Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah.
“Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya.
“Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesaikan tugasnya, Aisyah yang sudah merasa lapar langsung bergabung dengan keluarga besar sang suami untuk menikmati sarapan yang telah disiapkannya.
"Mau apa kamu!" bentak Akbar saat melihat Aisyah akan duduk di sebuah kursi.
"Aku … Aku mau makan, Mas." jawab Aisyah dengan sedikit ketakutan.
"Apa barangku sudah kamu temukan?" tanya Akbar sambil menatap Aisyah dengan tajam.
"Belum, Mas." jawab Aisyah sambil menunduk.
"Belum! Apa saja yang kamu lakukan, sampai mencari barang begitu saja kamu tidak becus. Kamu tidak boleh makan sebelum kamu menemukan barang itu." bentak Akbar sambil menarik tangan Aisyah.
"Tapi, Mas …." jawab Aisyah yang langsung terdiam saat tangan kekar sang suami mulai menggenggam pergelangan tangannya.
"Kamu tidak akan bisa makan dan kemana-mana sebelum barang itu ditemukan." ucap Akbar sambil mulai menyeret tangan sang istri.
akbar yang memiliki sifat kasar terus menarik tangan Aisyah dan memasukkannya ke dalam kamar dan menguncinya. Ani yang melihat perlakuan Akbar terlihat tersenyum bahagia. Hal itu membuat Burhan menjadi curiga dengan sikap sang istri.
"Sepertinya kamu bahagia sekali melihat Aisyah tersiksa karena sikap Akbar. Memang apa yang sudah terjadi hingga Akbar begitu marah kepadanya?" tanya Burhan sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.
"Perempuan aneh itu sudah membuang barang-barang Akbar yang biasa digunakan untuk menghisap narkoba, dan asal Bapak tahu barang-barang itu sebenarnya ada di aku." bisik Ani sambil terlihat bahagia.
"Kalau memang barang itu sudah kamu temukan, kenapa tidak kamu berikan saja kepadanya? Kasihan Aisyah harus menanggung masalah dari apa yang kamu lakukan." Jawab Burhan tanpa menoleh ke sang istri.
"Aku tidak akan menyerahkan barang itu, semua aku lakukan agar perempuan aneh itu menderita." ucap Ani yang langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Tapi kasihan dia, Bu. Aku menikahkan Akbar dengan Aisyah agar dia bisa merubah putra kita menjadi lebih baik, selain itu agar kita ada pembantu gratisan di rumah ini, bukan untuk disiksa seperti itu." jelas Burhan kepada sang istri.
"Bapak pikir aku peduli, asal Bapak tahu selama ini aku dan Akbar tidak pernah setuju dengan pernikahan ini. Tapi Bapak terus saja memaksakan kehendak untuk menikahkan mereka!" bentak Ani sambil berjalan meninggalkan sang suami.
Disaat Ani dan Burhan bertengkar karena masalah sikap Akbar, di tempat terpisah Darso dan Sari justru diliputi rasa khawatir akan nasib putri mereka. Sari yang selama ini terlihat ceria kini selalu terlihat murung, bahkan beberapa hari ini sulit baginya untuk memejamkan mata. Darso yang sangat mengerti perasaan sang istri berusaha untuk terus menghiburnya.
"Bagaimana nasib putri kita sekarang ya, Pak?" tanya Sari sambil menahan air matanya.
"Bapak juga tidak tahu, Bu. Juragan Burhan meminta Bapak untuk tidak menemui Aisyah di rumahnya." jawab Darso sambil menarik nafas panjang.
"Ya Allah Gusti. Seandainya kita tidak berhutang kepada Juragan Burhan nasib putri kita pasti tidak akan seperti sekarang ya, Pak." ucap Sari sambil mulai menangis.
"Sudahlah, Bu. Lebih baik kita doakan saja semoga Allah selalu melindungi Aisyah." jawab Darso sambil mengusap pundak sang istri.
Saat Darso dan Sari sedang bingung memikirkan keadaan sang putri. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kehadiran beberapa Ibu-ibu yang kebetulan lewat di depan rumah mereka. Cibiran, ejekan dan cemoohan dari tetangga harus kembali terdengar di telinga mereka.
"Eh, Bu Sari dan Pak Darso. Sedang santai, nih." ucap salah satu perempuan yang sudah berdiri di hadapan mereka.
"Kami sedang …." belum juga Darso menjawab salah seorang lainnya memotong ucapannya.
"Ya biasalah, Bu. Namanya juga orang kaya, jadi ya hanya duduk-duduk dan terima uang." jawab salah seorang yang lain.
"Emang benar ya, jika Bu Sari dan Pak Darso menjual Aisyah kepada Juragan Burhan? Bu, saya ingatkan ya. Anak itu amanah, tega banget sih jual anak demi kepentingan sendiri, apa nggak takut kalau anaknya di siksa sama Juragan Burhan." jelas salah seorang perempuan itu.
"Eh dengar ya, Bu. Kami tidak pernah menjual anak kami kepada siapapun apalagi kepada Juragan Burhan. Jadi kalau Ibu-ibu tidak tahu masalah sebenarnya jangan asal bicara ya, mau kalau mulut Ibu-ibu saya robek pakai pisau." jawab Sari sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Dasar keluarga nggak punya hati, dinasehati malah marah-marah. Ayo Ibu-ibu lebih baik kita pergi dari sini sebelum mulut kita di robek sama perempuan gila ini." ucap salah satu dari mereka sambil berjalan pergi.
