Home / Pernikahan / Suami kedua Lebih Berasa / 9. Wanita itu Tanteku

Share

9. Wanita itu Tanteku

Author: Mimi Lita
last update Last Updated: 2022-12-05 10:37:14

“Ya, aku akan mengganti semua yang udah kamu kasih untuk aku dan Gaffi ini Yan,” kataku dengan perasaan malu karena telah sangat banyak merepotkan dia.

“Karena aku juga, kamu sampai dipecat dari rumah sakit. Terus setelah ini kamu mau kerja apa?” tanyaku kepadanya yang sampai detik ini aku juga tidak tahu banyak mengenai seluk beluk keluarganya.

Ryan terdiam, dia mengunyah makanannya dengan santai dan menatapku datar. Tatapan yang mana aku merasakan tidak ada perasaan apa-apa di dalamnya. Hanya tatapan biasa antar teman.

“Soal pekerjaan mungkin memang ini saatnya aku kembali dan mendengarkan apa kata ayah dan Bundaku. Aku harus menuruti kemauan mereka,” ujarnya yang membuatku semakin bertanya-tanya.

“Memangnya, apa kata ayahmu?” tanyaku singkat.

Ryan menenggak minumannya, jus jeruk sebagai teman makan malam kami yang dia buat sendiri. “Ya melanjutkan bisnis keluarga saja Nala, aku ras aini waktunya kau harus membantu mereka.”

“Kalau kamu mau kerja apa setelah ini? Aku masih ada tabungan, dulu yang aku ingat masakanmu itu enak banget, gimana kalau kamu buka rumah makan aja?” ucapnya yang tiba-tiba membuatku tersedak.

“Uhuk! Uhuk!”

Dengan sigap dia membantuku, memberikanku jus jeruk dan aku pun meminumnya. Ada hawa aneh saat ini, ada rasa tidak nyaman dan juga canggung bersandingkan dengan rasa butuh yang mendorong aku untuk tetap berada di hadapannya. Aku bisa merasakan saat ini dia sedang menunggu jawabanku.

“Pelan-pelan Nala, enggak ada yang minta kok,” ucapnya yang aku tahu saat ini dia sedang mengulum senyumnya.

“Kalau untuk skala rumah makan aku enggak berani Yan, itu butuh modal besar dan pengalaman dibidang kuliner. Aku sama sekali belum punya bakat dalam hal itu,” akuku pada hal yang memang aku sama sekali belum mengantongi pengalaman dan  bakat dibidang tersebut.

“Kalau untuk membuka kios kecil? Aku rasa kamu sangat bisa, seperti food truck mungkin?” usulnya yang sebenarnya sangat membuatku tergiur.

Ryan berpindah posisi, dari dia yang duduk di seberang meja kemudian beralih duduk di sampingku dengan membawa kertas dan pena. Aku tidak menduga bila dia akan seserius ini dam membicarakan mengenai bisnis kecil ini. Hal itu membuatku semakin canggung, aku yang saat ini tidka dalam pengaruh emosional seperti kemarin yang mau dia peluk karena terlalu hancur, saat ini aku menjaga jarak dengannya.

Krek! Kutarik kursiku untuk menjaga jarak aman kami. Dia tidak tersiggung dan malah tersenyum kepadaku. Dengan kaku, aku membalas senyuman manis itu sekedarnya.

“Ini, kalau kamu buka foodtruck, mungkin akan menelan biaya segini ….” Terangnya panjang lebar dengan menuliskan beberapa rincian angka di buku. Dia juga merinci berapa dana yang aku butuhkan kalau aku membuat kios makanan olahan yang aku bisa mengurusnya sambil mengurus Gaffi.

Sebenarnya, hal seperti inilah yang aku tunggu dan aku inginkan dari suamiku. Waktu untuk berbincang berdua dan membicarakan rencana kecil seperti ini. Terlihat sederhana memang, tapi hal seperti ini pun sangat sulit baginya yang sibuk bukan main.

