Hari-hari berlalu begitu cepat dan berjalan seperti semestinya. Regan berdiri di depan jendela besar kantornya, memandang gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di kejauhan. Wajahnya yang tampan terkena sinar matahari, membuatnya tampak anggun dan berkilau di pagi yang cerah.Di dalam kepalanya, berbagai pikiran dan hal-hal penting lainnya bergelut satu sama lain.Istrinya, yang dinikahi beberapa minggu lalu tidak sempat terbesit di pikirannya. Regan terlalu sibuk dengan urusan bisnis yang kerap menuntut perhatian dan energinya. Hingga melupakan seseorang yang setiap waktu menunggu kabar darinya.Pintu kantor terbuka tiba-tiba, menghentikan lamunannya. Seorang asisten bernama Tama melangkah masuk dengan langkah lebar berhenti tepat di belakangnya. Dengan tatapan serius, Tama memberitahukan informasi pada Regan tentang sesuatu yang kurang menyenangkan."Tuan, orang kita mencurigai adanya kasus penggelapan dana di salah satu cabang perusahaan Osvaldo."Regan membalikkan tub
Regan baru saja memasuki bar. Kedua kakinya melangkah pelan saat berjalan di antara kerumunan orang-orang yang sedang menikmati suasana malam. Dengan mata yang tajam, dia mengedarkan tatapan ke sekelilingnya mencari sosok Robert yang sering menjadi partner berpestanya.Setelah beberapa saat, matanya akhirnya menemukan Robert yang duduk di pojok ruangan, disertai oleh seorang wanita cantik yang menyertainya.Dengan langkah lebar, Regan berjalan menuju meja Robert. Wajahnya yang menonjol dan tubuhnya yang sempurna, menarik perhatian beberapa wanita di sekitarnya. Para wanita itu menatapnya kagum, lapar dan penuh damba. Bahkan beberapa dari mereka mencoba untuk merayu, menggoda, serta menawarkan diri untuk bergabung dengannya.Namun, Regan hanya menanggapinya dengan wajah dingin, menyingkirkan tangan-tangan nakal yang mencoba meraba-raba tubuhnya. "Jangan menggangguku!" Suaranya terdengar rendah. Namun mampu membuat wanita itu mundur perlahan.Dari tempat duduknya, Robert tersenyum lebar
Regan baru saja memasuki lobi bersama rombongannya dari perusahaan pusat. Wajahnya terlihat datar saat melewati barisan orang-orang yang menyambutnya di lobi, mengabaikan tatapan-tatapan kagum yang tertuju ke arahnya. Hingga tiba-tiba ekor matanya, menangkap keberadaan Seyra berada di antara barisan orang-orang yang menyambutnya.Matanya melebar. Namun, ia segera menyembunyikan ekspresi terkejutnya di balik wajah datarnya yang dingin. Dia mencoba bersikap biasa seolah-olah tidak menyadari keberadaan Seyra, meski dia tahu jika gadis itu saat ini sedang mengamatinya.Sementara itu, mata para karyawan wanita tidak berkedip, menatap beberapa pria tampan di antara rombongan itu. Bisikan-bisikan pun mulai terdengar di antara mereka, mencoba menebak siapakah kira-kira sosok presdir di antara para pria tampan itu.Seyra masih tertegun di pijakannya, nyaris tidak mempercayai dengan apa yang dilihatnya saat ini. Regan, suaminya yang belakangan ini dia cari tampak berjalan di antara orang-orang
"Di dalam USB ini, terdapat bukti adanya sejumlah uang yang tidak masuk ke dalam laporan keuangan perusahaan. Kami menemukan transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh beberapa rekening yang tidak terdapat di dalam daftar resmi perusahaan. Selain itu juga, ada bukti-bukti lain yang menunjukkan adanya penyelewengan dana," ucap Regan menjelaskan, jarinya menunjuk ke arah benda kecil yang tergeletak di atas meja."Bagaimana? Apa dari kalian tidak ada yang ingin mengaku?" Dengan tatapan tajam, Regan mulai mengintimidasi satu per satu penghuni meja rapat itu. Beberapa dari mereka tampak menunduk. Ada juga yang berusaha mengalihkan tatapan ke arah lain, dan ada pula yang tampak memasang wajah tenang."Saya hampir tidak percaya, bagaimana bisa perusahaan yang sudah berjalan dengan baik tiba-tiba terlibat dalam kasus penggelapan dana," timpal Robert yang ikut bergabung dalam rapat tersebut. Matanya ikut menelisik beberapa anggota rapat yang tampak mencurigakan."Tunggu sebentar! Tentunya tid
Tadinya Seyra berpikir akan memaki pria itu dan mencecarnya dengan sejuta pertanyaan. Namun saat berada di depan Regan, rencananya buyar seketika. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun rapi di dalam kepalanya kini lenyap sudah, berganti dengan wajah gugup dan kaku, saat Regan dengan gerakan ringannya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga gadis itu.Seyra terdiam, melirik jemari Regan yang masih berada di belakang telinganya. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu. Ia merasa jika seharusnya tugasnya sudah selesai. Namun, ia merasakan usapan lembut di belakang kepalanya. Tentu saja hal itu membuatnya merasa canggung. Apalagi selama ini mereka tidak sedekat itu. "Maaf," kata Regan dengan suara tenang. "Aku nggak bermaksud membuatmu khawatir." Dia menarik tangannya setelah memastikan rambut gadis itu sudah rapi.Seyra masih kehilangan suaranya, merasakan jantungnya berdetak tidak beraturan. Tiba-tiba perhatian Seyra tertuju pada penampilan Regan yang baru ia sadari terlihat berb
"Bagaimana kabarmu, Seyra? Aku harap jawabanmu bukan baik-baik saja." Tania tersenyum licik saat menyapa Seyra yang masih berdiri di depan bilik toilet. Dia merasa penasaran, bagaimana nasib Seyra setelah mengundurkan diri dari perusahaan Pratama. Apakah nasibnya buruk? Atau jauh lebih buruk dari sebelumnya.Tania hanya menginginkan dua jawaban itu.Seyra mencoba untuk tetap tenang dan berusaha untuk tidak terpancing dengan Tania yang berusaha memprovokasinya. "Sayangnya apa yang kamu harapkan tidak sesuai dengan keinginanmu. Karena kabarku saat ini lebih dari sekedar baik. Sangat-sangat baik. Maaf ya, sudah mengecewakanmu."Seyra tersenyum singkat, lalu berjalan ke arah wastafel untuk membenarkan riasannya. Dia berdiri di samping Tania yang saat ini menatap tajam ke arahnya. "Ngapain kamu di sini?" tanya Tania sambil mengawasi Seyra yang sedang merapikan rambutnya."Hanya orang bodoh yang melemparkan pertanyaan itu. Harusnya kamu sudah tahu jawabannya," jawab Seyra tanpa menoleh ke
"Terima kasih." Seyra menoleh saat baru saja Regan menghentikan mobilnya di depan lobi. Dia memandangi wajah pria itu dari samping, mengamati garis rahangnya yang tegas."Kamu nggak perlu berterimakasih." Regan memalingkan wajahnya ke arah Seyra, hingga tatapan mereka saling bertemu. "Itu sudah menjadi tanggung jawabku."Regan mengulas senyum tipis, membuat wajah pria itu terlihat lebih tampan berkali-kali lipat. Seyra buru-buru memalingkan wajahnya saat tiba-tiba wajah pria itu mendekat. Dia menahan napas, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun saat matanya melirik ke bawah, ia baru menyadari jika Regan membantunya untuk melepas sabuk pengaman.Seyra memejamkan matanya erat, merutuki kebodohannya yang sudah berpikiran hal lain. "Kenapa matamu terpejam?"Gadis itu langsung membuka matanya saat mendengar suara Regan. Wajahnya memerah karena malu. Namun ia segera menyembunyikannya dan berusaha mengalihkan suasana agar tidak canggung. "Regan, aku ingin kamu kembali ke ruma
Seyra melirik ke arah manajernya yang berdiri di sudut lift, masih memperhatikannya dengan tatapan dingin. ia berharap dengan sangat jika lift segera sampai di lantai dasar dan ia bisa terbebas dari rasa tak nyaman itu. Waktu terasa berjalan begitu lambat dan detik demi detik terasa seperti jam. Tangannya berkeringat dan dadanya sesak, ia butuh udara segar secepatnya. Tapi lift terus berjalan dengan lajunya yang lamban.Ting!Seyra melangkah keluar dari lift dengan cepat, berharap untuk segera pulang ke rumah setelah hari yang melelahkan di kantor. Ia menoleh ke belakang saat sudah berjalan cukup jauh. Seyra masih melihat manajernya yang masih saja memperhatikannya dengan tatapan menakutkan.Saat sampai di depan pintu lobi, Seyra tersenyum lega saat melihat Regan tiba-tiba muncul di depannya."Kenapa nomornya nggak aktif?" tanya Seyra, suaranya terdengar sedikit kesal."Maaf, ponselku kehabisan batrei," jawab Regan sambil membukakan pintu mobil, kemudian membimbing Seyra untuk masuk
"Maaf," kata Seyra pelan. "Maafkan aku. Aku benar-benar tidak bermaksud meragukanmu." Seyra menyentuh lengan Regan dan mengusapnya lembut, membuat tubuh pria itu yang sempat menegang, kini tampak lebih rileks.Satu tangan Regan terangkat dan menyentuh tangan Seyra yang masih berada di lengannya. Dia menggenggamnya dan meremasnya pelan. "Aku harap kamu selalu percaya denganku."Seyra mengangguk, lalu tersenyum. "Aku percaya padamu."Regan mengembuskan napas lega. Di melepaskan tangan Seyra dan beralih menatap ke depan, fokus menyetir.Seyra membenarkan posisi duduknya menghadap ke depan, menatap jalanan yang cukup lengang. Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya Seyra kembali bersuara, merasa penasaran dengan wanita yang akan dijodohkan dengan Regan."Regan, wanita yang duduk di dekat kakekmu tadi adalah wanita yang sempat aku temui di butik," kata Seyra sambil memperhatikan ekspresi Regan dari samping. "Aku tidak menyangka jika dia ternyata ... wanita yang dipersiapkan kakek untukmu.
Regan memasang wajah tenang, tanpa terpengaruh dengan suara keras dan kemarahan Bastian. Dia hanya melirik sekilas ke arah wanita yang duduk di sofa tidak jauh dari kakeknya. Dia cukup mengenal wanita itu dan sekarang dia tahu alasan kenapa kakeknya menyuruh cepat-cepat pulang."Kakek, kami datang ke sini dengan maksud baik. Kami hanya ingin memberitahukan jika kami sudah menikah," kata Regan dengan suara rendah, tanpa ada campuran nada emosi."Menikah?" Suara Bastian terdengar marah. "Apa kalian pikir aku akan memberikan restu untuk hubungan kalian?" Dia menggeleng pelan, matanya menyorot tajam pada Regan yang masih berdiri tenang sembari menggandeng tangan Seyra."Jangan berpikir mendapat restu dariku setelah kau menikahi wanita seperti dia!" Bastian menunjuk Seyra yang saat ini tampak menegang di pijakannya.Melihat tatapan tajam Bastian yang tertuju ke arahnya, tanpa sadar Seyra meraih lengan Regan, seolah mencari perlindungan pada suaminya itu."Regan," bisik Seyra pelan, membua
Regan dan Seyra baru saja memasuki butik. Mereka berdua langsung berkeliling untuk mencari pakaian yang cocok. "Seyra, kamu pilihlah pakaian sesukamu. Aku akan menunggumu di sana." Regan menunjuk sofa yang berada di pojok ruangan.Seyra mengangguk. "Apa kamu tidak memilih pakaian?" Dia menunjuk deretan pakaian pria pada Regan. "Tidak perlu. Pakaianku sudah banyak," balas Regan sambil tersenyum."Baiklah." Seyra langsung mulai mengelilingi deretan pakaian yang tersusun rapi di rak. Sementara itu, Regan duduk di sofa yang nyaman di sudut ruangan, sembari membaca majalah mode yang ada di meja kecil.Seyra sibuk memilih-milih pakaian yang sesuai dengan selera dan kebutuhannya. Ia mencoba beberapa gaun, blus dan rok yang ia rasa cocok untuk dipakai dalam berbagai acara."Sepertinya gaun itu bagus." Seyra merasa tertarik dan mendekati gaun itu. Saat ia mengambil sebuah gaun yang dia suka, ia melihat seorang wanita cantik dengan rambut panjang tersusun rapi, sedang memegang gaun yang sama
Seorang wanita cantik dengan tubuh semampai dan langkah anggun memasuki kediaman Osvaldo. Tubuhnya yang sempurna dibalut oleh gaun dan aksesoris berkelas. Dia dijemput oleh seorang pelayan yang membawanya ke ruang keluarga.Wanita itu melangkah dengan mata yang berkeliling, mengamati setiap sudut ruangan yang terlihat megah dan klasik. Lukisan-lukisan tua bergaya renaissance menghiasi dinding. Sementara furniture mewah mencipkatan suasana yang begitu hangat dan nyaman.Di pojok ruangan, wanita itu melihat Bastian yang duduk dengan santainya, menyusuri halaman dari sebuah buku klasik.Sang pelayan mendekat, dan berkata dengan sopan. "Tuan Besar, ada Tamu untuk Anda."Bastian mengangkat kepala dan melihat ke arah wanita cantik itu. Senyum lembut terukir di wajahnya, lalu menutup buku dan meletakkannya di atas meja. "Selamat datang, Lily. Bagaimana kabarmu?" sapa Bastian, menyebut nama wanita cantik itu. "Aku baik, Kek," balas Lily sambil tersenyum manis.Kemudian Bastian mempersilahka
Matahari pagi mulai menerobos lewat cela-cela korden, membuat cahaya hangat memancar dengan lembut ke dalam ruangan. Seyra menggeliat di dalam pelukan Regan, merasa tubuhnya remuk akibat sentuhan ganas suaminya sepanjang malam. Dia tidak menyangka jika Regan begitu bergairah, seolah tidak mempedulikan kebutuhan istirahatnya.Namun meskipun lelah, Seyra tidak bisa menahan senyum saat melihat wajah tampan Regan dari jarak sedekat ini. Dia bisa menikmati semua bagian-bagian wajah pria itu yang tampak sempurna di matanya."Selamat pagi." Regan membuka mata perlahan dan tersenyum hangat pada istrinya.Seyra membalas sapaan Regan dengan bibir cemberut. "Gara-gara kamu, sekarang aku sulit bangun dari tempat tidur."Regan terkekeh pelan. Kedua tangannya semakin erat mendekap Seyra. "Kalau begitu, tidak usah bangun. Kita bisa menghabiskan waktu sepanjang hari di dalam kamar."Seyra mencubit perut kotak-kotak Regan dengan kesal. "Kalau seperti itu, aku bisa-bisa mati di tempat tidur. Kamu tida
Atmosfer ketegangan melingkupi ruangan itu. Terlebih melihat wajah seorang Nyonya Pratama yang tampak mengeras, begitu tidak bersahabat. Tania secara refleks menundukkan kepala saat tatapan tajam Mira seolah ingin mengulitinya. Hubungan dia dan Aldo, belum diketahui oleh Mira. Karena Mira menginginkan Aldo menikah dengan keluarga terpandang dan bersih dari skandal."Tunggu apa lagi! Sekarang keluar!" perintah Mira dengan suara tegas.Tania terhenyak di pijakannya. Dia sedikit mengangkat wajahnya untuk melihat ekspresi Mira yang tidak bersahabat. "Sekali lagi saya minta maaf, Nyonya."Mira hanya menanggapinya dengan wajah dingin. Dia mengibas-ngibaskan tangannya, menyuruh Tania untuk segera keluar.Tania menatap sebentar ke arah Aldo yang hanya diam, tanpa berusaha menahan atau membelanya. Dengan tatapan kecewa, Tania berbalik dan segera keluar dari ruangan itu. Saat sampai di meja ruangannya, ia membuka genggaman tangannya, menatap testpack yang menunjukkan garis dua. Padahal Tania b
Aldo sedang sibuk dengan pekerjaannya di kantor. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan keras. Mira muncul dengan raut wajah masam dan langsung membanting tasnya di atas meja.Aldo yang sedang fokus memeriksa laporan, tersentak kaget melihat tindakan ibunya. Dia menatap ibunya yang kini duduk di kursi depan meja kerjanya. "Mama kenapa?"Mira menatap tajam Aldo dan menjawab dengan suara yang sedikit tinggi. "Aku tadi bertemu dengan Seyra. Dia mempermalukan mama di toko perhiasan. Aku tidak menyangka, Seyra yang dulunya terlihat sopan dan lembut, kini berubah menjadi kurang ajar dan menghina mama."Wajah Aldo langsung berubah serius ketika mendengar nama Seyra disebut oleh ibunya. Dia menghentikan aktivitasnya sejenak, dan fokus memandang ibunya dengan penuh rasa penasaran. "Seyra? Mantan kekasihku? Apa yang dia lakukan, Ma?"Mira menghela napas panjang sebelum menceritakan kejadian di toko perhiasan tadi. Tentu saja dia melebih-lebihkan kejadian yang sebenarnya, agar Aldo semakin memb
Tatapan sang manajer beralih ke arah Seyra. Matanya bergulir dari atas hingga ke bawah, meneliti penampilan wanita itu. Dia bisa menebak, jika Seyra hanyalah seorang pekerja kantoran."Maaf, Nona. Mungkin lebih baik Nona mengalah. Masih banyak perhiasan model lain di toko ini. Biarlah Nyonya ini yang memiliki perhiasan itu," ucap sang manajer, berusaha masih menjaga kesopanannya."Tidak bisa. Saya yang akan tetap membeli perhiasan ini. Harusnya Anda bersikap profesional," kekeh Seyra pada pendiriannya. Dia tidak sudi menyerahkan perhiasan pilihannya pada orang yang sudah berulang kali menghinanya."Saya mohon, jangan dipersulit! Nona lebih muda. Harusnya Nona bisa mengalah." Manajer itu masih berusaha keras membujuk Seyra.Bila saja yang menginginkan perhiasan itu adalah orang lain, mungkin Seyra akan mau mengalah. Namun Mira sudah menginjak-injak harga dirinya, bahkan menghina ibunya dengan keji, tentu saja Seyra tidak mungkin terima dan mau mengalah, meski Mira lebih tua darinya.Se
"Tidak. Saya yang lebih dulu memilih perhiasan itu. Jadi saya lebih berhak dari Nyonya. Anda tidak bisa ambil barang yang bukan milik Anda." Seyra tidak akan mengalah. Sudah cukup dia dihina dan direndahkan di hari pernikahan. Kali ini dia harus membalas penghinaan itu dan tetap mempertahankan harga dirinya. Dia tidak akan membiarkan Mira menginjak-injak dan mempermalukan dirinya untuk kedua kalinya.Pelayan berusaha memberi pengertian pada Mira. "Maaf, tapi aturan kami adalah barang akan diberikan kepada pelanggan yang lebih dulu memilihnya.""Ini tidak adil!," ucap Mira dengan marah. "Aku tidak mau tahu, pokoknya aku mau kalung itu sekarang juga.""Tapi, Nyonya ...." Mira mengangkat tangannya, menyuruh sang pelayan untuk diam.Kemudian tatapan tajam Mira tertuju pada Seyra yang masih tidak gentar menghadapinya. "Kamu pasti hanya menggertak. Kamu pasti tidak sanggup membayar kalung itu kan?""Saya sanggup," balas Seyra yakin.Mira mengerang kesal. Dia tidak menyangka jika Seyra masi