"Mbak Tika, aku lupa!" seru Keyla menepuk pelan keningnya sendiri."Kenapa?""Ada artikel yang harus kuungah ke laman perusahaan, tapi berkasnya masih ada di komputerku di atas," lanjut Keyla panik sesekali melirik jam yang melingkar di tangannya. "Lima menit lagi harusnya sudah tayang. Mbak Tika bisa teruskan liputannya di sini sendirian, kan?"Atika bergidik ngeri mengingat ada Cindy di ruangan yang sama tanpa ada seorang pun yang akan membelanya."Kalau aku saja yang naik ke atas bagaimana?" usul Atika, lagipula kemarin ia pernah melakukan hal yang sama untuk Keyla. "Aku masih belum mengerti apa yang harus kulakukan di studio.""Seriusan? Aku gak enak harus buat Mbak Tika naik turun lantai."Atika berusaha keras untuk tidak mengerlingkan mata sebab kalimat Keyla sangat berbanding terbalik dengan apa yang gadis ini lakukan kemarin saat belum tahu Atika mengenal Daffa. Walau sedikit kesal dengan sikap Keyla yang mudah ditebak, Atika harus menahan diri dan melakukan apapun untuk memin
"Kenapa buru-buru?" Cindy tiba-tiba saja muncul dari kelokan saat Atika hendak memasuki studio, membuat Atika berhenti berlari dan membeku di tempat."Kamu, bukannya kamu harus ada di dalam?"Atika menoleh ke kanan dan ke kiri mencari bantuan, namun tidak ada siapa-siapa di lorong ini. Bahkan ketukan heels Cindy yang beradu dengan lantai marmer seperti diperbesar menggunakan toa di telinga Atika. Adik tirinya itu sudah melepaskan topeng ibu perinya, yang Atika lihat sekarang adalah Cindy yang biasa ia temui di rumah, Cindy yang sering menghadiahi Atika dengan berbagai jenis pukulan, lemparan dan tendangan di sekujur tubuhnya."Aku sengaja keluar cari kamu, Tika," jawab Cindy meraih kedua lengan Atika seperti hendak memeluknya namun tak berapa lama, gadis itu mencengkeram lengan Atika hingga kuku-kukunya seperti menusuk ke dalam tulang. "Aku cuma mau nyapa kakakku tersayang, gak boleh?"Atika berusaha untuk tidak meringis atau menunjukkan rasa sakit, karena itu yang Cindy inginkan seka
Cindy berbalik dan melenggang pergi meninggalkan Atika. Jika ini dunia kartun, mungkin dari kedua lubang hidung Cindy sekarang sedang mengepulkan asap tebal. Untuk pertama kalinya, Atika berhasil membuat adik tirinya itu kalah telak. Sebersit rasa bangga tak dapat Atika tahan menyeruak di benaknya. Benar, inilah yang sudah Atika lakukan sejak dulu. Sebenarnya, ia tidak lebih rendah atau lemah dibandingkan dengan Cindy, sehingga tidak sepantasnya Cindy memperlakukan Atika sesuka hatinya. Atika berhak untuk mempertahankan harga dirinya.Dengan kepala terangkat lebih tegap, Atika melangkah memasuki studio menghampiri Keyla yang masih berada di tempat terakhir Atika meninggalkannya. Hanya saja yang berbeda, gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal sambil menutul-nutulkan mata pulpen ke atas buku catatannya."Apa yang salah?" tanya Atika mengejutkan Keyla.Atika memastikan Cindy sudah berada di bawah sorotan kamera, setidaknya selama di depan kamera, adiknya itu tidak akan melakukan hal aneh
Keyla berjalan perlahan menghampiri Atika, sepasang matanya bergantian menatap Elang yang kini sedang bicara dengan salah satu Direktur perusahaan, lalu memperhatikan Atika. Rasa penasaran mau tak mau menghinggapi benak Keyla saat melihat Elang dan Atika berbicara dengan ponsel mereka dalam waktu yang bersamaan. Bisa saja Elang dan Atika hanya kebetulan melakukan hal yang sama di waktu yang sama pula, tetapi jangan lupakan aksi curi-curi pandang yang dilakukan kedua orang itu. Sebagai seorang veteran penikmat K-Drama dan film Bollywood, Keyla paham betul situasi yang tengah terjadi, dan sekarang gadis itu hanya perlu memastikannya saja.""Tadi Mbak bicara sama siapa?"Wajah Atika memucat, kedua tangannya menggenggam erat ponsel seakan takut Keyla merebutnya sebagai barang bukti. Keyla memicingkan mata dan bergerak maju semakin mendekati Atika."Tidak, maksudku, apa hubungan Mbak dan Pak Elang?" tanya Keyla dalam bisikan pelan, khawatir ada karyawan lain yang mendengar percakapan merek
