“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya.
"Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar.
Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar.
"Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar.
"Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah.
"Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis.
"Akbar, lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan.
"Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu marah, Mas?" tanya Aisyah sambil terus menangis.
"kesalahan yang disebabkan karena ketololanmu sebagai seorang perempuan!" bentak Akbar dengan tatapan tajam.
"Bukan begitu, Nak. Apa yang kamu lakukan itu membahayakan Aisyah, kalau sampai terjadi apa-apa dengan perempuan ini kita semua akan terkena masalah." jelas Ani sambil mengejar sang putra yang masih terus berjalan sambil menyeret Aisyah.
Akbar yang sudah dibutakan oleh kemarahannya sama sekali tidak memperdulikan perintah orang tuanya. Tidak ada yang bisa dilakukan Aisyah selain hanya pasrah dengan apa yang dilakukan Akbar. Hingga setibanya mereka di dalam kamar, Akbar langsung melempar tubuh sang istri ke arah jendela yang terbuka lebar.
"Siapa yang menyuruhmu membuka jendela kamar ini!" bentak Akbar sambil menjambak rambut Aisyah yang masih tertutup hijab panjangnya.
"Aku … aku melakukan itu agar udara segar masuk ke dalam kamar." jawab Aisyah sambil menangis ketakutan.
"Udara segar. Kamu bilang udara segar? Kalau kamu mau mendapatkan udara segar, lebih baik kamu tidur di tengah lapangan. Aku sudah bilang jangan pernah merubah apa yang sudah ada di kamar ini, dan satu lagi." ucap Akbar sambil menyeret tangan Aisyah dan langsung membantingnya ke lantai.
"Aduh!" pekik Aisyah saat tubuhnya terjatuh ke lantai dengan keras.
"Dimana barang-barang yang ada di sini?" tanya Akbar kepada Aisyah yang hanya bisa terus menangis.
"Hei, perempuan tolol! Cepat katakan dimana barang-barang yang ada di sini?" bentak Akbar sambil mendekat ke wajah Aisyah.
"Barang-barang itu sudah aku buang ke tong sampah, Mas." jawab Aisyah dengan ketakutan.
"Plakk! " sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aisyah.
"Buang! Asal kamu tahu harga barang itu dengan harga tubuhmu itu masih mahal harga barang itu. Aku tidak mau tahu, sekarang cepat kamu cari barang-barang itu sampai ketemu. " perintah Akbar sambil menarik rambut Aisyah.
"Tapi, Mas …." belum selesai Aisyah menyelesaikan pertanyaannya, Akbar langsung menarik tangannya keluar kamar.
"Aku tidak mau dengar apapun alasanmu, sekarang cepat berdiri dan cari barang-barang itu sampai ketemu." perintah Akbar sambil mendorong tubuh sang istri keluar kamar.
Setelah menutup pintu, Akbar langsung membaringkan tubuhnya ke tempat tidur. Aisyah yang masih berdiri di luar hanya bisa menangis sambil perlahan berjalan ke arah anak tangga. Ani yang melihat Aisyah menuruni anak tangga sambil menangis langsung menghampirinya.
"Makanya jadi perempuan itu jangan ceroboh, lihat tubuhnya jadi babak belur 'kan. " ucap Ani sambil berdiri di hadapan sang menantu.
"Aku hanya ingin merapikan kamar Mas Akbar, Bu. Tapi ada beberapa barang yang ternyata masih dibutuhkannya dan barang-barang itu sudah aku buang ke sampah dari semalam." jelas Aisyah sambil menangis.
"Kamu pikir saya peduli dengan penderitaan mu, sekarang kamu cepat kembali ke dapur dan masak untuk kami." perintah Ani sambil bertolak pinggang.
"Tapi, Bu. Mas Akbar memintaku untuk mencari barang-barangnya yang hilang, jadi Aisyah minta waktu sebentar untuk mencari barang itu dahulu.' ucap Aisyah sambil memohon.
