"Duduk dulu, kamu pasti capek harus kerja padahal lagi sedih," ujar Renata membimbing Cindy duduk di sofa empuk di sudut ruangan.Bukan hanya Renata, sekarang semua orang di studio memperlakukan Cindy layaknya patung porselen yang rentan pecah. Suhu ruangan diatur lebih rendah saat Cindy terlihat berkeringat. Para staff tak pernah membiarkan meja di depan Cindy kosong oleh makanan. Bahkan, sutradara yang biasanya galak kini lebih sering mengunci mulutnya dan menatap sendu Cindy. Dalam hati Cindy membatin, seandainya sejak dulu ia sudah melancarkan rencana ini, mungkin Atika tidak akan pernah berani berpikir untuk menantangnya seperti yang perempuan itu lakukan kemarin."Berhasil!" pekik Selia tertahan, gadis itu berlari-lari kecil menghampiri Cindy dan Renata."Apa yang berhasil?" tanya Renata penasaran, ia lalu duduk di samping Cindy.Selia membungkuk dan memperlihatkan ponselnya pada kedua perempuan di hadapannya."Lihat, berita ini sudah diunggah oleh akun gosip lamtooer! Aku gak
"Terbukti benar apa yang aku katakan kemarin. Kebiasaan lama tidak akan pernah bisa diubah. Sekali hina, tetap hina!" decak Andini, ia mulai menikmati situasi dan kembali duduk manis di atas sofa. "Istrimu itu sungguh di luar nalar, sudah tahu pernikahan kalian dimulai dengan masalah. Kenapa sekarang malah sengaja muncul sebagai karyawan rendahan, mau menarik simpati atau mencoreng kotoran di muka keluarganya sendiri? Seandainya saja istrimu tidak menjadi karyawan di sini, masalah tidak akan sepelik sekarang. Mereka akan tahu bahwa kamu menggunakan kekuasaanmu untuk menyenangkan istrimu sendiri."Elang diam tak membalas setiap kata tajam yang keluar dari mulut Andini. Di satu sisi, Elang memang mengakui benar adanya apa yang dikatakan Andini bahwa ia menggunakan wewenang yang ia miliki agar Atika bisa bekerja di perusahaan ini. Sebaik apapun kompetensi yang Atika miliki, tidak akan mengurangi fakta bahwa alasan Atika bisa masuk sebagai karyawan karena andil Elang di dalamnya.Namun, d
"Pak Elang meminta saya mengantar Ibu pulang ke rumah sekarang juga."Suara dalam dan tegas mengalihkan perhatian Atika dari layar komputernya. Perempuan itu memutar tubuh dan menemukan supir pribadi Elang sudah berada di belakangnya entah sejak kapan. Atika tanpa sadar menggeram kesal, sikap over protektif suaminya kembali muncul."Mbak, semua orang sudah tahu siapa Mbak Atika sekarang. Percuma saja berusaha menutupinya lagi," kata Keyla berusaha menenangkan."Bukan itu, ini masih beberapa jam lagi ke waktu pulang," keluh Atika."Kamu pulang saja, Tika. Untuk hari ini, saya ijinkan masuk setengah hari. Lagipula suasana sedang tidak kondusif, semua orang harus fokus pada pekerjaannya masing-masing."Kirani muncul dari dalam ruangannya, perempuan berambut pendek di bawah telinga itu menghampiri mesin fotocopy dan membelakangi Atika, kata-katanya sangat tegas, sama sekali tidak bisa dibantah."Baik, Bu. Saya ijin pulang lebih awal, terima kasih," ujar Atika lesu seraya merapikan meja da
Telah lewat tiga hari dari rumor buruk itu beredar, dan sejak hari itu Elang tidak mengijinkan Atika keluar dari rumah. Atika sendiri tidak ada keinginan untuk membantah, ia paham bahwa rumor itu tidak hanya berdampak untuk dirinya sendiri tetapi juga kepada stabilitas perusahaan. Untuk membunuh rasa bosan, Atika meminta Rika menyiapkan satu set alat lukis dan membawanya ke gazebo di taman belakang. Melukis sesuatu setidaknya dapat mengosongkan pikiran Atika untuk barang sejenak."Dulu saat masih gadis, nyonya Hasna juga pernah membuat skandal. Ayahnya mengamuk karena skandal nyonya Hasna membuat kerugian sangat besar bagi perusahaan," celetuk Rika tiba-tiba.Atika yang tengah memulaskan cat minyak berwarna hijau ke atas kanvas menoleh dan memandang heran Rika. Kepala asisten rumah tangganya itu balas menatap Atika."Menjadi pusat perhatian sudah hal umum untuk keluarga terpandang seperti keluarga Sukma, Nyonya. Saya lihat Nyonya terlihat lebih kurus dan lebih sering melamun sejak be