"SIAPA YANG HABISKAN NASI GORENG DI MEJA MAKAN?”Suara Anyelir membelah heningnya senja. Tergesa Atika melepas mukena dan berlari kesetanan menuju ruang makan. Jantung Atika bertalu kencang menyadari bahwa ia baru saja melakukan kesalahan besar."Atika yang habiskan, Mi," cicit Atika.Mami Anyelir, ibu tiri Atika berbalik perlahan menghadap Atika. Pandangannya beringas seperti macan kelaparan yang siap menerkam Atika. Dua puluh lima tahun hidup bersama perempuan tambun itu tak juga membuat Atika kebal pada tatapan menusuk Anyelir."Siapa yang bilang kamu boleh habiskan? Dasar benalu, ya! Nasi goreng ini punya Cindy, seenaknya aja !""Atika pikir, nasi gorengnya sengaja disisakan untuk Atika.""Jangan ngawur! Memang kamu sudah memberikan apa buat rumah ini sampai harus disisakan makanan segala? Tidak ada, nol besar! Kamu itu cuma jadi beban keluarga, tahu gak?"Atika semakin menyesal menghabiskan nasi goreng yang nyatanya tak sampai empat sendok. Sore tadi, perutnya amat melilit karena
"Tenanglah, aku di sini. Kamu hanya mimpi buruk," bisik Elang begitu Atika membuka mata.Sontak Atika bangun dan menyerahkan diri ke pelukan Elang, membiarkan selimut terjatuh dan mempertontonkan tubuh bagian atasnya yang polos. Jika dalam situasi normal, Elang mungkin sudah kembali menyerang Atika seperti yang telah ia lakukan beberapa menit yang lalu, karena demi apapun sesuatu di bawah sana telah kembali terbangun hanya dengan gerakan kecil dari istrinya. Tetapi Elang tidak mungkin melakukannya, karena sekarang kondisi Atika jelas sedang tidak baik-baik saja. Tubuh istrinya itu gemetaran dan keringat dingin seukuran jagung bercucuran di pelipis Atika. Melalui dada mereka yang bersentuhan, jantung Atika berpacu kencang seperti baru saja lari marathon. Mimpi seburuk apa yang baru Atika alami hingga ketakutan seperti ini?"Jangan khawatir, aku ada di sini. Aku bersamamu," ucap Elang lagi, sebab kalimat itulah yang dulu sering Elang dengar dari ibunya jika ia mendapatkan mimpi buruk s
"Maaf, aku mengacau," ujar Cindy seraya menghapus air matanya dengan ujung tisu yang terlipat.Selia, salah seorang staff pemasaran menaruh segelas teh boba di depan Cindy. "Gak, kalau aku jadi kamu, aku juga akan kecewa. Bahkan mungkin aku bakalan mengamuk di depan perempuan sadis itu!"Cindy menunduk, berpura-pura kembali menangis padahal ia tengah menyeringai puas. Rencananya berjalan sesuai perkiraan. Tidak akan ada yang mendukung Atika sekarang."Sudah, jangan dianggap saudara kejam seperti itu," ujar Renata, rekan Selia seraya menepuk pundak Cindy menenangkan.Cindy mengangkat kepalanya dan menatap Renata juga Selia bergantian."Terima kasih, ya. Kalian mau mendengarkan curahan hatiku. Aku dari kemarin sudah gak kuat menahan semua ini sendirian. Melihat Kak Tika berdiri di dekatku, tapi jangankan memeluknya, menyapanya saja aku gak berani. Padahal, Kak Tika itu kakakku satu-satunya. Walaupun kami saudara tiri, tapi sejak kecil aku sangat menyayangi Kak Tika," kata Cindy dengan s
Semenjak melihat percakapan di ponsel Keyla, Atika selalu merasa setiap mata mengintai pergerakannya. Bisik-bisik yang tak bosan mengikuti kemanapun kaki Atika melangkah. Bisikan-bisikan yang bunyinya sama persis dengan isi percakapan di grup karyawan."Pura-pura kelihatan baik dan polos, ternyata kejam sama adiknya sendiri.""Baru juga jadi istri bos sudah sombong, gak mau mengakui keluarganya. Gimana kalau jadi istri pejabat?""Dasar perempuan tua gak tahu diri! Kacang lupa kulitnya!""Aku yakin, dia bisa masuk ke sini juga karena bantuan Pak Elang. Mana mungkin orang seperti dia bisa jadi karyawan SJ Grup? Jadi OG nya saja gak pantas!""Hei, kalian tahu gak? yang sebenarnya harus menikah sama Pak Elang itu adiknya. Tapi karena adiknya kepalang baik, dia mengalah sama si perawan tua! ""Dasar gak tahu diuntung!"BRAKK!!Keyla membanting setumpuk berkas ke atas meja kerjanya. Mata gadis itu nyalang menyisir seisi ruangan, kedua bibirnya terkatup rapat hingga hanya terlihat segaris sa