Home / Pernikahan / Suami kedua Lebih Berasa / 5. Tidak Usah ditutupi Lagi

Share

5. Tidak Usah ditutupi Lagi

Author: Mimi Lita
last update Last Updated: 2022-12-01 11:10:22

Tidak Usah ditutupi Lagi

“Kamu harus mengatakan hal ini kepada keluargamu Nala, ada apa kamu sampai takut mengatakannya? Mau sejauh mana kamu tutupi, mereka akan mengetahuinya,” kata Ryan yang berusaha menasehatiku agar aku mau bersikap terbuka kepada kedua orang tuaku.

Aku mentapanya teduh dengan tatapan mata yang basah akan air mata. Bulir bening di mataku ini sudah tidak patuh lagi. Mereka meluncur begitu saja tanpa aba-aba dan aku benci ini mereka membasahi pipiku dan membuatku tampak lemah.

“Yan, yang menjadi masalahnya adalah sedari awal hubungan kami ayahku itu tidak pernah setuju. Dia menentang hubunganku dengan Mas Akbar. Kalau aku mengatakan yang sebenarnya kepadanya, maka dia akan memarahiku habis-habisan. Juga ….” Aku berhenti berbicara. Lidahku merasa kelu tiba-tiba aku merasa sudah terlalu banyak membuka aib keluargaku kepada pria lain. Apakah hal ini dapat dimaklumi dan dibenarkan dalam agama?

“Juga apa Nala? Jangan sembunyikan lagi, percuma juga kamu tutupi, kamu tidak tahu bagaimana suamimu itu menjelekanmu di hadapan wanitanya, kamu tidak pernah tahu ini Nala, untuk apa kamu tutupi lagi?” ujarnya penuh penekanan dan aku bisa merasakan dia terpengaruh emosi dia membenci Mas Akbar.

“Yan, tapi aku malu kepada ayah dan bundaku. Selama menikah dengan Mas Akbar, aku sama sekali tidak pernah menemui mereka. Aku sama sekali tidak pernah bertanya kabar mereka,” kataku mengakui apa yang terjadi selama ini di dalam biduk rumah tanggaku.

Ryan menghela napasnya, dia lalu memijit keningnya dan melepaskan jas putihnya. Tatapannya begitu tajam sama seperti dulu ketika dia sedang marah karena aku yang hanya diam saat di bully. Frustasi, laki-laki itu ikut merasa frustasi saat ini atas masalah yang sebenarnya bukan bagian dari hidupnya.

“Suami macam apa yang kamu nikahi itu sampai dia membutakan hatimu untuk menjauhi ibu dan bapakmu?” erangnya bertanya padaku dengan tatapan mengintimidasi.

“Benar, setelah menikah surga seorang anak itu berpindah kepada suaminya. Tetapi suami macam, apa dulu? Kalau dengan orang tuamu saja dia membiarkanmu memutus tali silaturahmi sedang kamu itu bisa hidup dan sampai sebesar itu adalah atas asuhan dan kasih sayang orang tuamu Nala, apa pantas dia mengajarkanmu untuk emnjauhi ayah dan ibumu? Kamu paham apa maksudku? Lelaki yang baik akan membawa makmumnya menuju kebaikan, bukan begini? Lalu apa lagi yang masih mau kamu tutupi dari dia?” cecarnya yang kurasakan penuh dengan kepedulian.

Aku hanya diam tak bergeming. Air mataku terus saja mengalir mewakili sakitnya hatiku yang tak terhingga. Kutatap saja wajah putraku yang masih terlelap di sampingku. Ada segudang ketakutan mengenai masa depannya nanti ketika aku menjanda, apa bisa aku menjamin masa depannya?

Aku takut? Iya aku takut. Aku sangat takut kalau anakku tidak tercukupi segala kebutuhannya setelah aku menjanda. Aku takut kalau aku tidak bisa menjamin masa depannya. Aku takut kalau dia akan menerima ejekan dari teman-temannya. Rentetan kecemasan dan ketakutan itu menindihku hingga membuatku sesak dan kelu.