Dulu aku ingin memulai usaha kecil-kecilan, dan Mas Akbar juga yang berkata kalau itu hanya akan menyita waktuku saja dan jadi tidka fokus dengan keluarga. Padahal aku sama sekali belum pernahh mencobanya. Saat aku mengeluarkan opiniku, dan juga ide-ide di kepalaku, dia dengan cepat membasmi semua itu dengan mematahkan semangatku. Dengan mengatakan bahwa aku tidka berbakat dalam bidang itu.

Sekarang, laki-laki yang bahkan karena aku dia kehilangan pekerjaan ini justru memacu semangatku. Memberikan aku dukungan meski aku ragu. Sungguh ini adalag dua sisi yang berbeda. Ada rasa bersalah karena aku dulu membuangnya. Membuang lelaki yang bahkan selama pacaran kami sama sekali tidak saling bersentuhan, laki-laki yang menjagaku.

“Gimana? Kamu mau usaha yang mana?” tanyanya lagi yang membuatku tersadar dari lamunanku.

“Eh, nanti dulu Yan, aku enggak punya uang sebanyak ini,” jujurku padanya.

“Hemh,” dia mendengus sambil menggeleng lalau menatapku intens.

“Apa selama ini suamimu memberimu makanan yang tidak begizi? Perasaan dulu kamu itu sangat cerdas, kena sekarang jadi tulalit seperti ini?” sindirnya yang membuatku merengut seketika.

“Bukannya kayak gitu, aku lagi enggak fokus Yan, mau memulai yang mana dulu sedangkan aku tidka punya uang. Untuk emngurus perceraian, aku butuh uang dan untuk menghadapi fitnahnya aku butuh mental,” kataku dengan wajah tertunduk malu.

Ryan masih menatapku. “Aku tidka tahu kalau seleramu berubah. Kenapa suamimu itu bersikap pecundang begitu? Dia picik dan bermain seolah dia korbannya di sini. Oh, mengingatnya saja sudah membuatku geram. Apa lagi saat ingat kalau selingkuhannya itu adalah tantemu sendiri. Jijik sekali aku dengannya.”

“Apa Yan, tanteku katamu? Tante siapa?” tanyaku yang ingin memperjelas Tante siapa yang Ryan maksud.

“Apa kamu lupa, dulu satu-satunya tantemu yang aku kenal adalah tante yang menetap di rumahmu. Tante yang ayahmu sekolahkan sampai S3 itu. Aku lupa namanya tapi sangat ingat wajahnya,” papar Ryan yang membuatku meradang.

Tante Anggi maksud Ryan. Tanteku yang dulu menumpang dan dibiayai pendidikannya semasa kuliah oleh ayahku kini justru merebut suamiku? Oh Tuhan, permainan macam apa ini?

Seketika tubuhku melemas, detak jantungku terpacu. Rasanya aku ingin memaki dan memukul sesuatu. Namun, aku hanya bisa meredamnya yang mengeluarkannya dalam tetes air mata ketidak berdayaan. Kututup wajahku dan aku menangis tergugu tanpa malu di hadapan Ryan.

“Tenangkan dirimu, maaf aku kelepasan. Seharusnya aku tidak membuatmu mengingat hal ini lagi. Aku tahu ini sakit, tapi cara terbaiknya adalah kamu harus melawannya dan membiasakan diri berhadapan dengan semua luka ini,” ujar Ryan yang memang benar adanya.

“Salahku apa sih Yan? Kenapa Tuhan kasih aku ujian seberat ini. Sakit Yan, sakit ….” Aduku tanpa tahu malu dengan air mata yang berjatuhan tanpa ragu.

“Sini, kalau mau nangis sini. Menangislah, tapi janji besok, kamu harus lebih kuat dari hari ini,” ucapnya menguatkanku dan tidka melarangku dalam meneteskan air mata.

