Gio membonceng Zea dengan motor bututnya. Dia enggan mengganti dengan model terbaru karena lebih nyaman dan kesan miskin pun lebih melekat. Walaupun sebenarnya ia sudah muak dengan keadaan seperti ini, harga dirinya selalu saja diinjak-injak oleh mertua tirinya itu dan dirinya juga sangat kesal mengapa Pak Mansyur tidak ada sedikitpun itikad baiknya untuk membela sang anak kandung. Membuat Gio benar-benar merasa murka saja. Mungkin jika saatnya sudah tiba ia akan membawa Zea keluar dari rumah itu dan dirinya tidak akan pernah mengizinkan ibu tiri dari istrinya itu bisa hidup dengan tenang setelah apa yang sudah dilakukan Layla kepada Zea. Zea memeluknya dari belakang, Gio pun menikmati pelukan Zea yang mungkin akan dia rindukan dalam beberapa jam. Dirinya tidak pernah merasa malu dengan wajah suaminya ataupun pekerjaan dari suaminya, walaupun ibunya meminta mereka untuk bercerai, tetapi ia tidak akan pernah mengabulkan permintaan itu lagi pula dirinya sudah berkorban banyak dan
Mereka lari tunggang langang. Tidak menyangka jika mereka akan mendapatkan lawan yang begitu sangat tangguh padahal dari tampangnya terlihat jika Gio itu biasa-biasa saja seperti orang cupu yang buruk rupa, tetapi ternyata justru memiliki kekuatan hebat dan juga jago berkelahi apalagi orang yang membantu Gio benar-benar membuat mereka semua kewalahan. Sedangkan Alan mencoba membantu sang bos. Berharap. Pria itu baik-baik saja. Dirinya sedikit terlambat membantu sang bos, jika ia terlambat sebentar lagi mungkin Gio dan juga istrinya akan dalam bahaya. "Kamu tidak apa-apa?" Alan benar-benar merasa begitu sangat khawatir dengan keselamatan bosnya itu. Bisa berabe urusannya jika sampai Gio kenapa-kenapa. Bisa-bisanya iya sampai lengah seperti itu. Apalagi mereka keroyokan sedangkan Gio sendirian wajar saja jika bosnya harus kalah. "Aku tidak apa-apa." Gio melirik ke arah sang istri. Ia tidak mau jika sampai istrinya salah paham dan istrinya mengetahui semuanya. "Terima kasih," ujar G
Zea terlambat hari ini, Aleta pun sudah menunggu di depan meja kerja Zea dengan gelisah. Pasalnya beberapa jadwal Pak Gio kemarin dia serahkan pada wanita itu karena dirinya sedang banyak pekerjaan. Jika sampai Gio datang lebih awal bisa-bisa ia akan terkena masalah. Biasanya Zea selalu datang tepat waktu, tetapi mengapa sekarang justru wanita itu tidak datang tepat waktu, membuat dirinya merasa benar-benar sangat gelisah sekali. Namun, ternyata Zea datang terlambat. "Ke mana sih dia ini kok belum sampai apa dia tidak masuk kerja ah rasanya tidak mungkin mana mungkin anak baru bisa mendapatkan izin dengan mudah." Aleta benar-benar merasa begitu sangat bimbang, ia takut dan juga cemas bagaimana jika dia memang benar-benar tidak berangkat lantas apa yang harus dirinya lakukan. Bisa saja ia terkena murkanya sang atasan. Saat melihat Zea muncul, dirinya merasa lega lalu gegas menghampiri Zea. Pagi-pagi seperti ini dirinya sudah dibuat kesal oleh zea, ia tidak menyangka jika sang
"Sialan, bagaimana bisa kalian tidak berhasil membawa Zea ke hadapanku!" Rasanya sia-sia ia sudah menunggu beberapa lama dan juga sudah membayar mereka mahal-mahal, tetapi anak buahnya itu tidak bisa membawa wanita yang dirinya inginkan. Membawa seorang wanita saja mereka harus pulang dengan babak blur seperti ini. Pria tua itu sangat marah saat tahu anak buahnya gagal membawa Zea calon istri keempatnya. Untuk meluapkan kekesalan dan amarahnya juragan teh itu pun menendang kursi dengan begitu sangat keras lalu melampiaskan amarahnya kepada beberapa anak buah yang tidak tahu apa-apa itu. Memberikanmu untuk mereka semua. Bagaimana bisa mereka tidak berhasil membawa seorang wanita, padahal mereka semua adalah juara-juara preman yang ahli bela diri. "Maaf maaf tuan, tadi saat kami ingin membawa Zea pada seorang laki-laki yang mengaku sebagai suaminya lalu dia menghajar kami habis-habisan." Salah seorang dari anak buah juragan teh itu pun menceritakan tentang mengapa mereka tidak
