Share

Bos Baru

"Andra, bisakah kamu pulang ke rumah hari ini?"

"Tentu, aku akan pulang nanti malam setelah Sofi pulang bekerja."

Mendengar itu Elena terdiam, ia tak pernah tau kalau Sofi bekerja sementara putranya menganggur. Akan tetapi iapun menahan diri untuk bertanya.

"Baiklah, pulanglah nanti malam."

Malam itu, Andra sudah menanti Sofi di halaman. Rencananya, ia akan mengajak Sofi bertemu orang tuanya. Sudah lama mereka tak berkunjung ke rumah orang tua.

Saat mobil Sera masuk halaman, Andra segera menghampiri. Namun, ia tidak melihat Sofi di dalam mobil.

“Mana Sofi? Kenapa dia tidak bersamamu?” tanya Andra heran.

Sera turun dari mobil, menatap Andra dengan senyum sinis. “Sofi bukan anak kecil lagi, dia bisa pulang sendiri kalau mau.”

“Tapi...” Andra masih bingung.

“Kenapa? Apa yang membuatmu khawatir sekali?” tanya Sera dengan nada meremehkan.

"Tapi ini sudah larut! Aku khawatir padanya," desak Andra.

"Santai saja. Sofi sedang bersenang-senang dengan Riko. Kamu tahu kan, Riko itu orangnya kaya dan... menarik," ujar Sera dengan nada meremehkan.

Deg!

"Apa maksudmu dengan Riko? Siapa dia?" tanya Andra, wajahnya menegang.

"Ah, benar juga, kamu tidak akan kenal orang besar seperti Riko. Asal kau tau, Riko adalah kolega bisnis yang sangat kaya di kota ini."

Setelah mengatakannya, Sera masuk ke rumahnya sementara Andra masih termangu.

Sudah jam sebelas malam, tapi Sofi belum kembali.

Akhirnya, ia pun memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya, tanpa Sofi.

Sesampainya di rumah orang tuanya, keadaan rumah sudah sepi. Pastilah kedua orang tuanya sudah tidur. Iapun hanya duduk di sofa usang di rumah tersebut tanpa bertindak untuk mengetuk rumah.

Ia tak mau mengusik kedua orang tuanya.

Direbahkan tubuhnya yang letih di sofa, mengenang ucapan Sera tadi.

Sofi belum kembali dari bekerja padahal sudah larut malam, hal itu membuatnya sangat gelisah.

Ia mencoba untuk percaya pada istrinya, akan tetapi pikirannya semakin berkecamuk tak menentu.

Selagi melamun, terdengar derit pintu rumah yang terbuka.

"Andra?" Ayahnya heran karena Andra berbaring di sofa dan tidak mengetuk pintu.

"Ayah, kenapa masih belum tidur? Apa kalian menungguku?" tanya Andra sambil mencium punggung tangan ayahnya.

"Benar, tentu saja aku menunggumu."

Andra segera masuk ke dalam rumah dan ternyata ibunya juga belum tidur malam ini.

Andra memeluk sang ibu melepaskan rasa rindu.

"Aku tau kau pasti datang meskipun sangat malam," kata Elena.

Mereka duduk di ruang tengah, dan Elena menyiapkan teh hangat untuk mereka.

"Ayah memintaku datang, apakah ada hal penting?"

Kedua orang tuanya saling berpandangan, seolah mereka hendak menimbang apa yang akan mereka sampaikan.

"Ada pekerjaan untukmu, dan ini sangat mendesak."

"Pekerjaan? Apa yang harus kukerjakan? Ayah tau aku tidak bisa menganyam bambu."

"Tidak. Aku tidak memintamu menganyam bambu. Besok, temui Alfin, dia akan memberimu petunjuk. Akan tetapi kau harus bekerja sangat keras untuk mendapatkan uang."

"Suamiku, kau sangat bertele-tele. Katakan saja padanya bahwa perusahaan itu adalah miliknya. Sudah waktunya Andra menerima semuanya."

Andra masih tak mengerti karena tiba-tiba Elena menyebutkan sebuah perusahaan miliknya.

"Ibu, jangan bercanda, bagaimana bisa kita memiliki perusahaan?"

Bukannya menjawab, Andra hanya disuruh menunggu.

Benar saja, keesokan paginya,  sebuah mobil hitam mengkilat sudah siap menjemput Andra di depan rumah.

Elena, ibunya, menghampirinya setelah sarapan. "Andra, mereka sudah siap. Ayo."

Andra mengangguk dan keluar rumah. Seorang wanita muda berpenampilan profesional menyambutnya.

"Andra, kenalkan ini Isabel. Dia akan menjadi asisten pribadimu di perusahaan," ujar ayahnya.

Wanita cantik dan bertubuh ideal itu, tersenyum sopan, "Senang bertemu Anda, Tuan Muda."

"Tuan Muda? Apa-apaan ini?" tanya Andra bingung.

Ayahnya hanya tersenyum misterius, "Percayalah, Andra. Kau akan mengerti nanti."

Andra mendesah. Ia sangat membutuhkan pekerjaan ini, tapi panggilan 'Tuan Muda' membuatnya tidak nyaman.

"Isabel sangat cerdas, terutama dalam matematika," lanjut ayahnya.

"Aku tidak peduli seberapa pintar dia. Aku hanya ingin bekerja," balas Andra ketus.

Meskipun begitu, Andra tetap mengikuti Isabel ke mobil. Ia penasaran apa yang sebenarnya akan terjadi.

Mobil melaju kencang, pikiran Andra melayang tak tentu arah. Satu jam kemudian, Isabel menghentikan mobil di depan sebuah butik mewah.

"Tuan Muda, ini pakaian yang sudah Tuan Daren pilih untuk Anda."