“Tuhan kasih ini semua bukan karena kamu salah Nala, tapi Dia kasih ini supaya kamu tahu akan semua kebohongan suamimu. Dalam suatu pohon itu perlu dilakukan pruning. Membuang dahan-dahan tua agar muncul tunas baru, begitupun dengan kita. Tuhan ambil dia yang buruk dan suatu saat akan menggantikan dengan yang baik. Tapi, untuk itu kita dilatih kuat, dilatih tegar, dan dilatih untuk percaya akan keindahan di akhir cerita. Apa kamu dengar itu?” tanyanya kepadaku yang hanya kuangguki tanpa balasan sepatah kata pun.

“Sudah malam, kamu sudah menangis di pelukanku selama setengah jam. Bajuku pun sudah kena ingusmu. Sana kembali ke kamar, temani Gaffi dan tidur, kamu harus kuat untuk besok. Harus lebih tegar, air matamu ini hanya supaya hatimu lega, bukan untuk menyelesaikan masalah yang ada,” tuturnya lembut sembari mengusap air mata di pipiku.

Malam ini kuhabiskan untuk merenung. Aku menangis semalaman di dalam kamar, membakar kalori dan mengubahnya dengan air mata. Perlahan pengaruh obat yang kuminum membuat mataku tak mampu lagi terbuka lebar. Aku terpejam.

****

Pagi hari, aku terbangun. Putraku Gaffi sudah tidak ada di sisiku, segera aku keluar mencarinya, rupanya dia sedang bersama Ryan menikmati sarapannya. Iya, dia kelaparan sebab kemarin sore sama sekli tidka makan.

Melihatku berdiri di ambang pintu kamar, Ryan langsung menghampiriku dan menunjukan sesuatu di ponselnya. Seketika itu juga aku terbelalak. Aku tidak percaya jika semuanya akan bergulir liar.

“Yan, aku harus bagaimana kalau seperti ini?”

Related chapters

  • Suami kedua Lebih Berasa   10. Agar semuanya lebih mudah

    “Entahlah Nala, sebelumnya aku sama sekali enggak pernah terlibat dengan kasus yang seperti ini. Dia memfitnahmu dan malah sengaja menyebarkan semuanya di media sosial. Akan seperti apa kebencian ayahmu terhadap ini? Oh iya, apa jangan-jangan kemarin dia juga yang menyampaikan berita ini sampai ibumu jatuh sakit?”Benar, aku tidak berfikiran sampai sejauh itu. Aku sama sekali tidak menduga bila Mas Akbar akan menjadi selicik ini. Sebenarnya untuk apa tujuannya memfitnahku? Buakanya seharusnya dia senang aku pergi tidak meminta dan membawa apapun darinya? Aku juga tidak menyebarkan berita ini ke sosial media. Tapi dia? Oh, kepalaku kembali berdenyut dan merasakan basah di sekitar hidungku.“Nala!” pekik Ryan yang terkejut melihat darah kembali mengucur dari hidungku.“Bunda, Bunda kenapa Om Dokter?” tanya Gaffi kepada Ryan yang merangkul tubuhku yang limbung.Ryan membawaku ke so

    Last Updated : 2022-12-06
  • Suami kedua Lebih Berasa   11. Tamu yang Kubenci

    Tamu yang Kubenci “Em, lumayan dimudahkan,” jawabku kepadanya yang kemudian kembali melanjutkan kegiatannya. Sebenarnya, di saat mereka sedang berdua seperti ini, aku merasa bila Gaffi jauh lebih bahagia dengan Ryan dari pada dengan ayahnya sendiri. 6 tahun yang lalu saat putraku baru lahir, semuanya masih berjalan baik. Mas Akbar, masih tampil sebagai suami yang paling sempurna di mataku. Lalu … di malam kebangkrutan itu, di saat dia menghilang selama 3 hari dari kami, semuanya berubah. Entah apa yang dia lakukan di luar sana, entah apa yang dia upayakan, aku sama sekali tidak tahu. Hanya saja, semenjak hari itu, dia jadi menjaga jarak denganku dan hanya mau medekatiku ketika akan mengeluarkan air maninya. Iya, semua ini baru ku sadari setelah semalam aku memikirkan semuanya. Aku baru sadar itu, sikapnya berubah sudah semenjak Gaffi berumur 5 tahun. Semenjak satu tahun yang lalu dia menjauhiku. Sering pulang malam dan jarang meluangkan waktu. Seharusnya aku mendengarkan keluhan d