“Aku tidak tahu Yan, aku merasa hilang kepercayaan diri saat ini. Aku sama sekali tidak punya kekuatan. Yang aku inginkan hanya bisa lepas darinya.”

“Aku akan mengantarmu menemui Om dan Tante, aku mendukungmu Nala. Aku kasihan kepadamu dan juga Gaffi. Jika kamu kuat secara finansial, tentunya kamu tidak akan seperti ini. Apa lagi yang kamu tutupi apa masih ada rahasia dalam hal finansial keluarga kalian juga?” tanya Ryan yang membuatku semakin rajin memeras air mataku.

Satu fakta yang harus aku ungkapkan di sini. Aku adalah istri yang begitu patuh kepada suami. Sampai soal urusan tabungan saja aku percayakan seutuhnya kepadanya. Aku hanya mengelola uang makan dan kebutuhan bulanan. Selebihnya soal rtabungan, suamiku selalu berdalih telah menggunakannya untuk investasi.

“Aku tidak memegang banyak uang Ryan. Hanya tinggal beberapa juta saja yang ada di rekeningku,” akuku kemudian yang membuat mantan pacarku sewaktu SMA itu meremas rambutnya dan merasa frustasi.

“Astaga Nala, kenapa kamu tidak berubah? Kenapa kamu masih saja sangat mudah mememrcayai orang lain seperti ini? Walaupun dia suamimu, setidaknya kamu harus punya tabungan sendiri. Suami yang baik tidak akan mengusik keuangan istrinya. Harga diri Nala, harga diri.”

“Harga diri laki-laki akan runtuh bila ia mengeluh kepada wanitanya mengenai keuangan. Tapi ini? Oh, ayolah Nala, ini sudah jaman apa? Dan kamu masih saja berlagak seperti Khadijah yang bahkan merelakan dan memercayakan seluruh harta bendanya kepada baginda Nabi. Suamimu itu bukan Nabi, dan lihat dia berselingkuh sekarang dan menipumu,” ucapnya yang membuatku tersadar.

Iya, Ryan benar. Selama ini aku termakan dengan segala dalilnya yang aku telan mentah-mentah. Aku termakan tampilannya yang terlihat begitu taat dan beriman. Kenyataannya? Kenyataannya aku diduakan dan entah sudah berapa lama dia menghinatiku aku belum tahu.

“Lalu aku harus bagaimana Ryan? Bagaimana? Jika aku berdiam di rumah saja, sudah pasti dia akan sering mendatangi Gaffi dengan alasan menengok anak kami. Sedangkan aku di sana sendirian, tidak ada sama sekali kerabat yang bisa melindungiku. Jujur saja aku takut kalau dia nekat melakukan sesuatu.”

“Nekat melakukan sesuatu? Maksudmu?” tanya Ryan.

“Ya mungkin saja dia kan merebut hak asuh Gaffi nantinya dariku karena secara ekonomi dia lebih kuat dariku,” kataku yang membayangkannya saja sudah sangat sakit.

“Tidak, aku tidak dia memiliki upaya untuk mempertahankan kalian. Sama sekali tidak Nala. Kamu masih berpikiran kalau suamimu itu akan merengek demi meminta maafmu? Kamu salah,” pungkasnya yang membuatku melongo tidak percaya.

“Yan, bagaimana bisa kamu menilainya seperti itu? kamu tidak kenal baik dengannya,” tepisku yang tidak begitu saja memercayai ucapan mantan pacarku sewaktu muda ini.

Ryan tersenyum, lalu menatapku teduh. “Nala, aku ini lelaki. Aku bisa menilai bagaimana karakter dan apa yang ada di dalam pemikiran lelaki lain. Aku harap kamu kuat mendengarnya.”

Ucapannya itu membuatku sangat epnasaran. Bagaimana bisa dia menilai seperti itu dalam sekali bertemu? Dan penilaiannya itu terdengar begitu final. Apa ada hal lain yang terjadi tadi saat mereka adu tinju?