"Ya sudah, pergi sana yang jauh! Kalau kalian berani bergunjing tentang keluargaku awas kalian, akan aku robek mulut busuk kalian itu." teriak Sari yang sudah kesal.
"Sudahlah, Bu. Tidak perlu didengarkan, lebih baik kita masuk ke dalam saja." ajak Darso sambil berusaha menenangkan sang istri.
"Sudah … sudah, Bapak tidak dengar perkataan mereka! Mereka menuduh kita orang tua kejam yang tega menjual anak sendiri demi kebahagiaan kita pribadi. Ibu sudah tidak bisa diam lagi, Ibu harus ke rumah Juragan Burhan sekarang." ucap Sari sambil masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil hijab di dalam kamar.
"Ibu mau apa kesana?" tanya Darso yang terlihat panik dengan keputusan sang istri.
"Mau apa? Bapak masih tanya mau apa. Ya tentu mau membawa Aisyah pulang." jawab Sari sambil berjalan meninggalkan Darso yang terlihat panik.
"Bu, lebih baik jangan kesana. Bapak khawatir mereka akan melakukan hal yang buruk kepada Aisyah kalau Ibu nekat kesana." bujuk Darso sambil memegang tangan sang suami.
"Ibu tidak peduli, pokoknya Ibu mau kerumah Juragan Burhan sekarang juga. Kalau Bapak mau ikut silahkan, tapi kalau tidak juga tidak masalah." jawab Sari sambil berjalan meninggalkan rumahnya.
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
“Permisi! Darso." panggil seseorang sambil mengetuk pintu. "Iya sebentar" teriak Sari yang sedang memasak di dapur. Setelah mematikan kompor dan mencuci tangan, Sari bergegas berjalan ke arah ruang tamu. Ada rasa heran dalam diri Sari, karena tidak biasanya di rumahnya kedatangan tamu saat jam sudah masuk pukul 9 malam. Setelah membuka pintu Sari terkejut akan kedatangan Burhan seorang pemilik kebun teh tempat mereka bekerja. "Eh, Pak Burhan. Ada apa Bapak malam-malam ke rumah kami?" tanya Sari dengan rasa penasaran."Saya ingin bertemu dengan Darso, apa dia ada di rumah?" tanya Burhan dengan tegas. "Ada, mari silahkan duduk dulu, Pak. Saya panggilkan suami saya dulu." jawab Sari dengan gugup. "Iya, cepat panggilkan Darso karena saya tidak punya banyak waktu disini. " perintah Burhan sambil berjalan ke sebuah kursi yang ada di teras rumah Darso. Burhan adalah seorang pemilik kebun teh terbesar di desa Sendangsari, hampir semua warga desa tersebut bekerja sebagai petani t
"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang. "Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya. "Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso. Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan. “Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan. "Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan. "Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk."Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sam
Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya. "Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri. "Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya. "Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri. Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepad
“Saya terima lamaran Juragan Burhan." ucap Aisyah yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang tamu. "Nah … jawaban ini yang saya mau, baik saya akan segera tentukan tanggal pernikahan antara kamu dan Akbar." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia "Aisyah apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Sari sambil menarik tangan Aisyah agar masuk ke dalam rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Insya Allah Aisyah siap mendampingi Mas Akbar sampai kapanpun." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Sari. "Kalian lihat Putri kalian saja setuju dengan pernikahan ini, baik kalian tidak perlu menyiapkan apapun biar saya yang mempersiapkan segalanya." ucap Burhan sambil berjalan mendekati Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Burhan pun langsung pulang dengan penuh kebahagiaan. Sari dan Darso yang masih tidak percaya dengan jawaban Aisyah segera meminta sang putri untuk duduk di hadapannya. Darso paham betul apa yang dilakukan Aisyah semata untuk membebaskan kedua orang tuanya dari jeratan hutang yang selama ini m
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. “Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. “Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesa
“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya. "Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar. Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar. "Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar. "Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah. "Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis. "Akbar, lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya. "Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan. "Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu mara
“Saya terima lamaran Juragan Burhan." ucap Aisyah yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang tamu. "Nah … jawaban ini yang saya mau, baik saya akan segera tentukan tanggal pernikahan antara kamu dan Akbar." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia "Aisyah apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Sari sambil menarik tangan Aisyah agar masuk ke dalam rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Insya Allah Aisyah siap mendampingi Mas Akbar sampai kapanpun." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Sari. "Kalian lihat Putri kalian saja setuju dengan pernikahan ini, baik kalian tidak perlu menyiapkan apapun biar saya yang mempersiapkan segalanya." ucap Burhan sambil berjalan mendekati Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Burhan pun langsung pulang dengan penuh kebahagiaan. Sari dan Darso yang masih tidak percaya dengan jawaban Aisyah segera meminta sang putri untuk duduk di hadapannya. Darso paham betul apa yang dilakukan Aisyah semata untuk membebaskan kedua orang tuanya dari jeratan hutang yang selama ini m
Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya. "Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri. "Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya. "Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri. Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepad
"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang. "Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya. "Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso. Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan. “Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan. "Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan. "Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk."Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sam