    Last Updated : 2022-12-07
  • Suami kedua Lebih Berasa   12. Pertengkaran di Tengah Badai

    Pertengkaran di Tengah Badai “Enggak bisa Nala, mau sampai kapan kamu menghindar? Kita harus temui dia,” kata Ryan padaku. “Tenang, jangan takut. Ada aku okay?” ucapnya yang berusaha meyakinkanku. Aku menggeleng bersamaan dengan luruhnya air mataku. Aku sudah begitu jengah menghadapi sin dalam drama ini. Menguras tenagaku dan membuatku sesak dalam bernapas. “Iya, ada kamu tapi mau apa kalian kalau bertemu? Berkelahi lagi? Saling adu tinju lagi? Udah Yan, udah,” kataku dengan terus menarik lengannya. Itulah yang aku benci dari seorang pria. Amarahnya dan egonya. Keduanya seperti trisula sedang yang satunya lagi adalah harga diri yang teramat tinggi. Benar atau salah yang penting marah, itulah mereka dari yang sejauh ini aku pahami. Selalu saja seperti ini. “Kalau kalian bertemu siang hari terserah Yan, ini malam hari. Aku takut kalian kalap, sudahlah lebih baik kamu minta bantuan keamanan lingkungan sini saja,” usulku yang tidak berpikir panjang. “Nala, tidak bisa seperti ini. Saa

    Last Updated : 2022-12-08
  • Suami kedua Lebih Berasa   13. Keberangkatan Ryan

    13. Keberangkatan Ryan"Yan, jadi mau berangkat? Keadaanmu masih kayak gini, apa enggak sebaiknya ditunda aja dulu?" usulku kepada pemilik rumah yang kutempati ini. Kulihat saja saat ini wajahnya masih lebam. Lukanya bahkan belum sembuh benar. Aku memerhatikan bagian sekitar matanya yang sudah ada 3 hari ini dan masih saja meninggalkan jejak kebiruan. "Bagaimana? Masa iya mau aku batalkan Nala. Nanti aku bisa kehilangan kesempatan," jawab Ryan sembari membaca beberapa kertas entah apa itu. Dia terlihat begitu fokus membacanya dengan bantuan kaca mata. Dalam sudut ini, harus aku akui bahwa dia masih memiliki kharismanya. Terpaan hangat mentari pagi menyinari wajahnya. Kilau kekuningan itu menambah tampan garis wajahnya. "Kenapa lihatin aku kayak gitu? Aku ajak nikah beneran dari kemarin enggak kamu jawab Nala," cetusnya yang membuat kedua pipiku memerah dan aku salah tingkah. Aku menenggak air putih yang ada di depan mataku. Terasa hawa yang berbeda ketika dia berbicara demikian.

    Last Updated : 2022-12-09
  • Suami kedua Lebih Berasa   14. Kedatangan Bu Ratna yang Hangat

    Satu minggu semenjak kepergiannya, aku seperti orang gila yang kadang ketakutan berada sendirian di rumah orang lain. Kadang juga aku merasa risih dan malu sendiri. Hal bisa kulakukan adalah menjaga dan membersihkan rumah ini.Aktivitasku sama sekali tidak ada yang terganggu. Gaffi masih bersekolah di sekolahnya yang dulu. Ingin rasanya aku pergi dari sini, menjauhi peluang untuk bertemu dengan Mas Akbar. Namun, semua itu masih kuurungkan dan menunggu hasil putusan sidang. Setelah itu mungkin aku akan pergi jauh.Tanpa kusadari aku mulai terbiasa dengan kehadiran Ryan. Walaupun, kebiasaan itu hanyalah berkirim pesan yang isinya sekedar mengingatkan untuk mengunci pintu. Kadang juga dia mengingatkan aku untuk menjemput Gaffi. Hal kecil seperti itu yang sama sekali tidak pernah kudapatkan dari suamiku semenjak satu tahun terakhir ini.7 tahun pernikahan kami, aku yang semula selalu mengandalkan dia, lama-lama menjadi

