"Gas, sebenarnya Ibu agak khawatir lho," ucap Ibu setelah selesai makan malam. "Khawatir kenapa Bu?" tanya mas Bagas bingung. "Kamu baru menikah dua hari, masa mau melakukan perjalanan jauh," ucap Ibu khawatir. Semua masih diam tanpa komentar.Akupun harap-harap cemas. Aku khawatir mas Bagas bisa beralasan dan Ibu tidak bisa membantah lagi. "Pergi-pergi jauh buat penganten baru itu pamali Gas, takutnya ada hal buruk untuk keluarga baru Kalian," lanjut Ibu. "Ibu doakan saja yang terbaik buat kami, mudah-mudahan Allah selalu melindungi kita semua," jawab mas Bagas hati-hati. "Tentu saja Ibu selalu berdoa untuk anak-anak Ibu semua, tapi dari kemarin Ibu gak bisa tenang, bawaannya cemas terus, seperti ada firasat buruk," ucap Ibu terlihat sangat khawatir.“Lalu maksud Ibu?” ucap mas bagas terputus sembari mengangkat bahunya dan memandang Ibu lekat. “Kamu batalkan saja pergi ke Balinya,” ucap Ibu sambil membuang muka. Aku tahu Ibu sangat cemas, cemas bukan karena kekhawatirannya pad
Setelah sekitar 5 tahun pernikahan mas Bagas, mas Ardipun akan menikah, mas Ardi menikah dengan teman kantornya, mereka hanya beda divisi, dengan jabatan calon istrinya lebih tinggi. "Ini lho baru keren, calon istrinya mas Ardi cantik banget Bu, barang-barang yang melekat di tubuhnya barang mahal semua Bu," ucapku penuh semangat. "Alhamdulillah yang lebih penting baik orangnya," jawab Ibu. "Jelas baik banget Bu, belum jadi istri aja udah ngasih kita barang-barang bagus, apalagi kalau nanti sudah menikah Bu," ucapku penuh semangat. "Besok Nisa akan bawa tas baru pemberian mbak Sinta ke kampus, akan Nisa pamerkan ke teman-teman," ucapku penuh semangat. "Nisa juga akan undang teman-teman ke acara resepsi mas Ardi," ucapku menggebu-gebu. "Apa bener acara resepsinya akan diadakan secara besar-besaran dan mewah Nis," tanya Ibu. "Ya harus dong Bu, malu dong sama teman-teman kantor mas Ardi dan mbak Sinta kalau acaranya sederhana," ucap ku yakin. "Tapi kan nanti butuh biaya besar untu
"Ini Dek uang upahku hari ini," ucap Mas Bagas sambil memberikan uang padaku. "Iya Mas, trimaksih," jawabku menerima uang dengan tersenyum. "Kalau uang segini biasanya kamu pakai buat apa aja Dek, apakah cukup untuk kebutuhan kita sehari-hari?" tanya Mas Bagas. "InshaAllah cukup Mas,kalau kurang ya di cukup2kan," jawabku dengan senyum lebar. "Hari ini Rafif makan krupuk sama kecap lagi Dek?" tanya Mas Bagas. "setelah ini mau pergi belanja Mas, nanti Rafif adek belikan telor," jawabku semangat. "Kamu gak pengen punya stok makanan yang banyak dan selalu punya susu buat Rafif, sekarang Rafif sudah jarang minum susu," keluh mas Bagas. "Bukan gak pengen Mas, tapi keadaanya memang begini kan Mas?” jawabku bingung. "Jadi kalau seandainya bisa,kamu pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak-anak kan Dek?" tanya mas Bagas. "Pasti lah Mas, orang tua mana yang tidak ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak nya" jawabku heran. "Kalau kita tinggal bersama Anita pasti anak-anak ga
"Apa Mamah sudah benar-benar memikirkan keputusan ini?" tanya Adit setelah keadaan kami sudah mulai tenang. "Bukankah waktu itu kamu bilang jika Papah mengambil keputusan tidak karena pengaruh pelet maka gak masalah, barangkali keputusannya baik buat Papah," jawabku gamang. "Tapi Papah sebenarnya gak mau berpisah sama Mamah, gak mau cerai sama Mamah," ujar Adit. "Kamu tau kan Dit, kalau tante itu sedang mengandung anak Papah,jadi salah jika Papah gak nikahin tante itu," jawabku menjelaskan. "Apa benar itu anaknya Papah Mah?" tanya Adit memastikan. "Mamah sudah liat buktinya Dit," jawabku meyakinkan. "Tapi bagaimana kita akan melewati hari tanpa Papah Mah?" tanya Adit sedih. "Apa Adit pengin ikut tinggal bersama Papah?" tanyaku memastikan. “Jika memang Adit pengin ikut Papah, mamah gak papa kok, inshaAllah mamah bisa jaga diri,” kataku meyakinkan Adit. "Bukan itu Mah, barangkali Mamah masih bisa tetap bersama Papah," ujar Adit dengan tertunduk lesu. "Maafkan Mamah Dit, untuk