“Katakan Yan, katakan saja aku mohon,” rengekku padanya dengan debaran jantung yang semakin tidak menentu.

“Kuatkan hatimu ya,” pintanya sebelum menyampaikan sesuatu yang mungkin semakin membuatku tergugu.

“Apa itu Yan?” tanyaku lagi mengulang pertanyaan yang sama dengan suara yang bergetar.

Ryan kembali duduk di kursi yang berada di samping brangkar, dia menatapku, sebentar memainkan bibirnya dan menunduk. Sepertinya ini adalah hal yang sangat sulit dan menyakitkan untuk ia sampaikan.

“Tadi, setelah kami bertengkar dan dibawa ke kantor polisi, suamimu itu dijemput oleh wanita hamil yang aku masih ingat siapa dia, datang bersama wanita yang ia panggil ibu. Mereka terlihat begitu cemas saat melihat suamimu itu babak belur. Wanita hamil itu memeluknya dan mencium pipinya di hadapan wanita paruh baya yang memiliki potongan rambut seperti pria.”

“Katakan siapa wanita hamil itu Yan, kamu masih mengingat dia, kamu mengenalinya?” tanyaku yang berharap apa yang dia lihat keliru.

“Apa kamu akan kuat Nala? Aku takut kamu kenapa-kenapa,” ucapnya lembut menatapku dengan maniknya yang berkaca-kaca.

“Iya, aku akan berusaha kuat Yan, katakan siapa wanita itu? Aku mohon ….” Rengekku sambil menangis tergugu dalam dekapannya.

Related chapters

  • Suami kedua Lebih Berasa   6. Piciknya Akbar

    “Katakan Yan, siapa wanita itu? Aku ingin tahu sekarang,” desakku kepada Ryan yang masih mendekapku.“Dia, dia adalah ….”Belum selesai Ryan berbicara, pintu ruang rawat terbuka dengan kasarnya suaranya keras dan membentur. Gaffi yang sedang terlelap pun sampai terbangun dan seketika menangis histeris. Iya, Mas Akbar datang lagi dan langsung dengan sekejap mata mendaratkan tinjunya lagi.aku yang melihat itu kali ini tidak tinggal diam. Dia terus saja melampiaskan semuanya kepada Ryan yang sebenarnya hanya ingin menolongku. Ryan memelukku karena ingin menenangkanku bukan karena niatan lain. Aku bisa merasakan ketulusannya.“Jangan Mas! Kamu apa-apaan main pukul aja sama dia? Dia enggak salah apa-apa!” bentakku dengan suara yang kupaksaan berseling dengan isak tangis yang tak bisa lagi kutahan.“Oh, jadi ini alasan kamu minta cerai Nala! Kamu diam-diam ada hub

    Last Updated : 2022-12-02
  • Suami kedua Lebih Berasa   7. Rencana yang Meleset

    Melaju perlahan membelah jalanan. Kini aku tengah berada di dalam mobil Ryan. Dia berniat mengantarkan aku pulang ke rumah orang tuaku. Aku menurutinya setelah Ryan lama membujukku. Membujuk aku yang keras kepala ini yang bersikukuh bisa menghadapi semuanya sendiri. Padahal nyatanya aku sama sekali tidak kuat. Aku rapuh, sangat rapuh. "Kamu takut sama Om dan Tante?" tanya Ryan dengan maksud om dan Tante adalah ayah dan ibuku. "Iya Yan, aku sangat takut. Bagaimana kalau mereka menolakku? Bagaimana Yan? Sedangkan aku merasa terancam bila berada sendirian di rumah." "Apapun itu, hadapi Nala. Hadapi, kamu itu harus berani. Mereka orang tuamu, mungkin awalnya mereka akan menolak, tetapi pada akhirnya aku yakin bila mereka akan tetap menolongmu. Kamu itu anak kandungnya," ujar Ryan menguatkan aku, menambah setitik rasa berani di dalam diriku. Apakah ini sudah benar? Apakah tidak memalukan berbuat seperti ini? Aku malu, bila harus merepotkan mereka sedangkan dulu saja aku menjauhi mereka