    Last Updated : 2022-12-10
  • Suami kedua Lebih Berasa   15. Dia yang Kuhindari, Dia yang Kukejar

    Semenjak pertemuanku dengannya kemarin, aku merasa semua doaku terkabulkan. Dari mulai waktu itu, di saat dia menghilang dariku, di saat aku mendapatkan undangan pernikahannya melalui pesan singkat itu. Hatiku hancur, sangat hancur. Saat itu, aku tidak bisa memilih dia.Kuakui, sebagai lelaki aku memang snagat berambisi terhadap pendidikan terkhusus dibidang ilmu kedokteran. Gelar itu tersemat untukku yang kudapatkan nyaris tanpa suatu halangan. Hanya saja … aku, membawa perselisihan di dalamnya. Ayah, yang tidak menyetujui aku menjadi dokter dan lebih ingin aku melanjutkan bisnis keluarga ini.Lucunya lagi karena Nala, karena keadaannya yang terpuruk, bisa merupah pikiranku begitu saja. Aku yang semula gengsi untuk menyapa ayah lagi. Kini, malah duduk di ruangan ini sebagai COO (Chief Operating Officer). Aku berada di bawah jabatan ayah sebagai CEO sekarang ini.Nantinya kalau aku sudah dianggap layak oleh anggot

    Last Updated : 2022-12-11
  • Suami kedua Lebih Berasa   16. Seperti Ayah Kandung

    Jantungku berdebar kencang saat Ryan dengan sengaja menindih tubuhku. Entah hantu macam apa yang membuatnya berani melakukan ini. Aku tidak menduga saja bila dia akan berani melakukannya. "Kamu mau apa?" tanyaku padanya dengan tatapan wajah pucat pasi dan ketakutan. "Hahahaha, mau apa? Aku ya mau istirahatlah. Setelah aku pikir, selama aku pergi kemarin, sepertinya aku udah pantas jadi ayah," katanya yang membuatku semakin gugup. "Aku kangen banget sama kamu sama Gaffi, kalian baik-baik saja 'kan?" tanyanya sambil tersenyum dengan sudut matanya yang menyipit. Sungguh saat ini aku menjadi semakin gugup. Tubuhku terasa kaku dan lidahku terasa kelu. Bukankah apa yang dilakukannya ini merupakan satu tindak pelecehan? Oh, tapi tidak. Mengapa otak dan tubuhku tidak sejalan?Otakku mengatakan ini adalah kesalahan, tetapi tubuhku menerima ini sebagai bentuk kesenangan. Bagaimana ini, aku harus apa? Oh tidak Nala, jangan tunjukan kalau kamu juga merindukan sentuhan pria. Ini bukan hanya se

    Last Updated : 2022-12-12
  • Suami kedua Lebih Berasa   17. Pertemuan yang Tidak Terduga

    Pertemuan yang Tidak Terduga“Ini sarapannya, silahkan di makan,” kataku sambil duduk di sebelah putraku.“Hari ini hanya masak nasi goreng?” tanya Ryan kepadaku dengan penampilannya yang terlihat sudah rapi. Rambutnya ia sisir kebelakang menampilkan kening paripurna yang ia miliki dengan aroma parfum yang memenuhi seluruh ruangan ini.“Iya, bahan dan juga bumbu habis. Nanti setelah mengantar Gaffi ke sekolah, baru aku akan ke pasar untuk berbelanja. Yan, aku mau tanya sesuatu apa boleh?” tanyaku kepadanya dengan perasaan malu lantaran aku ini sudah terlalu banyak merepotkan dia.“Iya, mau tanya apa?” sahutnya sambil melahap masakanku yang aku tahu dia sama sekali tidak pernah ada protes setiap menyantapnya. Lain dengan Mas Akbar yang akan melayangkan sedikit protes dan terkadang ejekan.“Nanti ‘kan aku ke pasar. Aku iseng-iseng pasang menu makanan di media sosialku yang baru, aku ingin menjual makanan online apa boleh aku memakai dapurmu?”“Nala, pakai saja. Kenapa harus izin, toh ju

