Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya.
"Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri.
"Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya.
"Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri.
Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepadanya.
"Aisyah, Bapak janji akan mencari pinjaman agar kamu tidak menikah dengan laki-laki brandal itu." ucap Darso seolah ingin membuat sang putri tenang.
"Iya, Nak. Bapak dan Ibu akan usahakan untuk membebaskanmu dari perjodohan ini, karena jujur saja Ibu juga tidak rela jika kamu menikah dengan bajingan itu." tambah Sari sambil memeluk pundak sang putri.
"Tapi darimana Bapak dan Ibu mendapatkan uang sebanyak itu? Aisyah tidak masalah jika harus menikah dengan Akbar, asalkan hutang Bapak dan Ibu lunas, tapi …." Aisyah tiba-tiba menghentikan ucapannya.
"Tapi apa, Nak?" tanya Sari sambil menatap mata sang putri dengan lembut.
"Bagaimana dengan Abang Husein." jawab Aisyah sambil menunduk dan meneteskan air mata.
"Husein? Husein putra Ustad Rahmad." tanya Sari dengan kebingungan.
Aisyah yang menunduk hanya bisa mengangguk, tetesan air mata pun mulai deras membasahi pipi gadis berusia 25 tahun tersebut. Darso yang sejak tadi berdiri di hadapan anak dan istrinya perlahan mulai mendekati Aisyah yang mulai menangis sesegukan. Darso seakan mengerti akan perasaan sang putri dengan segera dia mulai memeluk Aisyah dengan erat.
"Apa kamu mencintai Husein, Nak?" tanya Darso sambil memeluk Aisyah.
"Aisyah sangat mencintai Bang Husein, Pak. Apalagi keluarga mereka akan datang meminang Aisyah bulan depan." jawab Aisyah hingga membuat Darso terkejut.
"Ya Allah, bagaimana ini, Pak? Juragan Burhan hanya memberi kita waktu seminggu untuk memberi jawaban." ucap Sari yang mulai khawatir.
“Bapak akan usahakan uang itu bagaimana pun caranya, doakan Bapak ya agar bisa mendapatkan uang itu sebelum Juragan Burhan datang." jawab Darso sambil melepaskan pelukannya kepada sang putri.
"Sekarang kamu shalat Ashar dulu ya, Nak. Bapak juga mau ke mushola." perintah Darso sambil mencium kening sang putri.
Darso adalah seorang ayah yang sangat menyayangi keluarganya, termasuk Aisyah putri semata wayangnya. Apapun akan dia lakukan demi kebahagiaan sang putri, walaupun nyawa sebagai taruhannya. Bahkan dengan susah payah dia mencari pinjaman uang untuk menyelamatkan sang putri dari pernikahan yang menyakitkan, walaupun dia sendiri tidak tahu harus bagaimana dan dari siapa dia mendapatkan uang tersebut.
Di tempat terpisah Burhan yang berpikir telah berhasil membuat Darso menyetujui perjodohan yang diajukannya terlihat bahagia. Burhan yakin jika Darso dan keluarganya tidak akan mampu mendapatkan uang 50 juta sesuai dengan hutang yang mereka miliki. Waktu berlalu dengan begitu cepat, tanpa terasa kini saatnya Darso dan keluarganya memberi jawaban akan perjodohan yang dilakukan Burhan beberapa hari yang lalu.
"Malam-malam begini kamu mau kemana, Pak?" tanya Ani yang baru saja masuk ke dalam kamar.
"Aku mau ke rumah Darso." jawab Burhan sambil memakai pakaiannya.
"Ke rumah Darso, memangnya ada apa malam-malam begini. Apa jangan-jangan …." belum selesai Ani bicara Burhan langsung menjawab.
"Iya, aku sudah bilang kepada Darso untuk meminang sang putri." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia.
"Kamu benar-benar tidak waras, memang Bapak tidak malu punya besan dari golongan orang miskin seperti Darso!" bentak Ani sambil menarik tangan sang suami yang akan meninggalkan kamar.
"Kamu lihat saja apa yang akan aku lakukan, dan aku yakin kamu akan setuju dengan ide orang yang tidak waras ini." jawab Burhan sambil melepaskan tangan Ani dan keluar dari kamar.
“Sebenarnya apa yang ada dipikirannya?" ucap Ani dengan rasa penasaran.
Burhan pun pergi ke rumah Darso dengan wajah yang terlihat bahagia, dia yakin mau tidak mau Darso pasti akan memberikan sang putri dengan suka rela. Berbeda dengan Darso dan Sari yang terlihat kebingungan. Aisyah yang ada di dalam kamar hanya bisa menangis menanti jawaban yang akan diberikan sang ayah kepada Juragan teh tersebut.
"Ya Allah, apapun yang terjadi nanti mampukan aku untuk tetap ikhlas dalam menerimanya, karena aku yakin apa yang terjadi itulah yang terbaik untukku." ucap Aisyah sambil menengadahkan tangannya.
"Darso! Cepat buka pintunya." terdengar teriakan Burhan dari luar sambil mengetuk pintu dengan keras.
"Iya! Assalamualaikum, Juragan." sapa Sari sesaat setelah membuka pintu.
"Sudah jangan banyak bicara, cepat panggil suamimu sekarang." perintah Burhan sambil masuk ke dalam rumah dan duduk di sebuah sofa.
"Baik Juragan." jawab Sari sambil berjalan ke arah kamarnya.
Sari yang terlihat ketakutan langsung masuk ke dalam rumahnya dengan terburu-buru. Hingga tanpa sadar dia menabrak tubuh sang suami yang ternyata sudah ada di hadapannya. Tatapan sayu terlihat dari kedua mata pasangan suami istri tersebut.