    Last Updated : 2022-12-03
  • Suami kedua Lebih Berasa   8. Aku Berhutang Banyak

    Ayahku menolakku dan juga anakku. Saat ini aku sama sekali tidak punya tujuan. Bajuku dan juga Gaffi sudah pasti basah kuyup. Aku tak ubahnya seperti bunga dandelion yang terhempas sang bayung. Terbang ke sana ke mari tanpa tujuan yang pasti.Satu orang yang bisa kujadikan tumpuan saat ini hanyalah Ryan. Aku sama sekali tidak menyangka bila saat ini duniaku justru berporos kepadanya, mantan pacarku saat SMA yang ku tinggalkan hanya karena jarak yang memisahkan. Sebanarnya aku sangat malu. Namun, aku pun tidak bisa berbuat banyak.“Gaffi basah ya bajunya?” tanyanya padaku sambil mengemudi.“Iya Yan, tapi mungkin di koper itu masih ada pakaiannya yang bisa dipakai.”“Hhh … semoga saja,” dengusnya yang kemudian kembali mengemudi hingga kami tiba di sebuah rumah yang berpagar putih nan tinggi.“Ini rumah siapa Yan?” tanyaku kepadanya. Agak aneh bagiku, seba

    Last Updated : 2022-12-04
  • Suami kedua Lebih Berasa   9. Wanita itu Tanteku

    “Ya, aku akan mengganti semua yang udah kamu kasih untuk aku dan Gaffi ini Yan,” kataku dengan perasaan malu karena telah sangat banyak merepotkan dia.“Karena aku juga, kamu sampai dipecat dari rumah sakit. Terus setelah ini kamu mau kerja apa?” tanyaku kepadanya yang sampai detik ini aku juga tidak tahu banyak mengenai seluk beluk keluarganya.Ryan terdiam, dia mengunyah makanannya dengan santai dan menatapku datar. Tatapan yang mana aku merasakan tidak ada perasaan apa-apa di dalamnya. Hanya tatapan biasa antar teman.“Soal pekerjaan mungkin memang ini saatnya aku kembali dan mendengarkan apa kata ayah dan Bundaku. Aku harus menuruti kemauan mereka,” ujarnya yang membuatku semakin bertanya-tanya.“Memangnya, apa kata ayahmu?” tanyaku singkat.Ryan menenggak minumannya, jus jeruk sebagai teman makan malam kami yang dia buat sendiri. “Ya melanjutkan bis

    Last Updated : 2022-12-05
  • Suami kedua Lebih Berasa   10. Agar semuanya lebih mudah

    “Entahlah Nala, sebelumnya aku sama sekali enggak pernah terlibat dengan kasus yang seperti ini. Dia memfitnahmu dan malah sengaja menyebarkan semuanya di media sosial. Akan seperti apa kebencian ayahmu terhadap ini? Oh iya, apa jangan-jangan kemarin dia juga yang menyampaikan berita ini sampai ibumu jatuh sakit?”Benar, aku tidak berfikiran sampai sejauh itu. Aku sama sekali tidak menduga bila Mas Akbar akan menjadi selicik ini. Sebenarnya untuk apa tujuannya memfitnahku? Buakanya seharusnya dia senang aku pergi tidak meminta dan membawa apapun darinya? Aku juga tidak menyebarkan berita ini ke sosial media. Tapi dia? Oh, kepalaku kembali berdenyut dan merasakan basah di sekitar hidungku.“Nala!” pekik Ryan yang terkejut melihat darah kembali mengucur dari hidungku.“Bunda, Bunda kenapa Om Dokter?” tanya Gaffi kepada Ryan yang merangkul tubuhku yang limbung.Ryan membawaku ke so

