"Apa menariknya layar kosong itu? Kamu sampai tidak menyadari kehadiran Om sejak tadi."Ardian merendahkan posisinya hingga sejajar dengan Elang yang duduk menghadap layar PC yang kini dalam kondisi mati. Berkali-kali Ardian menoleh ke arah Elang lalu kembali ikut memerhatikan layar berukuran 27 inch di depannya. Tidak ada yang aneh, justru bocah di sampingnya lah yang berperilaku tidak biasa sejak tadi pagi. Saat rapat, Elang lebih banyak diam. Seakan jiwanya terbang entah kemana, hanya raganya yang ada bersamanya. Lalu sekarang, sudah hampir sepuluh menit Ardian tiba di ruangan Elang hendak meminta persetujuan untuk proses produksi varian rasa sate terbaru mereka, tetapi lagi-lagi Elang seperti sebongkah pelepah pisang, tak merespon sama sekali."Lang, kamu sakit?" tanya Ardian khawatir sambil menempelkan punggung tangannya ke kening Elang tetapi segera ditepis Elang."Aku sehat!" jawab Elang sambil memberikan death glare ciri khasnya yang tak pelak membuat Ardian sedikit merinding.
"Mbak Tika, aku lupa!" seru Keyla menepuk pelan keningnya sendiri."Kenapa?""Ada artikel yang harus kuungah ke laman perusahaan, tapi berkasnya masih ada di komputerku di atas," lanjut Keyla panik sesekali melirik jam yang melingkar di tangannya. "Lima menit lagi harusnya sudah tayang. Mbak Tika bisa teruskan liputannya di sini sendirian, kan?"Atika bergidik ngeri mengingat ada Cindy di ruangan yang sama tanpa ada seorang pun yang akan membelanya."Kalau aku saja yang naik ke atas bagaimana?" usul Atika, lagipula kemarin ia pernah melakukan hal yang sama untuk Keyla. "Aku masih belum mengerti apa yang harus kulakukan di studio.""Seriusan? Aku gak enak harus buat Mbak Tika naik turun lantai."Atika berusaha keras untuk tidak mengerlingkan mata sebab kalimat Keyla sangat berbanding terbalik dengan apa yang gadis ini lakukan kemarin saat belum tahu Atika mengenal Daffa. Walau sedikit kesal dengan sikap Keyla yang mudah ditebak, Atika harus menahan diri dan melakukan apapun untuk memin
"Kenapa buru-buru?" Cindy tiba-tiba saja muncul dari kelokan saat Atika hendak memasuki studio, membuat Atika berhenti berlari dan membeku di tempat."Kamu, bukannya kamu harus ada di dalam?"Atika menoleh ke kanan dan ke kiri mencari bantuan, namun tidak ada siapa-siapa di lorong ini. Bahkan ketukan heels Cindy yang beradu dengan lantai marmer seperti diperbesar menggunakan toa di telinga Atika. Adik tirinya itu sudah melepaskan topeng ibu perinya, yang Atika lihat sekarang adalah Cindy yang biasa ia temui di rumah, Cindy yang sering menghadiahi Atika dengan berbagai jenis pukulan, lemparan dan tendangan di sekujur tubuhnya."Aku sengaja keluar cari kamu, Tika," jawab Cindy meraih kedua lengan Atika seperti hendak memeluknya namun tak berapa lama, gadis itu mencengkeram lengan Atika hingga kuku-kukunya seperti menusuk ke dalam tulang. "Aku cuma mau nyapa kakakku tersayang, gak boleh?"Atika berusaha untuk tidak meringis atau menunjukkan rasa sakit, karena itu yang Cindy inginkan seka
Cindy berbalik dan melenggang pergi meninggalkan Atika. Jika ini dunia kartun, mungkin dari kedua lubang hidung Cindy sekarang sedang mengepulkan asap tebal. Untuk pertama kalinya, Atika berhasil membuat adik tirinya itu kalah telak. Sebersit rasa bangga tak dapat Atika tahan menyeruak di benaknya. Benar, inilah yang sudah Atika lakukan sejak dulu. Sebenarnya, ia tidak lebih rendah atau lemah dibandingkan dengan Cindy, sehingga tidak sepantasnya Cindy memperlakukan Atika sesuka hatinya. Atika berhak untuk mempertahankan harga dirinya.Dengan kepala terangkat lebih tegap, Atika melangkah memasuki studio menghampiri Keyla yang masih berada di tempat terakhir Atika meninggalkannya. Hanya saja yang berbeda, gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal sambil menutul-nutulkan mata pulpen ke atas buku catatannya."Apa yang salah?" tanya Atika mengejutkan Keyla.Atika memastikan Cindy sudah berada di bawah sorotan kamera, setidaknya selama di depan kamera, adiknya itu tidak akan melakukan hal aneh