"Tidak, kamu harus masak sekarang, atau aku akan mengurungmu di gudang." ancam Ani sambil menatap wajah Aisyah.
"Aisyah mohon, Bu. Sebentar saja, Aisyah janji hanya 5 menit saja." ucap Aisyah sambil terus memohon.
"Aku bilang tidak bisa ya tidak bisa. Sekarang kamu kembali ke dapur dan cepat masak untuk kami!" bentak Ani sambil sedikit mendorong tubuh Aisyah.
Setelah hampir 3 jam Aisyah sibuk menyiapkan makanan di dapur dan menghidangkannya di meja makan. Aisyah yang tidak ingin membuat sang suami marah langsung bergegas berjalan menuju ke arah depan rumah. Ani yang melihat tingkah Aisyah hanya tertawa bahagia.
"Dasar manusia aneh, sekarang kamu rasakan kerasnya sikap Akbar. Aku yakin kamu tidak akan menemukan barang-barang itu." ucap Ani sambil tersenyum sinis.
"Ya Allah, kemana barang-barang itu. Sepertinya tadi pagi aku buang disini." gumam Aisyah sambil membongkar sampah yang ada di halaman depan.
"Aisyah, sedang apa kamu disitu?" tanya seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat di depan rumahnya.
"Ini Bu, saya hanya sedang mencari cincin kawin saya yang tidak sengaja jatuh." jawab Aisyah sambil tersenyum.
"Eh, Bu. Tahu nggak sih, kalau dengar-dengar Aisyah itu sengaja dijual orang tuanya ke Juragan Burhan untuk menjadi penebus hutang dan demi mendapatkan satu unit rumah." bisik salah satu perempuan yang bernama Romlah.
"Ah masa sih, Bu. Tega banget sih, mereka 'kan tahu bagaimana kejamnya Juragan Burhan dan keluarganya, apalagi Akbar dia 'kan hanya berandal yang setiap hari mabuk-mabukan." ucap seorang yang bernama Sarni.
"Ya namanya juga orang miskin, apapun akan dilakukan hanya demi uang." jawab Romlah sambil tersenyum kecil.
"Ya Allah, tega sekali mereka bicara seperti itu." batin Aisyah sambil menunduk.
"Eh, Aisyah. Apa benar kalau kamu menikah dengan Akbar hanya untuk melunasi hutang orang tuamu?" tanya Sarni kepada Aisyah.
"Maaf ya Ibu-ibu, saya mau pamit masuk ke dalam dulu karena ada hal yang akan saya kerjakan." pamit Aisyah sambil tersenyum dan langsung berjalan meninggalkan Sarni dan Romlah.
Mendengar jawaban Aisyah kedua tetangga tersebut langsung meninggalkan rumah itu sambil terus berbisik. Aisyah yang berjalan dengan terburu-buru, dikejutkan dengan kehadiran Ani yang tiba-tiba berdiri di hadapannya. Sorot mata yang tajam terlihat jelas saat Aisyah melihat sang mertua.
"Hei, apa yang sudah kamu katakan kepada perempuan-perempuan itu?" tanya Ani sambil mendekati Aisyah.
"Tidak ada, Bu." jawab Aisyah gugup.
"Jangan bohong, cepat katakan apa yang kamu katakan kepada Ibu-ibu bermulut ular itu!" bentak Ani hingga membuat Aisyah terkejut.
"Demi Allah, Bu. Aku tidak bilang apa-apa kepada Ibu-ibu itu." jawab Aisyah sambil ketakutan.
"Awas ya kalau kamu sampai cerita yang tidak-tidak kepada warga desa. Oh ya bagaimana, apa barang-barang Akbar sudah ketemu?" tanya Ani kepada Aisyah yang masih menunduk.
"Belum, Bu." jawab Aisyah singkat.
"Kalau begitu sekarang kamu ke belakang, dan cuci semua baju kotor. Setelah selesai kamu bisa mencarinya lagi. " perintah Ani kepada Aisyah.