    Last Updated : 2022-12-06
  • Suami kedua Lebih Berasa   11. Tamu yang Kubenci

    Tamu yang Kubenci “Em, lumayan dimudahkan,” jawabku kepadanya yang kemudian kembali melanjutkan kegiatannya. Sebenarnya, di saat mereka sedang berdua seperti ini, aku merasa bila Gaffi jauh lebih bahagia dengan Ryan dari pada dengan ayahnya sendiri. 6 tahun yang lalu saat putraku baru lahir, semuanya masih berjalan baik. Mas Akbar, masih tampil sebagai suami yang paling sempurna di mataku. Lalu … di malam kebangkrutan itu, di saat dia menghilang selama 3 hari dari kami, semuanya berubah. Entah apa yang dia lakukan di luar sana, entah apa yang dia upayakan, aku sama sekali tidak tahu. Hanya saja, semenjak hari itu, dia jadi menjaga jarak denganku dan hanya mau medekatiku ketika akan mengeluarkan air maninya. Iya, semua ini baru ku sadari setelah semalam aku memikirkan semuanya. Aku baru sadar itu, sikapnya berubah sudah semenjak Gaffi berumur 5 tahun. Semenjak satu tahun yang lalu dia menjauhiku. Sering pulang malam dan jarang meluangkan waktu. Seharusnya aku mendengarkan keluhan d

    Last Updated : 2022-12-07
  • Suami kedua Lebih Berasa   12. Pertengkaran di Tengah Badai

    Pertengkaran di Tengah Badai “Enggak bisa Nala, mau sampai kapan kamu menghindar? Kita harus temui dia,” kata Ryan padaku. “Tenang, jangan takut. Ada aku okay?” ucapnya yang berusaha meyakinkanku. Aku menggeleng bersamaan dengan luruhnya air mataku. Aku sudah begitu jengah menghadapi sin dalam drama ini. Menguras tenagaku dan membuatku sesak dalam bernapas. “Iya, ada kamu tapi mau apa kalian kalau bertemu? Berkelahi lagi? Saling adu tinju lagi? Udah Yan, udah,” kataku dengan terus menarik lengannya. Itulah yang aku benci dari seorang pria. Amarahnya dan egonya. Keduanya seperti trisula sedang yang satunya lagi adalah harga diri yang teramat tinggi. Benar atau salah yang penting marah, itulah mereka dari yang sejauh ini aku pahami. Selalu saja seperti ini. “Kalau kalian bertemu siang hari terserah Yan, ini malam hari. Aku takut kalian kalap, sudahlah lebih baik kamu minta bantuan keamanan lingkungan sini saja,” usulku yang tidak berpikir panjang. “Nala, tidak bisa seperti ini. Saa

    Last Updated : 2022-12-08
  • Suami kedua Lebih Berasa   13. Keberangkatan Ryan

    13. Keberangkatan Ryan"Yan, jadi mau berangkat? Keadaanmu masih kayak gini, apa enggak sebaiknya ditunda aja dulu?" usulku kepada pemilik rumah yang kutempati ini. Kulihat saja saat ini wajahnya masih lebam. Lukanya bahkan belum sembuh benar. Aku memerhatikan bagian sekitar matanya yang sudah ada 3 hari ini dan masih saja meninggalkan jejak kebiruan. "Bagaimana? Masa iya mau aku batalkan Nala. Nanti aku bisa kehilangan kesempatan," jawab Ryan sembari membaca beberapa kertas entah apa itu. Dia terlihat begitu fokus membacanya dengan bantuan kaca mata. Dalam sudut ini, harus aku akui bahwa dia masih memiliki kharismanya. Terpaan hangat mentari pagi menyinari wajahnya. Kilau kekuningan itu menambah tampan garis wajahnya. "Kenapa lihatin aku kayak gitu? Aku ajak nikah beneran dari kemarin enggak kamu jawab Nala," cetusnya yang membuat kedua pipiku memerah dan aku salah tingkah. Aku menenggak air putih yang ada di depan mataku. Terasa hawa yang berbeda ketika dia berbicara demikian.