    Last Updated : 2022-12-13

Latest chapter

  • Suami kedua Lebih Berasa   63. Membesarkannya tidak harus bersatu (END)

    Dalam sebuah kamar ketika malam tiba, seorang wanita terus saja menggerutu seorang diri sambil memijit kakinyay yang terasa sakit. Nala merasakan sakit dibagian kakinya karena benturan tadi saat di adengan nekat menabrakkan mobilnya pada mobil Akbar. Dia sudah sangat marah kali ini sikap Akbar yang kembali ingin menggodanya membuatnya muak.Terdengar suara pintu terbuka lebar, menampilkan sosok laki-laki dengan stelan jas hitam memasuki kamar tanpa sambutan. Dia hanya tersenyum simpul menatap Nala. Ryan, sama sekali tidak banyak bicara terlebih saat dia mengira bahwa istrinya tidak ada karena mobil mereka juga tidak ada di garasi.“Aku pikir kamu pergi Sayang, ternyata kamu ada di rumah. Mobilmu ke mana?” tanya Ryan sembari meletakan tas dan jasnya dan ia mendekati Nala yang masih duduk membelakanginya di tepi ranjang.“Astaga! Kenapa kakimu bengkak membiru begitu? Kenapa ini tadi Sayang? Kamu kenapa?” tanya Ryan dengan sedikit panik.“Enggak apa-apa, aku enggak sengaja nabrak aja tad

  • Suami kedua Lebih Berasa   62. Keindahan Masa Lalu tidak Akan Menghapus Luka

    "Sayang, hari ini kamu dulu ya yang jemput Gaffi, aku ada rapat dadakan. Ayah tiba-tiba sakit kepala, jadi aku tidak bisa menjemputnya, aku harus menggantikan ayah Sayang," kata Ryan kepada Nala yang tengah menatakan makan siang suaminya di meja kerja. "Loh, kenapa enggak bilang dari tadi Sayang? Hari ini Gaffi pulang cepat, kalau sampai keduluan Mas Akbar bagaimana?" kata Nala yang seketika terlihat panik. Dia segera merapikan tasnya dan mencium pipi sang suami sebelum pergi.. "Kamu nanti jangan malam-malam ya pulangnya, kita makan malem bareng!" ucap Nala dengan setengah berteriak kepada sang suami yang melambai kepadanya dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. "Iya, aku usahakan. Kamu hati-hati nyetirnya!" kata Ryan dengan setengah berseru lantaran Nala yang dnegan cepat melangkah pergi meninggalkan ruangan kerja sang suami. "Dia masih sama saja, tetap menomer satukan keluarga. Hemh ... aku merasa Akbar itu tetaplah gangguan yang besar untuk keluarga kecil kami dan aku haru

  • Suami kedua Lebih Berasa   61. Bagaimana Bersikap Dengannya

    61. “Ada apa? Kamu kenapa?” tanya Nala kepada suaminya yang hanya diam setelah penyatuan mereka. Untuk pertama kalinya Ryan menyalakan rokok yang ia bawa di dalam tasnya. Nala terkejut melihat ini. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama Ryan merokok di depan matanya. Mantan dokter itu tadinya sama sekali tidak menghisap benda merugikan itu. Terlihat ada raut kecemasan di wajah Ryan, pria itu terlihat stress dan mempunyai beban pikiran namun di asama sekali tidak mau membagikannya dengan Nala, istrinya. Ia memendamnya seorang diri. “Gimana aku bisa bilang sama dia kalau mantan suaminya itu tadi mengatakan sesuatu yang membuatku begitu terganggu? Akbar ingin merebut Nala kembali dengan caranya. Bukan tidak mungkin itu terjadi, mengingat masih ada Gafi diantara mereka. Gafi adalah jembatan terbaik bagi keduanya bertemu,” pikir Ryan. “Sayang, kamu kenapa? sejak kapan kamu jadi merokok begini?” tanya Nala lagi yang kali ini mendekat sambil memeluk tubuh sang suami dari belakang. Jem