"Baik, Bu." jawab Aisyah sambil bergegas meninggalkan sang mertua.
"Aisyah … Aisyah, sampai mati pun kamu tidak akan mendapatkan barang itu. " ucap Ani sambil tersenyum sinis dan melirik ke arah bawah meja.
Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. “Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. “Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesa
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
“Permisi! Darso." panggil seseorang sambil mengetuk pintu. "Iya sebentar" teriak Sari yang sedang memasak di dapur. Setelah mematikan kompor dan mencuci tangan, Sari bergegas berjalan ke arah ruang tamu. Ada rasa heran dalam diri Sari, karena tidak biasanya di rumahnya kedatangan tamu saat jam sudah masuk pukul 9 malam. Setelah membuka pintu Sari terkejut akan kedatangan Burhan seorang pemilik kebun teh tempat mereka bekerja. "Eh, Pak Burhan. Ada apa Bapak malam-malam ke rumah kami?" tanya Sari dengan rasa penasaran."Saya ingin bertemu dengan Darso, apa dia ada di rumah?" tanya Burhan dengan tegas. "Ada, mari silahkan duduk dulu, Pak. Saya panggilkan suami saya dulu." jawab Sari dengan gugup. "Iya, cepat panggilkan Darso karena saya tidak punya banyak waktu disini. " perintah Burhan sambil berjalan ke sebuah kursi yang ada di teras rumah Darso. Burhan adalah seorang pemilik kebun teh terbesar di desa Sendangsari, hampir semua warga desa tersebut bekerja sebagai petani t
"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang. "Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya. "Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso. Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan. “Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan. "Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan. "Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk."Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sam
Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya. "Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri. "Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya. "Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri. Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepad
Akbar dengan lantang menjelaskan persyaratan yang harus di lakukan Darso. Dia meminta sang mertua untuk memohon sambil berlutut di kakinya. Awalnya berat untuk Darso. Namun, demi kebahagiaan sang istri dengan berat hati Darso akhirnya menyanggupi keinginan Akbar. Belum juga Darso berlutut mereka dikejutkan dengan teriakan Aisyah yang baru saja keluar dari dapur. "Jangan lakukan itu, Pak!" teriak Aisyah hingga membuat Darso dan Akbar terkejut. "Tapi, Nak …." "Bapak tidak perlu bersujud seperti itu, Laki-laki ini bukan Allah yang harus kita sembah. Jangan rendahkan harga diri kita dihadapan Bajingan ini." ucap Aisyah sambil berjalan ke arah Darso dan Akbar. "Harga diri, orang miskin seperti kalian tidak mungkin punya harga diri. Harga diri hanya dimiliki oleh orang kaya seperti kami." jawab Akbar sambil tertawa terbahak-bahak. "Kami tahu kamu kaya, tapi kamu lupa kekayaanmu ini hanya sementara. Bahkan kamu saja hidup masih bergantung dari kekayaan orang tuamu lalu apa yang bisa kam
Darso yang khawatir dengan keadaan sang putri terus mendesak Ibu-ibu tersebut untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar permintaan Darso, Bu Ratmi pun akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi kepada Aisyah beberapa menit yang lalu. Aisyah yang saat itu sedang berbelanja dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang tiba-tiba. “Aisyah!” panggil Akbar sambil berteriak. “Mas Akbar. Ya Allah, dia pasti marah kepadaku.” batin Aisyah yang terkejut saat melihat sang suami sudah berdiri di hadapannya. “Dasar Istri tidak tahu diri, jam segini kamu masih ngerumpi di sini!” bentak Akbar sambil berjalan ke arah sang istri. “Maaf, Mas. Tadi pagi Bapak datang ke rumah dan memberitahu jika Ibu sakit, jadi aku bermaksud untuk menjenguk Ibu sebentar.” jawab Aisyah dengan suara sedikit bergetar. “Eh, Perempuan tolol. Tugasmu itu melayaniku dan keluargaku, bukan melayani orang tuamu!” bentak Akbar.“Maaf, Mas Akbar. Aisyah ‘kan hanya berkunjung ke rumah orang tuanya, kenapa harus