    Last Updated : 2022-12-09

Latest chapter

  • Suami kedua Lebih Berasa   63. Membesarkannya tidak harus bersatu (END)

    Dalam sebuah kamar ketika malam tiba, seorang wanita terus saja menggerutu seorang diri sambil memijit kakinyay yang terasa sakit. Nala merasakan sakit dibagian kakinya karena benturan tadi saat di adengan nekat menabrakkan mobilnya pada mobil Akbar. Dia sudah sangat marah kali ini sikap Akbar yang kembali ingin menggodanya membuatnya muak.Terdengar suara pintu terbuka lebar, menampilkan sosok laki-laki dengan stelan jas hitam memasuki kamar tanpa sambutan. Dia hanya tersenyum simpul menatap Nala. Ryan, sama sekali tidak banyak bicara terlebih saat dia mengira bahwa istrinya tidak ada karena mobil mereka juga tidak ada di garasi.“Aku pikir kamu pergi Sayang, ternyata kamu ada di rumah. Mobilmu ke mana?” tanya Ryan sembari meletakan tas dan jasnya dan ia mendekati Nala yang masih duduk membelakanginya di tepi ranjang.“Astaga! Kenapa kakimu bengkak membiru begitu? Kenapa ini tadi Sayang? Kamu kenapa?” tanya Ryan dengan sedikit panik.“Enggak apa-apa, aku enggak sengaja nabrak aja tad

  • Suami kedua Lebih Berasa   62. Keindahan Masa Lalu tidak Akan Menghapus Luka

    "Sayang, hari ini kamu dulu ya yang jemput Gaffi, aku ada rapat dadakan. Ayah tiba-tiba sakit kepala, jadi aku tidak bisa menjemputnya, aku harus menggantikan ayah Sayang," kata Ryan kepada Nala yang tengah menatakan makan siang suaminya di meja kerja. "Loh, kenapa enggak bilang dari tadi Sayang? Hari ini Gaffi pulang cepat, kalau sampai keduluan Mas Akbar bagaimana?" kata Nala yang seketika terlihat panik. Dia segera merapikan tasnya dan mencium pipi sang suami sebelum pergi.. "Kamu nanti jangan malam-malam ya pulangnya, kita makan malem bareng!" ucap Nala dengan setengah berteriak kepada sang suami yang melambai kepadanya dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. "Iya, aku usahakan. Kamu hati-hati nyetirnya!" kata Ryan dengan setengah berseru lantaran Nala yang dnegan cepat melangkah pergi meninggalkan ruangan kerja sang suami. "Dia masih sama saja, tetap menomer satukan keluarga. Hemh ... aku merasa Akbar itu tetaplah gangguan yang besar untuk keluarga kecil kami dan aku haru

  • Suami kedua Lebih Berasa   61. Bagaimana Bersikap Dengannya

    61. “Ada apa? Kamu kenapa?” tanya Nala kepada suaminya yang hanya diam setelah penyatuan mereka. Untuk pertama kalinya Ryan menyalakan rokok yang ia bawa di dalam tasnya. Nala terkejut melihat ini. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama Ryan merokok di depan matanya. Mantan dokter itu tadinya sama sekali tidak menghisap benda merugikan itu. Terlihat ada raut kecemasan di wajah Ryan, pria itu terlihat stress dan mempunyai beban pikiran namun di asama sekali tidak mau membagikannya dengan Nala, istrinya. Ia memendamnya seorang diri. “Gimana aku bisa bilang sama dia kalau mantan suaminya itu tadi mengatakan sesuatu yang membuatku begitu terganggu? Akbar ingin merebut Nala kembali dengan caranya. Bukan tidak mungkin itu terjadi, mengingat masih ada Gafi diantara mereka. Gafi adalah jembatan terbaik bagi keduanya bertemu,” pikir Ryan. “Sayang, kamu kenapa? sejak kapan kamu jadi merokok begini?” tanya Nala lagi yang kali ini mendekat sambil memeluk tubuh sang suami dari belakang. Jem