  • Suami kedua Lebih Berasa   60. Kemarahan Ryan

    60. "Aku tidak ingin melakukan apa-apa selain memberikan ucapan selamat atas pernikahan kalian," jawab Akbar dengan ketulusannya. Terlihat dengan sangat jelas raut wajah yang tidak rela itu nampak di mimik wajahnya. Si mantan suami itu separuh hatinya telah bergelut dengan rasa kecewa. Wanita yang dulu ya buang iya bohongi sinetron lihat begitu terang benderang dan menjadi pusat perhatian. "Selamat ya Selamat ya semoga awet sampai kakek-kakek dan nenek-nenek," ucap Akbar sembari mengulurkan tangannya dan Ryan pun menerimanya dengan sukarela. "Terima kasih. Aku harap ini benar-benar ucapan yang tulus dan bukan sesuatu yang modus." Ryan membalas ucapan dari Akbar dengan datar dan dingin. Mendengar apa yang Ryan katakan membuat Akbar tertegun. Sepersekian detik iya membeku dan tidak bisa berkata apa-apa. Salah semua kata-kata yang telah ia persiapkan dari rumah ke nilainya begitu saja. Belum sempat dia membalas ucapan Ryan, ayah dan ibunya sudah datang berlarian untuk mencegahnya

  • Suami kedua Lebih Berasa   59. Hari Pesta Pernikahan

    59. Hari Pesta PernikahanHiasan mawar putih tersusun begitu cantik di dalam ballroom hotel. Tema garden yang diusung begitu memanjakan mata. Nala mengenakan gaun cantiknya dan berdiri berdampingan dengan Ryan. Senyum cerah menambah cantik parasnya. Dengan begitu anggun dan terlihat mempesona Lala terus saja memamerkan cantik paras dan elok tubuhnya. Ryan pun sedari tadi merasa begitu senang dan berbahagia di hari istimewanya. Hari ini adalah hari di mana resepsi pernikahan itu tiba. Semua tamu dan kolega hadir dalam acara tersebut. Keluarga besar Ryan dan Nala semuanya turut hadir dalam acara pernikahan itu. "Cantiknya istriku," puji Ryan sembari merangkul pinggang ramping Nala. Lelah hanya tersipu membalasnya dengan senyuman kecil. Luapan perasaan bahagia sudah begitu tentara meskipun dia tidak mengutarakannya. Balutan putih di tubuh rampingnya semakin menonjolkan keelokan tubuhnya. Walaupun tadi ketika pertama kali memakainya justru protes lah yang Ryan berikan. Ryan tetap sa

  • Suami kedua Lebih Berasa   58. Ganjalan di hati Nala

    "Enggak, enggak ada. Lagi mikir aja semuanya jadi bisa seperti ini. Kita ini mantan tapi menikah, masih lucu aja bagiku. Apa lagi kalau ingat masa-masa kita pacaran dulu," kata Nala dengan senyuman dibibir tipisnya. "Masa kita pacaran?" ulang Ryan yang kemudian duduk di samping Nala. "Iya, saat kita pacaran dulu," jawab Nala yang sebenarnya hanyalah sebuah kebohongan. Saat ini sebenarnya Nala sedang memikirkan saat di mana dia yang sedang dekat dengan Akbar tiba-tiba mendapatkan fitnah dan harus segera menikah. Terang saja kedua orang tua Nala semakin menentang itu. Ayah dan ibu Nala sedikit banyak sudah menelusuri tentang latar belakang keluarga Akbar. Hal pertama yang membuat ayah dan ibu Nala menolak kala itu adalah ibu Akbar yang doyan sekali berselingkuh. Ibu kandung Akbar bahkan pernah terjerat kasus perselingkuhan dengan paman Nala yang lainnya. Hanya saja, demi menjaga perasaan Nala kala itu, ayah dan ibu masih merahasiakan hal itu sampai detik ini. Tetapi dengan Nina yan

  • Suami kedua Lebih Berasa   57. Dalang dibalik semua kejadian lalu adalah dia?

