cicitnya kecil saat menyebutkan nama Zea. Walau dirinya tahu akan berimbas kena omel lagi. " Tapi Zea memaksa membuat jadwal pak bos karena katanya semua yang berhubungan dengan bos dia yang buat." Lagi, Altea berdusta. Aleta tidak mau jika dirinya disalahkan terus-terusan. Ia tidak mau jika dirinya harus dianggap sebelah mata oleh Gio. Dirinya ingin menjadi orang kesayangan di perusahaan ini tentu aku memakai dari itu dirinya akan membalikkan semua fakta dan dokumen ia tidak mau jika sampai dirinya yang harus terkena imbasnya. Ia tidak mau terus-terusan disalahkan oleh bio, maka dari itu dirinya memilih untuk mengatakan hal tersebut lebih baik dia mencuci tangan daripada dirinya yang harus terkena imbasnya. Dia harus merasakan semua ini, ia takkan membiarkan wanita itu bisa hidup dengan tenang setelah kejadian ini. Gio mengernyit kan kening apa benar semua ucapan Aleta, Gio sedikit berpikir jika memanggil Zea, kemungkinan wajahnya akan terlihat. Namun, jika tidak mungkin Aleta aka
Apa mungkin istrinya melakukan hal itu, mengatakan jika dirinya yang harus membuat jadwal. Namun, Gio tidak begitu percaya karena walau baru mengenal Zea dia paham sikap sang istri. Mana mungkin Zea melakukan hal yang memalukan dan serakah.Rasanya ia memang benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Aleta itu, apalagi dirinya sudah mengetahui tabiat dari karyawan yang sudah 5 tahun bekerja di perusahaannya itu. Walaupun memang ia tidak pernah mengamati Aleta, tetapi dirinya mengetahui bagaimana tabiatnya tersebut. "Apa benar kamu yang sengaja meminta pada Aleta untuk mengatur jadwal saya?" Suara barito Gio membuat Zea tersadar dari lamunannya. Dirinya yang sudah benar-benar merasa begitu takut karena mendengar panggilan dari sang bos, membuat Zea tidak bisa berpikir jernih kali ini kesalahan apa yang dirinya perbuat sampai-sampai ia kembali lagi dipanggil ke ruangan sang bos. Ia benar-benar sangat tidak menyukai hal tersebut. Ruangan bosnya adalah ruangan yang paling
Tubuh Zea mendadak panas dingin saat Gio menggenggam tangannya. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh. Entah perasaan apa itu, dirinya juga tidak mengerti mengapa bisa-bisanya ia merasakan hal yang seharusnya tidak pernah ia rasakan saat sedang bersama dengan bosnya itu. Zea benar-benar merasa begitu sangat bingung dan juga heran harus bagaimana mengapa tubuhnya merespon hal demikian.Gio pun merasa dirinya ingin sekali mencium bibir ranum sangat istri. Namun, bagaimana bisa karena dirinya sekarang sedang menjadi bos dari istrinya. Apa yang nanti akan Zea pikirkan jika dirinya melakukan hal tersebut. Ia takut justru penilaian Zea kepada dirinya akan semakin buruk lagi. Dianya benar-benar merasa begitu sangat kesal tidak bisa menahan hasrat yang terus saja membara. Melihat istrinya sedekat ini benar-benar membuatnya merasa sangat tidak tahan lagi. Bagaimana bisa otaknya terus saja berpikir dan mengatakan jika dia itu adalah istrinya, walaupun memang benar Zea adalah istrinya, tetapi ia
Zea menarik napas panjang setelah berdebat dengan Aleta. Dirinya hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki batas kesabaran apalagi Aletta selalu saja mencari gara-gara benar-benar menguras kesabarannya saja tidak di rumah tidak ditempat kerja semua orang sama-sama tidak memiliki otak. Ingin rasanya Zea meraung-raung dan meluapkan segala macam emosi yang ia rasakan, tetapi sayangnya ia tidak bisa melakukan itu semua. Dirinya menyadari jika ia di sini hanyalah seorang karyawan baru, jika dirinya berulah dan macam-macam dia takut kehilangan pekerjaan ini lagi. Zea benar-benar tidak mau kehilangan pekerjaannya lagi, ia tidak mau jika sampai dirinya harus kehilangan pekerjaan yang baru ini. Dia kembali duduk di mejanya dan memejamkan mata. Terbayang kembali bagaimana sikap sang bos padanya. Apa yang dilakukan di ruangan bosnya itu benar-benar membuatnya merinding, ia juga sangat merasa bersalah kepada sang suami Gio. Zea benar-benar merasa begitu sangat pusing sekali. Di lain sisi ia m