  • Suami kedua Lebih Berasa   60. Kemarahan Ryan

    60. "Aku tidak ingin melakukan apa-apa selain memberikan ucapan selamat atas pernikahan kalian," jawab Akbar dengan ketulusannya. Terlihat dengan sangat jelas raut wajah yang tidak rela itu nampak di mimik wajahnya. Si mantan suami itu separuh hatinya telah bergelut dengan rasa kecewa. Wanita yang dulu ya buang iya bohongi sinetron lihat begitu terang benderang dan menjadi pusat perhatian. "Selamat ya Selamat ya semoga awet sampai kakek-kakek dan nenek-nenek," ucap Akbar sembari mengulurkan tangannya dan Ryan pun menerimanya dengan sukarela. "Terima kasih. Aku harap ini benar-benar ucapan yang tulus dan bukan sesuatu yang modus." Ryan membalas ucapan dari Akbar dengan datar dan dingin. Mendengar apa yang Ryan katakan membuat Akbar tertegun. Sepersekian detik iya membeku dan tidak bisa berkata apa-apa. Salah semua kata-kata yang telah ia persiapkan dari rumah ke nilainya begitu saja. Belum sempat dia membalas ucapan Ryan, ayah dan ibunya sudah datang berlarian untuk mencegahnya

  • Suami kedua Lebih Berasa   59. Hari Pesta Pernikahan

    59. Hari Pesta PernikahanHiasan mawar putih tersusun begitu cantik di dalam ballroom hotel. Tema garden yang diusung begitu memanjakan mata. Nala mengenakan gaun cantiknya dan berdiri berdampingan dengan Ryan. Senyum cerah menambah cantik parasnya. Dengan begitu anggun dan terlihat mempesona Lala terus saja memamerkan cantik paras dan elok tubuhnya. Ryan pun sedari tadi merasa begitu senang dan berbahagia di hari istimewanya. Hari ini adalah hari di mana resepsi pernikahan itu tiba. Semua tamu dan kolega hadir dalam acara tersebut. Keluarga besar Ryan dan Nala semuanya turut hadir dalam acara pernikahan itu. "Cantiknya istriku," puji Ryan sembari merangkul pinggang ramping Nala. Lelah hanya tersipu membalasnya dengan senyuman kecil. Luapan perasaan bahagia sudah begitu tentara meskipun dia tidak mengutarakannya. Balutan putih di tubuh rampingnya semakin menonjolkan keelokan tubuhnya. Walaupun tadi ketika pertama kali memakainya justru protes lah yang Ryan berikan. Ryan tetap sa

  • Suami kedua Lebih Berasa   58. Ganjalan di hati Nala

    "Enggak, enggak ada. Lagi mikir aja semuanya jadi bisa seperti ini. Kita ini mantan tapi menikah, masih lucu aja bagiku. Apa lagi kalau ingat masa-masa kita pacaran dulu," kata Nala dengan senyuman dibibir tipisnya. "Masa kita pacaran?" ulang Ryan yang kemudian duduk di samping Nala. "Iya, saat kita pacaran dulu," jawab Nala yang sebenarnya hanyalah sebuah kebohongan. Saat ini sebenarnya Nala sedang memikirkan saat di mana dia yang sedang dekat dengan Akbar tiba-tiba mendapatkan fitnah dan harus segera menikah. Terang saja kedua orang tua Nala semakin menentang itu. Ayah dan ibu Nala sedikit banyak sudah menelusuri tentang latar belakang keluarga Akbar. Hal pertama yang membuat ayah dan ibu Nala menolak kala itu adalah ibu Akbar yang doyan sekali berselingkuh. Ibu kandung Akbar bahkan pernah terjerat kasus perselingkuhan dengan paman Nala yang lainnya. Hanya saja, demi menjaga perasaan Nala kala itu, ayah dan ibu masih merahasiakan hal itu sampai detik ini. Tetapi dengan Nina yan

  • Suami kedua Lebih Berasa   57. Dalang dibalik semua kejadian lalu adalah dia?