"Cindy, sorry! Aku lupa bawa infused water kamu," ucap Robby memohon setelah mengaduk-aduk isi tas perlengkapan Cindy.Kedua bola mata Cindy membulat, cuping hidungnya kembang kempis bersiap untuk mengamuk setiap kali manajernya itu berulah. Tetapi, sedetik kemudian ujung mata Cindy menangkap lalu lalang orang-orang di studio foto. Secepat kilat gadis itu mengubah ekspresi wajahnya, kedua matanya berubah sendu, tanpa perlu bersusah payah Cindy menampilkan senyum manis hingga menyentuh ujung matanya.Cindy harus benar-benar menjaga citra dirinya sekarang. Sejak berita tentang hubungannya dan Atika naik, tawaran pekerjaan tak henti berdatangan. Bahkan sekarang, dengan mudah Cindy bisa menjadi model utama untuk produk vitamin rambut lokal yang sedang naik daun, padahal setahu Cindy, produk ini sangat selektif untuk urusan brand ambassador. "Gak apa-apa, aku bisa minum air mineral apa saja. Tapi, lain kali usahakan kamu jangan sampai lupa lagi, ya. Minuman itu buat menjaga staminaku," ka
"Dia ada di dalam, kan?" tanya Cindy sambil berjalan cepat menuju pintu ruangan Elang.Liana yang sudah siaga berdiri menghadang jalan Cindy, setengah merentangkan tangan kanannya menahan Cindy untuk masuk."Maaf, tapi Pak Elang sedang ada tamu. Apa Mbak sudah buat janji sebelumnya? Biar saya aturkan janji temu lebih dulu," ucap Liana tetap berusaha profesional, walau sesungguhnya Liana sangat muak melihat wajah Cindy. Meski tidak berdampak secara langsung, namun ulah bocah ingusan ini membuat Liana harus bekerja ekstra dan tidur di kantor selama dua hari terakhir. "Aku gak perlu janji-janji!" Cindy menangkis tangan Liana, dan berjalan maju membuka pintu. "Aku ini istri Elang yang asli! Aku akan melakukan apa saja untuk mengembalikan posisiku, bahkan kalau perlu membun*h perawan tua itu aku juga bisa!"Suasana sontak sunyi di dalam ruangan Elang saat Cindy membuka pintu ruangan itu, semua pasang mata tertuju padanya. Tiba-tiba gadis itu kesulitan bernafas saat matanya beradu pandang
Sejak satu jam lalu, Atika tidak bisa duduk diam. Ia terus berjalan ke sana kemari menunggu kedatangan suaminya. Setelah informasi yang Hanny berikan, Atika mencoba menghubungi Elang berkali-bekali tetapi pria itu sama sekali tidak mengangkat panggilan Atika. Akhirnya, Atika menghubungi nomor Liana. Sekertaris Elang itu mengatakan kalau suaminya sedang ada rapat penting sehingga tidak bisa menerima panggilan dari siapapun tidak terkecuali Atika."Nyonya, tunggu di dalam saja. Sudah malam dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan," kata Rika yang sejak tadi menemani Atika berdiri menunggu Elang di gerbang masuk rumah. "Tidak akan ada bedanya menunggu di dalam dan di luar rumah, Tuan Elang tidak mungkin melompat langsung masuk ke lantai dua. Pasti Nyonya akan bertemu dengan Tuan Elang.""Bukan begitu, Bi. Kalau aku hanya duduk diam di dalam, aku semakin tidak bisa tenang!" gerutu Atika. "Entah kenapa, aku merasa ada firasat aneh.""Firasat aneh apa maksud Nyonya? Bukannya sekarang m
Suara pintu yang dibuka membuat Atika tersentak dan memandang terkejut pada bayangan Elang di cermin. Suaminya itu telah mengganti baju kerjanya dengan kaus putih dan celana kain berwarna senada. Rambutnya yang sudah mulai panjang terlihat basah baru keramas, tetes-tetes air yang belum dikeringkan terlihat bergelantungan di ujung rambut pria itu. Atika merasakan jantungnya kini berdebar kencang, entah kapan ia akan terbiasa melihat ketampanan suaminya sendiri."Maaf aku mengagetkanmu," ujar Elang menghampiri Atika. Pria itu kemudian meraih sisir di tangan Atika."Geli," kata Atika pelan ketika tanpa sengaja jemari Elang mengenai tengkuknya."Jadi ini titik sensitifmu yang lain," gumam Elang seraya tersenyum penuh arti.Seketika wajah Atika memanas memahami arti perkataan Elang. Secepat kilat Atika berbalik dan merebut handuk yang berada di pundak suaminya, lalu menarik pria itu hingga duduk berlutut di hadapannya."Setelah mandi, cepat keringkan rambutmu! Nanti bisa masuk angin," omel