"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang.
"Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya.
"Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso.
Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan.
“Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan.
"Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan.
"Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk.
"Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sampaikan kepadamu." perintah Burhan sambil meletakkan bolpoin yang ada di tangannya.
Darso yang saat itu ada di hadapan Burhan terlihat gugup, rasa takut mulai merasuk ke dalam hatinya. Burhan yang melihat ekspresi wajah Darso hanya tersenyum kecil. Perlahan Burhan berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati sang karyawan yang terlihat ketakutan.
"Darso, semalam saya melihat buku catatan hutang karyawan dan ternyata saya baru sadar jika hanya kamu yang belum melunasi hutang kepadaku. Lalu kapan kamu akan melunasi hutang-hutangmu itu?" tanya Burhan sambil duduk di atas meja.
"Sebelumnya Maaf, Juragan. tapi bukankah pelunasan hutang diambil dari gaji saya dan Istri setiap minggunya? " tanya Darso sambil terus menunduk ketakutan.
"Tentu, tapi apa kamu tahu kalau gaji kalian itu tidak cukup untuk membayar hutang yang sudah menumpuk. Atau kalau tidak begini saja, saya akan menganggap hutang keluargamu lunas, tapi dengan satu syarat." jawab Burhan sambil berdiri dari meja.
"Syarat? Kalau boleh tahu, apa syaratnya Juragan." tanya Darso sambil menoleh ke arah Burhan.
"Kamu harus bersedia menikahkan putrimu yang bernama Aisyah dengan Akbar. Bagaimana?" tanya Burhan sambil mendekat ke wajah Darso.
Mendengar ucapan Burhan, Darso yang sejak tadi ketakutan dan sesekali menunduk langsung mengangkat kepala. Darso yang terkejut seakan tidak percaya jika Burhan berniat ingin menikahkan Aisyah dengan Akbar. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Darso saat itu, hanya tatapan heran tak percaya yang terlihat jelas di kedua bola matanya.
"Bagaimana Darso, apa kamu bersedia?" tanya Burhan hingga membuat Darso tersadar dari lamunannya.
"Tapi Juragan, Aisyah masih berusia 25 tahun dan dia juga masih ingin melanjutkan pendidikannya di pesantren." jawab Darso dengan wajah gugup.
"25 tahun adalah usia yang pas buat seorang wanita untuk menikah, untuk pendidikan buat apa seorang perempuan berpendidikan tinggi, jika tugas utama yang dia kerjakan hanya di dapur dan melayani suami." ucap Burhan sambil berjalan ke tempat duduknya.
"Kamu tenang saja saya tidak hanya menganggap hutang keluargamu lunas, tapi saya akan memberikan sebuah rumah untuk kalian tempati." tambah Burhan dengan tatapan mata yang tajam.
"Maaf Juragan, tapi saya tidak bisa menerima pinangan Juragan untuk putri saya." jawab Darso sambil ketakutan.
"Dasar petani miskin! Berani-beraninya kamu menolak lamaran ku untuk putrimu. Aku beri kamu kesempatan selama 7 hari untuk memikirkan tawaranku, tapi jika kamu menolak tawaran itu kamu harus membayar semua hutang berikut dengan bunganya dan jumlahnya 50 juta rupiah." bentak Burhan sambil berdiri dari tempat duduknya.
"50 juta? Maaf juragan kalau tidak salah saya hanya berhutang 7 juta rupiah dan itupun sudah kami bayar dengan upah kami setiap minggunya." tanya Darso sambil menatap mata Burhan yang terlihat tajam.
"Apa kamu lupa jika setiap hutang memiliki bunga 20% setiap bulannya, sekarang kamu keluar dari ruangan ini dan jangan lupa kamu harus segera memberi jawaban kepadaku minggu depan." usir Burhan sambil menunjuk ke arah pintu.
Darso yang terkejut dengan jumlah hutang yang dimilikinya kepada Burhan hanya bisa berjalan dengan keadaan lesu. Tatapan sayu terlihat jelas di kedua matanya. Darso tidak kembali ke kebun teh tempat dia biasa bekerja. Namun, dia justru langsung pulang untuk menemui sang istri yang saat itu masih berada di rumah.
"Assalamualaikum." ucap Darso sambil masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam!" teriak sang istri dari dalam dapur.
"Kok jam segini sudah pulang? Padahal aku baru saja akan ke kebun untuk mengantar makanan." tanya Sari sambil meletakkan segelas air putih.
"Aisyah kemana, Bu?" tanya Darso sambil mulai menikmati air minum yang diberikan sang istri.
"Aisyah sedang mencuci baju di sungai dengan beberapa temannya. Memangnya ada apa Bapak mencari Aisyah?" tanya Sari yang mulai bingung dengan gelagat sang suami.
"Pak Burhan ingin menjadikan Aisyah menantunya." jawab Darso sambil meletakkan gelas di atas meja.