"Bapak." sapa Sari saat melihat sang suami.
"Ibu masuk saja, biar Bapak yang bicara dengan Juragan Burhan." perintah Darso sambil tersenyum kecil.
"Permisi Juragan." sapa Darso kepada Burhan.
"Darso, ayo cepat duduk disini." perintah Burhan sambil menunjuk sofa yang masih kosong.
“Bagaimana apa kamu sudah dapat jawaban atas tawaran ku satu minggu yang lalu?" tanya Burhan dengan sangat antusias.
“Maaf Juragan. Apa boleh jika saya meminta waktu sebulan lagi untuk memberi jawaban?" tanya Darso dengan sedikit ketakutan.
"Tidak! Aku sudah bilang kamu hanya punya waktu satu minggu untuk mengambil keputusan." bentak Burhan hingga membuat Darso terkejut.
"Tapi Juragan …." belum selesai Darso bicara, Burhan yang sudah kesal langsung memukul meja kayu hingga membuat Darso terkejut.
"Darso! Aku tidak punya banyak waktu untuk mendengar semua alasanmu, sekarang kamu jawab iya atau tidak. Jika kamu menolak cepat serahkan uang 50 juta itu sekarang, tapi jika kamu terima saya akan tentukan tanggal pernikahan mereka dan rumah ini menjadi milikmu." ucap Burhan sambil berdiri dan melempar sebuah sertifikat rumah.
Burhan ternyata telah membeli rumah yang ditempati Darso dan keluarganya selama ini. Darso yang melihat sertifikat yang ada di hadapannya hanya bisa menunduk tanpa berani menatap mata laki-laki berwajah bengis tersebut. Hampir beberapa menit Darso hanyut dalam lamunan panjangnya.
"Darso! Kedatanganku kesini tidak untuk melihatmu melamun. Cepat jawab apa yang menjadi pilihanmu." bentak Burhan hingga membuat Darso terkejut.
“Saya terima lamaran Juragan Burhan." ucap Aisyah yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang tamu. "Nah … jawaban ini yang saya mau, baik saya akan segera tentukan tanggal pernikahan antara kamu dan Akbar." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia "Aisyah apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Sari sambil menarik tangan Aisyah agar masuk ke dalam rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Insya Allah Aisyah siap mendampingi Mas Akbar sampai kapanpun." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Sari. "Kalian lihat Putri kalian saja setuju dengan pernikahan ini, baik kalian tidak perlu menyiapkan apapun biar saya yang mempersiapkan segalanya." ucap Burhan sambil berjalan mendekati Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Burhan pun langsung pulang dengan penuh kebahagiaan. Sari dan Darso yang masih tidak percaya dengan jawaban Aisyah segera meminta sang putri untuk duduk di hadapannya. Darso paham betul apa yang dilakukan Aisyah semata untuk membebaskan kedua orang tuanya dari jeratan hutang yang selama ini m
“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya. "Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar. Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar. "Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar. "Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah. "Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis. "Akbar, lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya. "Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan. "Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu mara
Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. “Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. “Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesa
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
“Permisi! Darso." panggil seseorang sambil mengetuk pintu. "Iya sebentar" teriak Sari yang sedang memasak di dapur. Setelah mematikan kompor dan mencuci tangan, Sari bergegas berjalan ke arah ruang tamu. Ada rasa heran dalam diri Sari, karena tidak biasanya di rumahnya kedatangan tamu saat jam sudah masuk pukul 9 malam. Setelah membuka pintu Sari terkejut akan kedatangan Burhan seorang pemilik kebun teh tempat mereka bekerja. "Eh, Pak Burhan. Ada apa Bapak malam-malam ke rumah kami?" tanya Sari dengan rasa penasaran."Saya ingin bertemu dengan Darso, apa dia ada di rumah?" tanya Burhan dengan tegas. "Ada, mari silahkan duduk dulu, Pak. Saya panggilkan suami saya dulu." jawab Sari dengan gugup. "Iya, cepat panggilkan Darso karena saya tidak punya banyak waktu disini. " perintah Burhan sambil berjalan ke sebuah kursi yang ada di teras rumah Darso. Burhan adalah seorang pemilik kebun teh terbesar di desa Sendangsari, hampir semua warga desa tersebut bekerja sebagai petani t
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. “Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. “Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesa
“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya. "Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar. Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar. "Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar. "Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah. "Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis. "Akbar, lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya. "Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan. "Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu mara
“Saya terima lamaran Juragan Burhan." ucap Aisyah yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang tamu. "Nah … jawaban ini yang saya mau, baik saya akan segera tentukan tanggal pernikahan antara kamu dan Akbar." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia "Aisyah apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Sari sambil menarik tangan Aisyah agar masuk ke dalam rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Insya Allah Aisyah siap mendampingi Mas Akbar sampai kapanpun." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Sari. "Kalian lihat Putri kalian saja setuju dengan pernikahan ini, baik kalian tidak perlu menyiapkan apapun biar saya yang mempersiapkan segalanya." ucap Burhan sambil berjalan mendekati Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Burhan pun langsung pulang dengan penuh kebahagiaan. Sari dan Darso yang masih tidak percaya dengan jawaban Aisyah segera meminta sang putri untuk duduk di hadapannya. Darso paham betul apa yang dilakukan Aisyah semata untuk membebaskan kedua orang tuanya dari jeratan hutang yang selama ini m
Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya. "Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri. "Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya. "Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri. Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepad
"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang. "Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya. "Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso. Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan. “Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan. "Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan. "Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk."Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sam