"Ini Dek uang upahku hari ini," ucap Mas Bagas sambil memberikan uang padaku. "Iya Mas, trimaksih," jawabku menerima uang dengan tersenyum. "Kalau uang segini biasanya kamu pakai buat apa aja Dek, apakah cukup untuk kebutuhan kita sehari-hari?" tanya Mas Bagas. "InshaAllah cukup Mas,kalau kurang ya di cukup2kan," jawabku dengan senyum lebar. "Hari ini Rafif makan krupuk sama kecap lagi Dek?" tanya Mas Bagas. "setelah ini mau pergi belanja Mas, nanti Rafif adek belikan telor," jawabku semangat. "Kamu gak pengen punya stok makanan yang banyak dan selalu punya susu buat Rafif, sekarang Rafif sudah jarang minum susu," keluh mas Bagas. "Bukan gak pengen Mas, tapi keadaanya memang begini kan Mas?” jawabku bingung. "Jadi kalau seandainya bisa,kamu pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak-anak kan Dek?" tanya mas Bagas. "Pasti lah Mas, orang tua mana yang tidak ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak nya" jawabku heran. "Kalau kita tinggal bersama Anita pasti anak-anak ga
"Apa Mamah sudah benar-benar memikirkan keputusan ini?" tanya Adit setelah keadaan kami sudah mulai tenang. "Bukankah waktu itu kamu bilang jika Papah mengambil keputusan tidak karena pengaruh pelet maka gak masalah, barangkali keputusannya baik buat Papah," jawabku gamang. "Tapi Papah sebenarnya gak mau berpisah sama Mamah, gak mau cerai sama Mamah," ujar Adit. "Kamu tau kan Dit, kalau tante itu sedang mengandung anak Papah,jadi salah jika Papah gak nikahin tante itu," jawabku menjelaskan. "Apa benar itu anaknya Papah Mah?" tanya Adit memastikan. "Mamah sudah liat buktinya Dit," jawabku meyakinkan. "Tapi bagaimana kita akan melewati hari tanpa Papah Mah?" tanya Adit sedih. "Apa Adit pengin ikut tinggal bersama Papah?" tanyaku memastikan. “Jika memang Adit pengin ikut Papah, mamah gak papa kok, inshaAllah mamah bisa jaga diri,” kataku meyakinkan Adit. "Bukan itu Mah, barangkali Mamah masih bisa tetap bersama Papah," ujar Adit dengan tertunduk lesu. "Maafkan Mamah Dit, untuk
"Dit rencananya besok mamah mulai siap-siap buat jualan,” kataku pada Adit setelah selesai makan malam. “Sekedar jualan kopi sama gorengan trus mi rebus gitu,gimana menurutmu Dit?" ujarku meminta pendapat. "Adit setuju Mah, nanti kalau ada tambahan modal sekalian jualan nasi aja Mah masakan mamah kan enak, Adit pasti bantuin Mah," jawab Adit antusias. "Iyah makasih ya nak, kita berjuang bersama ya," ucapku semangat. "Kira-kira apa yang kita butuhkan untuk bikin warung Mah?" tanya Adit tak sabar. "Sementara seadanya saja Dit, nanti kita keluarkan meja makan, kan besar tuh lalu meja yang di dapur buat naruh kompor," jawabku penuh semangat. "Kursi kayu panjang yang ada di dalam kita keluarkan,terus mamah akan beli beberapa kursi plastik, kompor sama panci kecil,alat-alat lain yang ada aja” jawabku.“Kemudian mamah beli terpal tenda deklit dan bambu sebagai penyangganya nanti kita minta tolong pak Slamet buat bantuin kita bikin atap terpal," lanjut ku menjelaskan. "Kalau begitu bes
"Tolong, bapak-bapak tolong saya tolong... tolong," pintaku berharap ada orang yang mau datang menolong. “Berhenti Bu, jangan bikin malu di sini,” ucap Bapak sambil mencoba menghentikan si Ibu. “Bapak tuh yang bikin malu, udah tua malah nongkrongin janda, di ingetin malah mengelak,” jawab Ibu dengan emosi. "Ada apa ini," tanya Ibu-Ibu sekitar mulai berdatangan. "Ini lho Bu,gara-gara di tinggal suaminya sekarang jadi berusaha menggoda bapak-bapak di sini dengan dalih buka warung kopi," teriak si Ibu tadi. "Kalau niat jualan ya jualan aja Bu," ucap salah satu Ibu yang baru saja datang. "Kalo niat jualan bener pasti jualannya macem-macem, masa ini cuma jualan kopi sama gorengan udah jelas ini sasaran pembelinya bapak-bapak ya kan Ibu-Ibu," ucap si Ibu sambil menunjuk-nunjuk meja yang sudah berserakan.“Bu Sari memang cuma jualan kok Ibu-Ibu,” bela salah satu bapak pembeli. “Bapak gak usah nutup-nitupin lah,yang Bapak beli di sini apa coba? kopi? Kalo Cuma niat ngopi di rumah juga