"Maksudnya?” tanya Sari yang masih bingung dengan ucapan sang suami.
“Pak Burhan ingin menikahkan Akbar dengan Aisyah.” jawab Darso sambil bersandar di kursi tamu.
“Akbar. Akbar putra Pak Burhan yang terkenal seperti preman dan tukang mabuk itu?" tanya Sari seolah memastikan ucapan sang suami.
"Iya, memang Pak Burhan punya berapa anak sampai kamu bertanya seperti itu." jawab Darso sambil memijat kepalanya dengan lembut.
"Tidak, Ibu tidak setuju. Bapak harus menolaknya." tegas Sari sambil duduk di samping Darso.
"Bapak sudah menolaknya, tapi …."
"Tapi apa Pak? Apa Bapak tidak kasihan kepada Aisyah jika harus menikah dengan laki-laki berandal seperti Akbar." potong Sari sambil menggoyangkan tubuh sang suami.
"Bapak sudah menolaknya, tapi bukan itu masalahnya!" bentak Darso sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Lalu apa masalahnya?” tanya Sari yang mulai khawatir.
"Pak Burhan meminta kita melunasi seluruh hutang beserta bunganya sebesar 50 juta jika kita menolak lamaranya." jawab Darso.
"50 juta? Ya Allah dapat uang darimana kita sebanyak itu, Pak. Lagipula menurut hitungan Ibu hutang kita ke Pak Burhan hanya sisa 1 juta. Lalu bagaimana mungkin sekarang bisa jadi 50 juta?" tanya Sari dengan penasaran.
"Entahlah, tapi Pak Burhan bilang hutang kita itu berbunga 20% tiap bulannya." jawab Darso hingga membuat mata Sari terbelalak.
"Apa! 20%. Ibu rasa itu hanya akal-akalan Pak Burhan agar kita mau menerima perjodohan ini." jawab Sari dengan wajah kesal.
"Bapak juga tidak tahu, tapi yang jadi pikiran Bapak sekarang adalah bagaimana menjelaskan kepada Aisyah tentang perjodohan antara dirinya dan Akbar, apalagi perjodohan ini atas dasar pelunasan hutang." ucap Darso sambil bertolak pinggang.
“Ya Allah, kasihan Aisyah jika pernikahan itu sampai terjadi." ucap Sari sambil meneteskan air mata.
"Gedebuk!" tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dengan keras.
Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya. "Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri. "Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya. "Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri. Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepad
“Saya terima lamaran Juragan Burhan." ucap Aisyah yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang tamu. "Nah … jawaban ini yang saya mau, baik saya akan segera tentukan tanggal pernikahan antara kamu dan Akbar." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia "Aisyah apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Sari sambil menarik tangan Aisyah agar masuk ke dalam rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Insya Allah Aisyah siap mendampingi Mas Akbar sampai kapanpun." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Sari. "Kalian lihat Putri kalian saja setuju dengan pernikahan ini, baik kalian tidak perlu menyiapkan apapun biar saya yang mempersiapkan segalanya." ucap Burhan sambil berjalan mendekati Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Burhan pun langsung pulang dengan penuh kebahagiaan. Sari dan Darso yang masih tidak percaya dengan jawaban Aisyah segera meminta sang putri untuk duduk di hadapannya. Darso paham betul apa yang dilakukan Aisyah semata untuk membebaskan kedua orang tuanya dari jeratan hutang yang selama ini m
“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya. "Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar. Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar. "Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar. "Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah. "Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis. "Akbar, lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya. "Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan. "Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu mara
Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. “Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. “Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesa
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. “Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. “Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesa
“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya. "Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar. Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar. "Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar. "Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah. "Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis. "Akbar, lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya. "Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan. "Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu mara
“Saya terima lamaran Juragan Burhan." ucap Aisyah yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang tamu. "Nah … jawaban ini yang saya mau, baik saya akan segera tentukan tanggal pernikahan antara kamu dan Akbar." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia "Aisyah apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Sari sambil menarik tangan Aisyah agar masuk ke dalam rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Insya Allah Aisyah siap mendampingi Mas Akbar sampai kapanpun." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Sari. "Kalian lihat Putri kalian saja setuju dengan pernikahan ini, baik kalian tidak perlu menyiapkan apapun biar saya yang mempersiapkan segalanya." ucap Burhan sambil berjalan mendekati Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Burhan pun langsung pulang dengan penuh kebahagiaan. Sari dan Darso yang masih tidak percaya dengan jawaban Aisyah segera meminta sang putri untuk duduk di hadapannya. Darso paham betul apa yang dilakukan Aisyah semata untuk membebaskan kedua orang tuanya dari jeratan hutang yang selama ini m
Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya. "Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri. "Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya. "Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri. Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepad
"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang. "Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya. "Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso. Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan. “Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan. "Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan. "Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk."Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sam