“Ibu sakit, dan tadi pagi dia jatuh di kamar mandi." jawab Darso dengan wajah khawatir sambil mengusap keringat yang ada di dahinya. "Kalau begitu Bapak tunggu disini. Aku akan ke dalam untuk berpamitan kepada Mas Akbar." jawab Aisyah sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Aisyah yang sudah khawatir dengan kondisi Sari langsung bergegas masuk ke dalam rumah untuk meminta izin kepada sang suami. Namun, belum juga kakinya menyentuh ruang tamu tiba-tiba Aisyah menghentikan langkah kakinya. Darso yang saat itu ada di belakang sang putri terlihat heran melihat tingkah Aisyah yang hanya berdiri mematung di depan pintu. "Jika aku meminta izin kepada Mas Akbar, dia pasti tidak akan memberi izin. Belum lagi jika Bapak melihat Mas Akbar keluar dari kamar dengan perempuan lain, dia pasti akan marah besar. Ah, lebih baik aku langsung pergi saja ke rumah Bapak." batin Aisyah yang langsung terkejut dengan panggilan sang ayah. "Aisyah! Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat temui suami mu dan s
Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. “Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. "Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. "Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. "Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. "Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. "Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. "Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. "Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah
Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. “Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. “Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesa
“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya. "Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar. Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar. "Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar. "Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah. "Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis. "Akbar, lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya. "Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan. "Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu mara
“Saya terima lamaran Juragan Burhan." ucap Aisyah yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang tamu. "Nah … jawaban ini yang saya mau, baik saya akan segera tentukan tanggal pernikahan antara kamu dan Akbar." jawab Burhan sambil tersenyum bahagia "Aisyah apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Sari sambil menarik tangan Aisyah agar masuk ke dalam rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Insya Allah Aisyah siap mendampingi Mas Akbar sampai kapanpun." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Sari. "Kalian lihat Putri kalian saja setuju dengan pernikahan ini, baik kalian tidak perlu menyiapkan apapun biar saya yang mempersiapkan segalanya." ucap Burhan sambil berjalan mendekati Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Burhan pun langsung pulang dengan penuh kebahagiaan. Sari dan Darso yang masih tidak percaya dengan jawaban Aisyah segera meminta sang putri untuk duduk di hadapannya. Darso paham betul apa yang dilakukan Aisyah semata untuk membebaskan kedua orang tuanya dari jeratan hutang yang selama ini m
Darso dan Sari yang terkejut langsung menoleh ke arah pintu rumahnya, terlihat sang putri yang saat itu sudah berdiri dengan wajah yang terlihat murung. Perlahan Sari mulai berjalan mendekati sang putri yang masih berdiri di depan pintu. Tidak ada sepatah katapun terucap dari bibir Aisyah, hanya tatapan kosong yang terlihat dari kedua matanya. "Aisyah, kamu duduk dulu ya, Nak. Dengarkan penjelasan Bapak dulu." perintah Sari sambil menggandeng tangan sang putri. "Ibu, apa benar aku akan menikah dengan Akbar, putra Juragan Burhan?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Sari yang berdiri di sampingnya. "Lebih baik kita duduk di dalam dulu, biar Bapak yang akan menjelaskannya padamu." ajak Sari sambil mulai menggandeng tangan sang putri. Aisyah yang memang adalah anak yang berbakti langsung mengikuti perintah sang ibu. Setelah duduk disebuah kursi, Darso pun mulai menjelaskan tentang ucapan yang baru saja di dengar Aisyah. Ada rasa marah, kecewa dan sedih dengan apa yang terjadi kepad
"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang. "Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya. "Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso. Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan. “Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan. "Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan. "Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk."Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sam