"Dit rencananya besok mamah mulai siap-siap buat jualan,” kataku pada Adit setelah selesai makan malam. “Sekedar jualan kopi sama gorengan trus mi rebus gitu,gimana menurutmu Dit?" ujarku meminta pendapat. "Adit setuju Mah, nanti kalau ada tambahan modal sekalian jualan nasi aja Mah masakan mamah kan enak, Adit pasti bantuin Mah," jawab Adit antusias. "Iyah makasih ya nak, kita berjuang bersama ya," ucapku semangat. "Kira-kira apa yang kita butuhkan untuk bikin warung Mah?" tanya Adit tak sabar. "Sementara seadanya saja Dit, nanti kita keluarkan meja makan, kan besar tuh lalu meja yang di dapur buat naruh kompor," jawabku penuh semangat. "Kursi kayu panjang yang ada di dalam kita keluarkan,terus mamah akan beli beberapa kursi plastik, kompor sama panci kecil,alat-alat lain yang ada aja” jawabku.“Kemudian mamah beli terpal tenda deklit dan bambu sebagai penyangganya nanti kita minta tolong pak Slamet buat bantuin kita bikin atap terpal," lanjut ku menjelaskan. "Kalau begitu bes
"Tolong, bapak-bapak tolong saya tolong... tolong," pintaku berharap ada orang yang mau datang menolong. “Berhenti Bu, jangan bikin malu di sini,” ucap Bapak sambil mencoba menghentikan si Ibu. “Bapak tuh yang bikin malu, udah tua malah nongkrongin janda, di ingetin malah mengelak,” jawab Ibu dengan emosi. "Ada apa ini," tanya Ibu-Ibu sekitar mulai berdatangan. "Ini lho Bu,gara-gara di tinggal suaminya sekarang jadi berusaha menggoda bapak-bapak di sini dengan dalih buka warung kopi," teriak si Ibu tadi. "Kalau niat jualan ya jualan aja Bu," ucap salah satu Ibu yang baru saja datang. "Kalo niat jualan bener pasti jualannya macem-macem, masa ini cuma jualan kopi sama gorengan udah jelas ini sasaran pembelinya bapak-bapak ya kan Ibu-Ibu," ucap si Ibu sambil menunjuk-nunjuk meja yang sudah berserakan.“Bu Sari memang cuma jualan kok Ibu-Ibu,” bela salah satu bapak pembeli. “Bapak gak usah nutup-nitupin lah,yang Bapak beli di sini apa coba? kopi? Kalo Cuma niat ngopi di rumah juga
"Assalamu'alaikum Mah, ada apa ini Mah? kenapa berantakan gini, Mamah gak papa?" tanya Adit panik. “Wa’alaikumsalam Dit, kamu udah pulang, gak lupa sholat kan? udah makan nak?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. “Udah semuanya Mah, ini kenapa? ada apa Mah?” cecar Adit. "Tadi ada Ibu-ibu bikin keributan di sini Dit," jawabku dengan tertunduk lesu. "Kenapa bisa begitu, memangnya Mamah bikin salah apa sama Ibu itu," cecar Adit tak sabar. "Nggak Dit, ini cuma salah paham aja," jawabku menenangkan Adit. “Salah paham gimana maksudnya, jelasin Mamah!” tanya Adit mulai keras. “Ada Ibu yang marah sama suaminya, trus ributnya di warung mamah,jadinya gini deh, berantakan,” jawabku dengan senyum lebar. Aku mencoba membuat Adit tidak mempermasalahkan hal ini. “Mamah gak nuntut minta ganti rugi Mah, yang pecah banyak ini loh,” tanya Adit meminta penjelasan. “Orang lagi marah-marah gitu,mana bisa dimintai ganti rugi yang ada tambah ngamuk dia,” jawabku sambil tertawa. "Lagian, kok bisa si o
“Pak Ustadz setelah ngaji nanti Adit mau bicara ya? Pak Ustadz ada waktu?” tanyaku pada pada Pak Ustadz. “Iyah ada Dit ada kok,” jawab Pak Ustadz. “Gimana Dit, mau crita apa?” tanya Pak Ustadz setelah selesai ngaji. Akupun mnceritakan yang terjadi sama Mamah kemarin. “Menurut Pak Ustadz Mamah harus lanjut jualan atau berhenti aja?” tanyaku bingung. “Lanjutkan saja, berdagang itu pekerjaan yang mulia, yang penting niat Ibu kamu baik demi menghidupi keluarga,” ucap Pak Ustadz memberi saran. “InshaAllah nanti Allah akan membukakan mata orang-orang sekitar sehingga bisa melihat kebenarannya kalau Ibumu memang benar-benar jualan tanpa tujuan yang buruk seperti yang mereka tuduhkan,” lanjut Pak Ustadz memberi semangat. “Baik Ustadz terimakasih pencerahannya, saya jadi semangat lagi,” jawabku. “Lalu kenapa masih murung? katanya semangat lagi?” tanya Pak Ustadz penuh selidik. “sebenarnya ada masalah lagi Ustadz,” ucapku ragu. “Katakanlah Adit,” pinta Pak Ustadz. “Tadi pagi Papah me