    57. Siang itu, mereka diundang untuk datang memeriksa persiapan pesta pernikahan keduanya. Ryan dan Nala keduanya menuju ke kediaman Mama Ratna. Wanita paruh baya itu menyambut bahagia kedua anaknya tersebut. "Afi," sapa mama Ratna kepada Gaffi yang baru saja turun dari mobil. "Nenek!" Gaffi tak kalah senang melihat wanita paruh baya yang ia panggil nenek itu. "Lihat itu senang banget sama anak kecil. Kamu belum ada hasil juga? Aku udah enggak sabar," kata Ryan sembari terus mengusap lenganku. "Belum Yan, kamu kurang dalem nancepnya. Hahahaha," canda Nala sambil tertawa terbahak-bahak. "Enggak usah dalam-dalam aja kamu udah jerit-jerit. Hahaha," balas Ryan yang kemudian membuka pintu dan turun meninggalkan Nala yang hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Ih, tapi memang dia bener sih. Setelah aku rasa-rasakan, sensasinya memang beda. Jauh dan tidak seperti pada saat aku bersama Mas Akbar. Punyanya lebih besar dan panjang." Nala membayangkan ukuran milik kedua pria itu. Ryan yan

  • Suami kedua Lebih Berasa   56. Sekotak Bangkai

    Pov 3. Setelah hari di mana Gaffi mengatakan apa yang ada di dalam hatinya, setelah itu juga Akbar seolah menarik jarak dari ke duanya. Sebenarnya bukan hanya Gaffi yang Akbar rindukan, melanikan Nala juga. Rasa bersalah itu sangat besar. Membuatnya tersiksa. Terlebih setelah kejadian di mana dia berkelahi sampai di lempar dari lantai dua. Setiap malam Akbar selalu saja mengalami mimpi buruk. Tentang kejadian itu. Kejadian yang menyisakan trauma baginya. “A …!” teriak Akbar saat ia tiba-tiba terjaga. “Ada apa?” tanya bu Rohimah, ibu sambung Akbar yang menunggui Akbar di rumah sakit. “Kamu mimpi buruk itu lagi Bar?” Akbar terlihat panik dengan napasnya yang terengah-engah. Mimpi buruk itu membuat lelaki yang kaki dan tangannya patah itu ketakutan. Di setiap mimpinya dia seakan kembali pada saat kejadian. “Iya Bu, aku kembali lagi pada saat itu, sama persis dan aku melihat bagaimana lelaki itu mendorongku jatuh,” jawab Akbar masih dengan napasnya yang terengah-engah. “Semuanya ha

  • Suami kedua Lebih Berasa   55. Keputusan Gaffi

    55. Aku yakin di saat Ryan mengatakan itu, Mas Akbar pun mendengarnya. Ryan mengatakan tentang masa lalu kami dengan senyuman di wajahnya seakan senyuman itu menyiratkan bahwa dialah pemenang di akhir cerita ini. Aku tidak mengerti mengapa wajahnya tampak biasa saja tepai cara bicaranya sedikit banyak membuat Mas Akabr dan ayah Ali merasa tidak nyaman. “Sudah ini jusmu, aku di sini saja, kamu temui dan tunggui mereka,” kataku kepadanya. Ryan menatapku dan tidak banyak bicara lagi dia kembali ke meja itu dengan tangan kanannya yang memawa kue dan tangan kirinya yang membawa jus buatanku. Dari sekdar makanan saja dia seolah tidak rela bila apa yang aku buat harus diberikan kepada orang lain. Entahlah, tapi memang begitu caranya bersikap posesif. Setelahnya, aku lebih memilih menyibukan diri dengan pelanhgan kami hingga kami tidak punya waktu untuk berbincang secara intens. Sesekali aku hanya membalas senyuman suamiku dan mantan suamiku melirik tajam ke arah kami. Terlihat sekali bila

DMCA.com Protection Status