cicitnya kecil saat menyebutkan nama Zea. Walau dirinya tahu akan berimbas kena omel lagi. " Tapi Zea memaksa membuat jadwal pak bos karena katanya semua yang berhubungan dengan bos dia yang buat." Lagi, Altea berdusta. Aleta tidak mau jika dirinya disalahkan terus-terusan. Ia tidak mau jika dirinya harus dianggap sebelah mata oleh Gio. Dirinya ingin menjadi orang kesayangan di perusahaan ini tentu aku memakai dari itu dirinya akan membalikkan semua fakta dan dokumen ia tidak mau jika sampai dirinya yang harus terkena imbasnya. Ia tidak mau terus-terusan disalahkan oleh bio, maka dari itu dirinya memilih untuk mengatakan hal tersebut lebih baik dia mencuci tangan daripada dirinya yang harus terkena imbasnya. Dia harus merasakan semua ini, ia takkan membiarkan wanita itu bisa hidup dengan tenang setelah kejadian ini. Gio mengernyit kan kening apa benar semua ucapan Aleta, Gio sedikit berpikir jika memanggil Zea, kemungkinan wajahnya akan terlihat. Namun, jika tidak mungkin Aleta aka
Apa mungkin istrinya melakukan hal itu, mengatakan jika dirinya yang harus membuat jadwal. Namun, Gio tidak begitu percaya karena walau baru mengenal Zea dia paham sikap sang istri. Mana mungkin Zea melakukan hal yang memalukan dan serakah.Rasanya ia memang benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Aleta itu, apalagi dirinya sudah mengetahui tabiat dari karyawan yang sudah 5 tahun bekerja di perusahaannya itu. Walaupun memang ia tidak pernah mengamati Aleta, tetapi dirinya mengetahui bagaimana tabiatnya tersebut. "Apa benar kamu yang sengaja meminta pada Aleta untuk mengatur jadwal saya?" Suara barito Gio membuat Zea tersadar dari lamunannya. Dirinya yang sudah benar-benar merasa begitu takut karena mendengar panggilan dari sang bos, membuat Zea tidak bisa berpikir jernih kali ini kesalahan apa yang dirinya perbuat sampai-sampai ia kembali lagi dipanggil ke ruangan sang bos. Ia benar-benar sangat tidak menyukai hal tersebut. Ruangan bosnya adalah ruangan yang paling
Tubuh Zea mendadak panas dingin saat Gio menggenggam tangannya. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh. Entah perasaan apa itu, dirinya juga tidak mengerti mengapa bisa-bisanya ia merasakan hal yang seharusnya tidak pernah ia rasakan saat sedang bersama dengan bosnya itu. Zea benar-benar merasa begitu sangat bingung dan juga heran harus bagaimana mengapa tubuhnya merespon hal demikian.Gio pun merasa dirinya ingin sekali mencium bibir ranum sangat istri. Namun, bagaimana bisa karena dirinya sekarang sedang menjadi bos dari istrinya. Apa yang nanti akan Zea pikirkan jika dirinya melakukan hal tersebut. Ia takut justru penilaian Zea kepada dirinya akan semakin buruk lagi. Dianya benar-benar merasa begitu sangat kesal tidak bisa menahan hasrat yang terus saja membara. Melihat istrinya sedekat ini benar-benar membuatnya merasa sangat tidak tahan lagi. Bagaimana bisa otaknya terus saja berpikir dan mengatakan jika dia itu adalah istrinya, walaupun memang benar Zea adalah istrinya, tetapi ia
Zea menarik napas panjang setelah berdebat dengan Aleta. Dirinya hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki batas kesabaran apalagi Aletta selalu saja mencari gara-gara benar-benar menguras kesabarannya saja tidak di rumah tidak ditempat kerja semua orang sama-sama tidak memiliki otak. Ingin rasanya Zea meraung-raung dan meluapkan segala macam emosi yang ia rasakan, tetapi sayangnya ia tidak bisa melakukan itu semua. Dirinya menyadari jika ia di sini hanyalah seorang karyawan baru, jika dirinya berulah dan macam-macam dia takut kehilangan pekerjaan ini lagi. Zea benar-benar tidak mau kehilangan pekerjaannya lagi, ia tidak mau jika sampai dirinya harus kehilangan pekerjaan yang baru ini. Dia kembali duduk di mejanya dan memejamkan mata. Terbayang kembali bagaimana sikap sang bos padanya. Apa yang dilakukan di ruangan bosnya itu benar-benar membuatnya merinding, ia juga sangat merasa bersalah kepada sang suami Gio. Zea benar-benar merasa begitu sangat pusing sekali. Di lain sisi ia m