    57. Siang itu, mereka diundang untuk datang memeriksa persiapan pesta pernikahan keduanya. Ryan dan Nala keduanya menuju ke kediaman Mama Ratna. Wanita paruh baya itu menyambut bahagia kedua anaknya tersebut. "Afi," sapa mama Ratna kepada Gaffi yang baru saja turun dari mobil. "Nenek!" Gaffi tak kalah senang melihat wanita paruh baya yang ia panggil nenek itu. "Lihat itu senang banget sama anak kecil. Kamu belum ada hasil juga? Aku udah enggak sabar," kata Ryan sembari terus mengusap lenganku. "Belum Yan, kamu kurang dalem nancepnya. Hahahaha," canda Nala sambil tertawa terbahak-bahak. "Enggak usah dalam-dalam aja kamu udah jerit-jerit. Hahaha," balas Ryan yang kemudian membuka pintu dan turun meninggalkan Nala yang hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Ih, tapi memang dia bener sih. Setelah aku rasa-rasakan, sensasinya memang beda. Jauh dan tidak seperti pada saat aku bersama Mas Akbar. Punyanya lebih besar dan panjang." Nala membayangkan ukuran milik kedua pria itu. Ryan yan

  • Suami kedua Lebih Berasa   56. Sekotak Bangkai

    Pov 3. Setelah hari di mana Gaffi mengatakan apa yang ada di dalam hatinya, setelah itu juga Akbar seolah menarik jarak dari ke duanya. Sebenarnya bukan hanya Gaffi yang Akbar rindukan, melanikan Nala juga. Rasa bersalah itu sangat besar. Membuatnya tersiksa. Terlebih setelah kejadian di mana dia berkelahi sampai di lempar dari lantai dua. Setiap malam Akbar selalu saja mengalami mimpi buruk. Tentang kejadian itu. Kejadian yang menyisakan trauma baginya. “A …!” teriak Akbar saat ia tiba-tiba terjaga. “Ada apa?” tanya bu Rohimah, ibu sambung Akbar yang menunggui Akbar di rumah sakit. “Kamu mimpi buruk itu lagi Bar?” Akbar terlihat panik dengan napasnya yang terengah-engah. Mimpi buruk itu membuat lelaki yang kaki dan tangannya patah itu ketakutan. Di setiap mimpinya dia seakan kembali pada saat kejadian. “Iya Bu, aku kembali lagi pada saat itu, sama persis dan aku melihat bagaimana lelaki itu mendorongku jatuh,” jawab Akbar masih dengan napasnya yang terengah-engah. “Semuanya ha

  • Suami kedua Lebih Berasa   55. Keputusan Gaffi

    55. Aku yakin di saat Ryan mengatakan itu, Mas Akbar pun mendengarnya. Ryan mengatakan tentang masa lalu kami dengan senyuman di wajahnya seakan senyuman itu menyiratkan bahwa dialah pemenang di akhir cerita ini. Aku tidak mengerti mengapa wajahnya tampak biasa saja tepai cara bicaranya sedikit banyak membuat Mas Akabr dan ayah Ali merasa tidak nyaman. “Sudah ini jusmu, aku di sini saja, kamu temui dan tunggui mereka,” kataku kepadanya. Ryan menatapku dan tidak banyak bicara lagi dia kembali ke meja itu dengan tangan kanannya yang memawa kue dan tangan kirinya yang membawa jus buatanku. Dari sekdar makanan saja dia seolah tidak rela bila apa yang aku buat harus diberikan kepada orang lain. Entahlah, tapi memang begitu caranya bersikap posesif. Setelahnya, aku lebih memilih menyibukan diri dengan pelanhgan kami hingga kami tidak punya waktu untuk berbincang secara intens. Sesekali aku hanya membalas senyuman suamiku dan mantan suamiku melirik tajam ke arah kami. Terlihat sekali bila

DMCA.com Protection Status