"Assalamu'alaikum Mah, ada apa ini Mah? kenapa berantakan gini, Mamah gak papa?" tanya Adit panik. “Wa’alaikumsalam Dit, kamu udah pulang, gak lupa sholat kan? udah makan nak?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. “Udah semuanya Mah, ini kenapa? ada apa Mah?” cecar Adit. "Tadi ada Ibu-ibu bikin keributan di sini Dit," jawabku dengan tertunduk lesu. "Kenapa bisa begitu, memangnya Mamah bikin salah apa sama Ibu itu," cecar Adit tak sabar. "Nggak Dit, ini cuma salah paham aja," jawabku menenangkan Adit. “Salah paham gimana maksudnya, jelasin Mamah!” tanya Adit mulai keras. “Ada Ibu yang marah sama suaminya, trus ributnya di warung mamah,jadinya gini deh, berantakan,” jawabku dengan senyum lebar. Aku mencoba membuat Adit tidak mempermasalahkan hal ini. “Mamah gak nuntut minta ganti rugi Mah, yang pecah banyak ini loh,” tanya Adit meminta penjelasan. “Orang lagi marah-marah gitu,mana bisa dimintai ganti rugi yang ada tambah ngamuk dia,” jawabku sambil tertawa. "Lagian, kok bisa si o
“Pak Ustadz setelah ngaji nanti Adit mau bicara ya? Pak Ustadz ada waktu?” tanyaku pada pada Pak Ustadz. “Iyah ada Dit ada kok,” jawab Pak Ustadz. “Gimana Dit, mau crita apa?” tanya Pak Ustadz setelah selesai ngaji. Akupun mnceritakan yang terjadi sama Mamah kemarin. “Menurut Pak Ustadz Mamah harus lanjut jualan atau berhenti aja?” tanyaku bingung. “Lanjutkan saja, berdagang itu pekerjaan yang mulia, yang penting niat Ibu kamu baik demi menghidupi keluarga,” ucap Pak Ustadz memberi saran. “InshaAllah nanti Allah akan membukakan mata orang-orang sekitar sehingga bisa melihat kebenarannya kalau Ibumu memang benar-benar jualan tanpa tujuan yang buruk seperti yang mereka tuduhkan,” lanjut Pak Ustadz memberi semangat. “Baik Ustadz terimakasih pencerahannya, saya jadi semangat lagi,” jawabku. “Lalu kenapa masih murung? katanya semangat lagi?” tanya Pak Ustadz penuh selidik. “sebenarnya ada masalah lagi Ustadz,” ucapku ragu. “Katakanlah Adit,” pinta Pak Ustadz. “Tadi pagi Papah me
"Mah ini Adit dapat bonus dari main futsal Mah," Ucap Adit sambil menyerahkan beberapa lembar uang ratusan. "Alhamdullah.... kok banyak banget Dit," tanyaku tak percaya. "Alhamdulillah Mah," jawab Adit seraya tersenyum lebar kemudian memelukku. "Kamu senang melakukannya Dit?" tanyaku memastikan. "Senanglah itukan hobi Adit, apalagi dapat uang seneng banget Adit Mah," jawab Adit girang. "Kalo gitu kenapa uangnya dikasih ke Mamah?" tanyaku memastikan. "Ya gak papa Adit pengennya kasih ke Mamah,itu yang buat Adit tambah seneng, karna bisa kasih Mamah," jawabnya sambil tersenyum lebar. "Adit gak pengen beli apa-apa beli sepeda atau HP baru mungkin?" pancing ku. "Gak usah Mah sepeda dan hpnya masih bagus kok," jawab Adit yakin. "Kalau baju, gak pengen beli baju?" pancing ku lagi. "Enggak Mamah, Adit gak perlu apa-apa, Adit pengennya kasih ke Mamah,Adit emang seneng main futsal Mah, gak butuh hadiahnya," ucap Adit sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Syukurlah kalau Adit berpres
"Dagingnya sekilo ya Bu," ucapku pada penjual Daging di pasar. "Iya Bu, sebentar saya siapkan," jawab penjual ramah. "Ahirnya bisa kebeli tu daging," ucap salah satu pembeli yang ternyata adalah Nisa. Aku masih diam tak menghiroukannya. “Setelah di tinggal suami jadi budeg sekarang,” ucap Nisa sambil menghalangi jalanku. “Eh ada orang ternyata, aku pikir ada suara tanpa rupa, setelah berhasil menjebak orang sekarang tempat nongkrongnya bukan Mall lagi tapi pasar rupanya,” sindirku. "Mbak Sari gak ngucapin trimakasih padaku," ucap Nisa padaku. "Untuk apa?karna telah berhasil menunjukan sifat aslinya?" kataku cuek. "Kalo aku gak buat mas Bagas nikah sama mbak Ani, mana kebeli itu daging mbak, jangankan sekilo daging, telor aja kadang ada kadang nggak," ejek Nisa sinis. "Maaf ya Nisa, sayangnya aku beli daging ini bukan dari pemberiannya mas Bagas," jawabku tegas. "Oh iya, apakah mbak Sari sudah dapat laki-laki kaya lagi, kasihan dia nasibnya akan sial seperti kakaku," ucap Nis