Jae Hee diam. Dalam dua pertemuan terakhir, gadis itu selalu mengenakan jeans belel dengan kemeja yang membuatnya nampak tenggelam karena badannya yang tipis. Bagi Kim Jae Hee, Keyla mengingatkanya pada Ah Jung, sepupu perempuan Kim Jae Hee yang sering begadang karena pekerjaannya sebagai komikus.Namun hari ini Keyla nampak berbeda. Ia memakai long dress hijau berbahan Chiffon, sepatu kets kumalnya digantikan wedges cokelat. Dan Kim Jae Hee baru tahu kalau rambut Keyla ikal sebahu, biasanya gadis itu mencepol asal rambutnya. Keyla tidak menyadari apa yang terjadi pada Kim Jae Hee, ia duduk di seberang Kim Jae Hee, asyik memilih minuman dalam daftar menu. Sedangkan
Tepat saat jam di dasbor menunjukan angka 14.00, Kim Jae Hee menghentikan mobilnya beberapa meter dari asrama. Sesuai dengan permintaanku yang tak ingin menarik perhatian siapa pun, aku ingin diturunkan tidak tepat di depan asrama. Aku hanya mengucapkan salam perpisahan secukupnya sebelum akhirnya turun dari mobil. Aku yakin tanpa perlu menunggu apakah aku selamat sampai ke asrama, Kim Jae Hee pasti sudah memutarbalikan mobilnya kembali ke apartement atau kemana seharusnya ia berada. Sehingga demi kebaikanku sendiri, aku pun tak berusaha berbalik dan melihat kepergian Kim Jae Hee.Mungkin hari ini terakhir kalinya aku melihat Kim Jae Hee secara langsung, karena aku tak tahu kapan aku bisa kembali mengajar Kim Jae Hee bahasa Indonesia. Secara eksplisit Kim Jae Hee mengatakan agar ia yang menghubungiku lebih dulu.Sambil berjalan, aku berusaha menenangkan hati. Inilah yang seharusnya terjadi. Di antara kami memang tak pernah ada apa-apa. Sudah beruntung bagiku, dapat bertemu dengan Kim
Suara canda tawa memenuhi ruang makan keluarga Park malam ini, hampir semua orang merasakan aura bahagia karena Tuan Park berhasil melewati operasi usus buntu, termasuk Kim Jae Hee. Kim Jae Hee tidak ingat kapan terakhir kali ia bisa tertawa lepas seperti ini. Saat ini mereka sedang melihat tingkah lucu salah satu anak kembar kakak perempuan Kim Jae Hee, Min Ji. Min Ji yang baru berusia tiga tahun sibuk mengikuti gerakan kakekknya yang menyanyikan lagu opera. “Eomma senang kau menyempatkan untuk datang.” ujar Eomma, sejak tadi ia duduk di samping Kim Jae Hee.“Keterlaluan sekali kalau aku tidak sampai datang.”“Begitu? Kau masih menganggap kami penting dibanding pekerjaanmu ternyata.” Tanya Eomma sangsi.“Eomma bicara apa? Tentu kalian penting, kita kan keluarga.” Jawab Kim Jae Hee bosan. “Kalau begitu katakan, siapa gadis itu?”“Gadis siapa?”Tanya Kim Jae Hee tidak mengerti, perkataan Eomma mungkin sedang melantur namun dari tatapan dan sikap Eomma yang menuntut membuat Kim Jae Hee
“Aku sudah mengukir namaku dengan besi panas, di sini,” kata So Hee sembari menunjuk dada Kim Jae Hee dengan jari telunjuknya. “Jangan berani-berani mencoba menghapusnya, aku hanya memperingatkan karena rasanya akan sakit.”“Bicaralah dengan bahasa manusia, sehingga aku bisa mengerti.” Jawab Kim Jae Hee asal, ia sebenarnya paham maksud So Hee. Namun, Kim Jae Hee terlalu malu mengakui ia senang So Hee berani mengatakan hal seperti itu.“Berjanjilah padaku!” So Hee merebut buku yang sedang dibaca Kim Jae Hee sehingga ia dapat melihat tatapan tajam So Hee.“Tadi pagi kau sarapan apa? Kenapa tingkahmu aneh seperti ini.” Akhirnya Kim Jae Hee menyerah dan menanggapi serius perilaku So Hee.Hari itu mereka sedang duduk di taman belakang rumah Kim Jae Hee, sama seperti yang selalu mereka lakukan sejak satu tahun sebelumnya. Semenjak Ibu So Hee, satu-satunya keluarga So Hee yang juga kepala pelayan di rumah Kim Jae Hee meninggal, So Hee pindah dan menjadi bagian keluarga Park. Semenjak hari it
“Apa ini?”tanya Kim Jae Hee, Kang Dong Jin melemparkan satu map kertas ke atas meja di hadapan Kim Jae Hee.“Data-data gadis itu, Keyla-ssi. Jika kau ingin mendekatinya, tentu kau harus tahu setiap hal yang berhubungan dengannya,” jawab Kang Dong Jin dan ia mengambil kursi di seberang Kim Jae Hee.“Ya! Hyung kau membuatku terlihat seperti Lee Young Jae,” desis Kim Jae Hee lalu menyimpan koran yang tadi dibacanya. “Dan aku jadi ingat, aku punya perhitungan dengan mu.”Kang Dong Jin melonggarkan ikatan dasinya. Sejak pulang dari Taiwan, ia paham apa maksud perkataan Kim Jae Hee pada saat keberangkatan mereka. Ia membuat kesalahan dengan menceritakan semua pada Nyonya Park, dan Kang Dong Jin sengaja mengumpulkan informasi tentang Keyla sebagai penebus kesalahannya.“Ne, Arra. Aku tahu aku salah, seharusnya aku tak mengatakannya pada ibumu.”“Eomma jadi salah paham. Ia memintaku membawa Keyla ke ulang tahun Appa bulan depan.”“Apa? Membawanya ke Busan?”Kim Jae Hee mengangguk, namun matan