Andra tertegun. Baju-baju di sana terlihat sangat mahal. "Ini terlalu berlebihan. Bagaimana Ayah bisa membayar semua ini?"

Isabel tersenyum tipis, seolah membaca pikiran Andra. "Tenang saja, Tuan Muda. Semua sudah diatur."

Dengan ragu, Andra masuk ke ruang ganti. Saat melihat pantulan dirinya di cermin, ia merasa asing dengan sosok yang ada di sana. Pakaian itu membuatnya terlihat berbeda, lebih dewasa dan... kaya.

"Pekerjaan apa sebenarnya ini?" gumamnya pelan, semakin penasaran dengan rahasia yang disembunyikan keluarganya.


Mobil kembali melaju dan berhenti di depan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di pusat kota. Huruf 'A' besar terpampang gagah di atas gedung, diikuti nama 'Andromeda'. Andra tertegun.

Andra merasa kecil di bawah gedung itu, bahkan gedung perusahaan Lucky Lucky milik keluarga mertuanya sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan gedung ini.

"Tuan muda, Anda harus masuk karena staf khusus sudah menunggu. Ada rapat luar biasa hari ini yang harus Anda hadiri."

"Rapat luar biasa?"


"Benar Tuan Muda, rapat ini sangat penting dan rahasia, Anda akan tau lebih banyak setelah di sana."

Semakin dalam Andra melangkah, semakin besar rasa penasarannya. Apakah dia benar-benar sosok penting seperti yang mereka katakan? Tiba-tiba, keringat dingin menetes di dahinya. Firasat aneh menyergapnya.

Pintu ruangan di lantai 30 terbuka. Di dalamnya, tiga orang berpakaian elegan tengah duduk mengelilingi meja besar. Dan di antara mereka, Andra melihat sosok yang tak pernah ia duga—ayahnya sendiri.

"Ayah?" lirihnya tak percaya.

"Duduklah putraku, ayah harus segera memulai rapat ini."

Andra duduk dengan perasaan campur aduk. Ia mengamati satu per satu pria di ruangan itu. Mereka semua menatap ayahnya dengan penuh hormat. Baru saat itu Andra menyadari betapa berpengaruh ayahnya.

Andra sangat gugup sekarang, itu artinya ayahnya adalah orang yang paling dihormati di gedung menjulang ini, orang nomor satu.

"Ayah mengerti kalau kamu terkejut. Akan tetapi itu tidak penting lagi saat ini. Mulai sekarang, hadapi dan lakukan tugasmu sebagai satu-satunya penerus perusahaan ini."

Tenggorokan Andra tercekat, ia masih ragu apakah ini nyata atau mimpi.


Rapat segera dimulai. Tidak banyak yang disampaikan ayahnya. Pria itu hanya menjelaskan bahwa Andra harus mempelajari banyak hal soal roda perjalanan perusahaan ini.

Sistem yang berjalan tidaklah berubah, tapi Andra akan menjabat sebagai direktur baru.

Jantungnya seakan berhenti, ia tak pernah berpikir menjabat direktur di usianya yang ke dua puluh enam. Tanggung jawab sebesar itu tiba-tiba mendarat di pundaknya. Ia merasa terbebani.

Setelah rapat selesai, Andra mendatangi ayahnya.

"Ayah, aku butuh waktu untuk berfikir. Aku tidak punya pengalaman untuk melakukannya, aku takut membuat ayah kecewa," kata Andra pelan.

"Kalau begitu, jangan kecewakan ayah. Lakukan saja apa yang seharusnya kau lakukan. Isabel akan membantumu. Ayah tau kamu tidak akan mengecewakan ayah," kata ayahnya lalu pergi meninggalkan Andra yang termangu.

Andra kembali ke rumah, ia yakin Sofi sudah pulang dari bekerja. Saat ini ia sangat bersemangat dan ingin bercerita soal hidupnya hari ini.

Dengan susah payah Andra membawa keranjang buah-buahan dan juga banyak sekali camilan kesukaan istri dan ibu mertuanya. Ia sengaja berbelanja banyak untuk menyenangkan istrinya.

Akan tetapi, ia sangat terkejut karena meja makan sudah dipenuhi oleh berbagai macam makanan mewah.


Di ambang pintu, Andra terlihat berdiri mematung dan Rose menatapnya sinis.

"Apa yang kau bawa? Apa ada orang yang kasihan melihatmu sampai memberimu banyak makanan?" kata Rose sinis dan meremehkan.

"Ibu, aku membawa apel pegunungan Alpen kesukaan Sofi, dan juga camilan untuk ibu," katanya berusaha tenang.

"Hahaha, lupakan saja! Makanan ini lebih mahal dari apa yang kamu beli seumur hidupmu!"

"Tapi Bu..."

Rose berdiri mengitari meja dengan sombongnya, menunjukkan pada Andra buah yang ada di meja mereka. " Lihat ini! Apel Sekai Ichi, harganya lebih mahal dari rambut kepalamu, dan ini adalah Anggur Rubby yang tidak akan pernah bisa kamu beli seumur hidupmu! Jadi buang saja apa yang kamu bawa itu!"

Andra sangat tau itu, buah-buahan itu populer karena sangat mahal.

"Untungnya Sofi benar-benar tau memanfaatkan kemampuannya. Dia sungguh beruntung."

"Maksud ibu... buah-buahan itu...?"

Rose tertawa lebar, "Tentu saja! Ini adalah hadiah untuk Sofi karena kerja kerasnya!"

Lalu wanita itu berjalan mendekati Andra dengan tatapan tajam, "Jangan coba-coba menghalangi putriku untuk bekerja! Aku tidak akan membiarkan dia menjadi orang bodoh sepertimu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status