Keyla berjalan perlahan menghampiri Atika, sepasang matanya bergantian menatap Elang yang kini sedang bicara dengan salah satu Direktur perusahaan, lalu memperhatikan Atika. Rasa penasaran mau tak mau menghinggapi benak Keyla saat melihat Elang dan Atika berbicara dengan ponsel mereka dalam waktu yang bersamaan. Bisa saja Elang dan Atika hanya kebetulan melakukan hal yang sama di waktu yang sama pula, tetapi jangan lupakan aksi curi-curi pandang yang dilakukan kedua orang itu. Sebagai seorang veteran penikmat K-Drama dan film Bollywood, Keyla paham betul situasi yang tengah terjadi, dan sekarang gadis itu hanya perlu memastikannya saja.""Tadi Mbak bicara sama siapa?"Wajah Atika memucat, kedua tangannya menggenggam erat ponsel seakan takut Keyla merebutnya sebagai barang bukti. Keyla memicingkan mata dan bergerak maju semakin mendekati Atika."Tidak, maksudku, apa hubungan Mbak dan Pak Elang?" tanya Keyla dalam bisikan pelan, khawatir ada karyawan lain yang mendengar percakapan merek
"SIAPA YANG HABISKAN NASI GORENG DI MEJA MAKAN?”Suara Anyelir membelah heningnya senja. Tergesa Atika melepas mukena dan berlari kesetanan menuju ruang makan. Jantung Atika bertalu kencang menyadari bahwa ia baru saja melakukan kesalahan besar."Atika yang habiskan, Mi," cicit Atika.Mami Anyelir, ibu tiri Atika berbalik perlahan menghadap Atika. Pandangannya beringas seperti macan kelaparan yang siap menerkam Atika. Dua puluh lima tahun hidup bersama perempuan tambun itu tak juga membuat Atika kebal pada tatapan menusuk Anyelir."Siapa yang bilang kamu boleh habiskan? Dasar benalu, ya! Nasi goreng ini punya Cindy, seenaknya aja !""Atika pikir, nasi gorengnya sengaja disisakan untuk Atika.""Jangan ngawur! Memang kamu sudah memberikan apa buat rumah ini sampai harus disisakan makanan segala? Tidak ada, nol besar! Kamu itu cuma jadi beban keluarga, tahu gak?"Atika semakin menyesal menghabiskan nasi goreng yang nyatanya tak sampai empat sendok. Sore tadi, perutnya amat melilit karena
"Tenanglah, aku di sini. Kamu hanya mimpi buruk," bisik Elang begitu Atika membuka mata.Sontak Atika bangun dan menyerahkan diri ke pelukan Elang, membiarkan selimut terjatuh dan mempertontonkan tubuh bagian atasnya yang polos. Jika dalam situasi normal, Elang mungkin sudah kembali menyerang Atika seperti yang telah ia lakukan beberapa menit yang lalu, karena demi apapun sesuatu di bawah sana telah kembali terbangun hanya dengan gerakan kecil dari istrinya. Tetapi Elang tidak mungkin melakukannya, karena sekarang kondisi Atika jelas sedang tidak baik-baik saja. Tubuh istrinya itu gemetaran dan keringat dingin seukuran jagung bercucuran di pelipis Atika. Melalui dada mereka yang bersentuhan, jantung Atika berpacu kencang seperti baru saja lari marathon. Mimpi seburuk apa yang baru Atika alami hingga ketakutan seperti ini?"Jangan khawatir, aku ada di sini. Aku bersamamu," ucap Elang lagi, sebab kalimat itulah yang dulu sering Elang dengar dari ibunya jika ia mendapatkan mimpi buruk s
"Maaf, aku mengacau," ujar Cindy seraya menghapus air matanya dengan ujung tisu yang terlipat.Selia, salah seorang staff pemasaran menaruh segelas teh boba di depan Cindy. "Gak, kalau aku jadi kamu, aku juga akan kecewa. Bahkan mungkin aku bakalan mengamuk di depan perempuan sadis itu!"Cindy menunduk, berpura-pura kembali menangis padahal ia tengah menyeringai puas. Rencananya berjalan sesuai perkiraan. Tidak akan ada yang mendukung Atika sekarang."Sudah, jangan dianggap saudara kejam seperti itu," ujar Renata, rekan Selia seraya menepuk pundak Cindy menenangkan.Cindy mengangkat kepalanya dan menatap Renata juga Selia bergantian."Terima kasih, ya. Kalian mau mendengarkan curahan hatiku. Aku dari kemarin sudah gak kuat menahan semua ini sendirian. Melihat Kak Tika berdiri di dekatku, tapi jangankan memeluknya, menyapanya saja aku gak berani. Padahal, Kak Tika itu kakakku satu-satunya. Walaupun kami saudara tiri, tapi sejak kecil aku sangat menyayangi Kak Tika," kata Cindy dengan s
"Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p
“Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay
Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila
Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad
“Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj
“Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l
Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru
“Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi
Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng