Regan baru saja memasuki lobi bersama rombongannya dari perusahaan pusat. Wajahnya terlihat datar saat melewati barisan orang-orang yang menyambutnya di lobi, mengabaikan tatapan-tatapan kagum yang tertuju ke arahnya. Hingga tiba-tiba ekor matanya, menangkap keberadaan Seyra berada di antara barisan orang-orang yang menyambutnya.Matanya melebar. Namun, ia segera menyembunyikan ekspresi terkejutnya di balik wajah datarnya yang dingin. Dia mencoba bersikap biasa seolah-olah tidak menyadari keberadaan Seyra, meski dia tahu jika gadis itu saat ini sedang mengamatinya.Sementara itu, mata para karyawan wanita tidak berkedip, menatap beberapa pria tampan di antara rombongan itu. Bisikan-bisikan pun mulai terdengar di antara mereka, mencoba menebak siapakah kira-kira sosok presdir di antara para pria tampan itu.Seyra masih tertegun di pijakannya, nyaris tidak mempercayai dengan apa yang dilihatnya saat ini. Regan, suaminya yang belakangan ini dia cari tampak berjalan di antara orang-orang
"Di dalam USB ini, terdapat bukti adanya sejumlah uang yang tidak masuk ke dalam laporan keuangan perusahaan. Kami menemukan transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh beberapa rekening yang tidak terdapat di dalam daftar resmi perusahaan. Selain itu juga, ada bukti-bukti lain yang menunjukkan adanya penyelewengan dana," ucap Regan menjelaskan, jarinya menunjuk ke arah benda kecil yang tergeletak di atas meja."Bagaimana? Apa dari kalian tidak ada yang ingin mengaku?" Dengan tatapan tajam, Regan mulai mengintimidasi satu per satu penghuni meja rapat itu. Beberapa dari mereka tampak menunduk. Ada juga yang berusaha mengalihkan tatapan ke arah lain, dan ada pula yang tampak memasang wajah tenang."Saya hampir tidak percaya, bagaimana bisa perusahaan yang sudah berjalan dengan baik tiba-tiba terlibat dalam kasus penggelapan dana," timpal Robert yang ikut bergabung dalam rapat tersebut. Matanya ikut menelisik beberapa anggota rapat yang tampak mencurigakan."Tunggu sebentar! Tentunya tid
Tadinya Seyra berpikir akan memaki pria itu dan mencecarnya dengan sejuta pertanyaan. Namun saat berada di depan Regan, rencananya buyar seketika. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun rapi di dalam kepalanya kini lenyap sudah, berganti dengan wajah gugup dan kaku, saat Regan dengan gerakan ringannya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga gadis itu.Seyra terdiam, melirik jemari Regan yang masih berada di belakang telinganya. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu. Ia merasa jika seharusnya tugasnya sudah selesai. Namun, ia merasakan usapan lembut di belakang kepalanya. Tentu saja hal itu membuatnya merasa canggung. Apalagi selama ini mereka tidak sedekat itu. "Maaf," kata Regan dengan suara tenang. "Aku nggak bermaksud membuatmu khawatir." Dia menarik tangannya setelah memastikan rambut gadis itu sudah rapi.Seyra masih kehilangan suaranya, merasakan jantungnya berdetak tidak beraturan. Tiba-tiba perhatian Seyra tertuju pada penampilan Regan yang baru ia sadari terlihat berb
"Bagaimana kabarmu, Seyra? Aku harap jawabanmu bukan baik-baik saja." Tania tersenyum licik saat menyapa Seyra yang masih berdiri di depan bilik toilet. Dia merasa penasaran, bagaimana nasib Seyra setelah mengundurkan diri dari perusahaan Pratama. Apakah nasibnya buruk? Atau jauh lebih buruk dari sebelumnya.Tania hanya menginginkan dua jawaban itu.Seyra mencoba untuk tetap tenang dan berusaha untuk tidak terpancing dengan Tania yang berusaha memprovokasinya. "Sayangnya apa yang kamu harapkan tidak sesuai dengan keinginanmu. Karena kabarku saat ini lebih dari sekedar baik. Sangat-sangat baik. Maaf ya, sudah mengecewakanmu."Seyra tersenyum singkat, lalu berjalan ke arah wastafel untuk membenarkan riasannya. Dia berdiri di samping Tania yang saat ini menatap tajam ke arahnya. "Ngapain kamu di sini?" tanya Tania sambil mengawasi Seyra yang sedang merapikan rambutnya."Hanya orang bodoh yang melemparkan pertanyaan itu. Harusnya kamu sudah tahu jawabannya," jawab Seyra tanpa menoleh ke
"Terima kasih." Seyra menoleh saat baru saja Regan menghentikan mobilnya di depan lobi. Dia memandangi wajah pria itu dari samping, mengamati garis rahangnya yang tegas."Kamu nggak perlu berterimakasih." Regan memalingkan wajahnya ke arah Seyra, hingga tatapan mereka saling bertemu. "Itu sudah menjadi tanggung jawabku."Regan mengulas senyum tipis, membuat wajah pria itu terlihat lebih tampan berkali-kali lipat. Seyra buru-buru memalingkan wajahnya saat tiba-tiba wajah pria itu mendekat. Dia menahan napas, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun saat matanya melirik ke bawah, ia baru menyadari jika Regan membantunya untuk melepas sabuk pengaman.Seyra memejamkan matanya erat, merutuki kebodohannya yang sudah berpikiran hal lain. "Kenapa matamu terpejam?"Gadis itu langsung membuka matanya saat mendengar suara Regan. Wajahnya memerah karena malu. Namun ia segera menyembunyikannya dan berusaha mengalihkan suasana agar tidak canggung. "Regan, aku ingin kamu kembali ke ruma
"Dasar gadis tidak tahu diri!" teriak seorang wanita dengan memakai riasan tebal sembari menunjuk seorang gadis yang berdiri di depannya dengan mengenakan gaun pengantin. "Putraku tidak akan datang ke acara pernikahan ini. Kau hanya melakukan hal sia-sia saja. Harusnya kamu mengaca pada dirimu sendiri," sambung Mira, wanita memakai riasan tebal itu dengan suara lantangnya. "Tapi, Tante, Aldo sudah berjanji akan menikahiku hari ini." Seyra, gadis yang mengenakan gaun putih anggun itu tampak membalas sorot mata dingin Mira, seorang wanita paruh baya di depannya yang dia pikir akan menjadi mertuanya. "Menikahimu?" Mira dengan gaya angkuhnya tampak terkikik remeh. Dia menatap Seyra dari atas hingga bawah dengan pandangan merendahkan. "Apa kamu tidak malu mengatakan hal tersebut?" Mira menggeleng masih dengan tatapan merendahkannya. Dia maju mendekat ke arah Seyra dan berhenti tepat satu langkah di depannya. "Kau terlalu menganggap dirimu tinggi. Kau tidak sepadan dengan Aldo. Kau dar
"Kamu belum tidur?" Seyra berjalan masuk ke dalam sembari melirik Regan yang sedang berdiri di depan jendela terbuka. Gadis itu membawa sebuah bantal dan kasur tipis, lalu meletakkannya di atas tempat tidur. "Tidurlah! Ini sudah malam. Besok kamu kerja, kan?" Seyra berjalan mendekati Regan yang masih betah menatap pemandangan di luar jendela. Regan menutup jendelanya rapat, lalu berbalik menatap Seyra yang kini sudah berdiri di depannya, mengenakan piyama tidur. Untuk beberapa saat Regan memperhatikan Seyra yang tampak canggung. Berkali-kali gadis itu mengusap tengkuk untuk mengurangi rasa gugupnya. "Regan, kamu bisa istirahat di tempat tidurku. Aku akan tidur di bawah." Tanpa menunggu tanggapan Regan, Seyra berjalan menuju tempat tidur hendak merapikannya. Namun langkahnya terhenti saat Regan menahan lengannya. "Biar aku yang tidur di lantai." Regan melepas lengan Seyra. Diambilnya kasur tipis yang berada di atas tempat tidur. Lalu menggelarnya di lantai. Regan menoleh k
Siang hari, kantor begitu ramai dan sibuk. Suara mesin fotokopi serta telepon yang berdering menambah kegaduhan di ruangan itu. Seyra tampak sibuk di depan layar komputer dengan ke sepuluh jari-jarinya yang bergerak cepat di atas keyboard. Sudah satu tahun dia bekerja sebagai staf marketing di perusahaan Pratama Corp, atas rekomendasi Aldo. "Seyra, tolong kamu antarkan dokumen laporan tentang hasil kampanye dan aktivitas pemasaran ke ruang direktur," ucap Nadia, salah satu rekannya. Seyra menghentikan aktivitasnya. Wajahnya terangkat menatap rekan kerjanya yang berdiri di seberang bilik mejanya. "Kenapa kamu nggak antarkan sendiri saja?" Rasanya Seyra sangat malas jika dia harus bertemu dengan sang direktur. Entah mengapa ia merasa jika Nadia seolah sengaja melakukan itu. "Nggak bisa. Aku sibuk banget. Buruan sana!" Nadia melempar dokumen hingga mendarat tepat di atas meja Seyra. Seyra berdecak. Meski begitu, ia mengambil dokumen tersebut dan membawanya ke ruang manajer. Langka