Zea menghampiri di mana suaminya menunggu. Langkahnya seperti sangat berat, dia merasa sangat bersalah saat mengingat kekurangan ajaran sang bos tadi. Harusnya dia bisa menampar dengan keras dan memakinya. Namun, dirinya hanya seorang karyawan biasa. Mengapa tadi dirinya sampai terbawa suasana seperti itu, Zea benar-benar tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Sebenarnya yang ia lakukan itu semuanya salah, tetapi harus bagaimana lagi ia pun tidak bisa melawan hawa nafsunya itu. Bagaimana bisa ia sampai terpesona dengan ketampanan bosnya itu. Bagaimana bisa dirinya mengharapkan sebuah balasan dari kecupan singkat itu. Walaupun pada akhirnya ia sadar dengan sebuah kenyataan yang ada. Tapi, ia benar-benar merasa begitu sangat bersalah sekali, ia tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat bersalah. Apa yang harus ia lakukan Dan apakah ia harus bercerita kepada suaminya mengenai kejadian tadi itu."Sayang." Gio langsung memeluk sang istri. Mengob
Wajah Bu Layla memerah mendengar apa yang dikatakan Gio. Si miskin yang dikiranya bodoh malah melawan dirinya.Dirinya kira si Gio tidak bisa berargumentasi dan tentu saja akan terus-terusan menurut, tetapi sayangnya lelaki itu bisa melawan."Halah sudahlah kalian jangan bertengkar. Saya mau Zea yang menjadi istri ke empat saya!" Juragan teh sudah tidak mau lagi melihat drama seperti itu. Maka ia langsung saja mengatakan hal tersebut, buang-buang waktunya saja."Heh tua Bangka! Sudah tua jangan mikir nikah saja, memang mereka berhutang berapa sampai Anda mau mengambil istri saya?" Geo sudah benar-benar merasa begitu sangat murka melihat wajah juragan teh saja sudah benar-benar tua bengkak, tetapi kelakuannya seperti seorang pujangga saja.Zea ketakutan melihat beberapa preman yang di bawa juragan teh, tapi dirinya pun malah fokus dengan sang suami. Cara marah dan bicara seperti itu malah membuatnya seperti bukan suaminya tapi malah mirip dengan bos besarnya. "Astaga." Zea kembali m
Setelahh mendapat uang, juragan teh pun tersenyum semringah.Walaupun Zea tidak menjadi istrinya setidaknya uangnya itu bisa kembali lagi. Dan kekayaannya pun akan bertambah-tambah lagi. Ia kira pemuda buruk rupa itu hanya omong kosong belaka, ternyata Gio menempati ucapannya. Alan tidak bodoh, dia pun meminta untuk Gio memotret dirinya dengan juragan teh."Dan satu lagi saya membuat sebuah surat perjanjian, mengenai hutang piutang ini semuanya sudah lunas dan jika di kemudian hari pak Rangga masih mengganggu Zea maka saya tidak akan segan-segan membawa kasus ini ke ranah hukum."Sesuai instruksi yang memang telah diberikan oleh Gio sebelumnya, Alan melakukan dengan begitu sangat baik. Memotret dan juga sebuah surat perjanjian itu adalah bagian rencana yang dibuat oleh Gio karena. Lelaki itu tidak mau jika sampai istrinya diganggu oleh juragan teh terus-terusan. "Ya ya baiklah." Juragan teh itu juga terlihat begitu sangat kesal, di sini dirinya seperti tidak memiliki harga diri kare
Mereka semua sudah masuk ke kamar masing-masing setelah semuanya berakhir.Suasana yang benar benar kacau, semuanya diam dan hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Termaksuk Bu Layla dan Pak Mansyur. Keduanya sudah berada di dalam kamar.Pak Mansyur masih bungkam seribu bahasa. Ia sangat kesal sekali dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. Tak habis pikir selama ini ternyata istrinya berhutang cukup banyak sekali di belakangnya. Padahal ia sudah sangat mempercayai Bu Layla. Melihat hal itu sangat istri pun mencoba mencairkan suasana. "Pa, kenapa papa diam saja?" tanya Bu Layla.Wanita itu sedikit takut, karena selama menikah dengannya tak pernah mendapat tatapan seperti itu. Tapi, hari ini malah membuatnya takut. Pak Mansyur selalu mengikuti apa yang diinginkan olehnya. Namun, kali ini sang suami sangat berbeda dari biasanya. Dirinya sangat yakin dengan apa yang dilakukan oleh suaminya itu adalah sebuah bentuk kemarahan atas apa yang sudah dilakukannya.Namun ia juga tidak ma
"Maksud kamu apa?" Bu Layla panik dengan ucapan Gior. Kekhawatiran mulai terlihat jelas di wajahnya.Tanpa berkata apa pun lagi, Gior mulai membuka kedoknya. Dia dengan tenang melepaskan tompel yang menempel di pipinya, kemudian membenarkan rambutnya, dan membersihkan wajahnya dari semua penyamaran. Dalam sekejap, sosok yang selama ini dianggap sebagai "si miskin" berubah menjadi pria elegan dengan aura otoritas.Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mata mereka terpaku pada Gior. Mereka terkejut melihat perubahan drastis dari pria yang selama ini mereka remehkan."Ti-tidak mungkin si miskin itu adalah Pak Gior," ucap Sella dengan suara gemetar. Gadis itu merasa tubuhnya memanas dan dingin bersamaan, terutama setelah mengetahui bahwa dia baru saja mencoba menghancurkan Zea, istri seorang CEO.Dara, yang berdiri di sampingnya, tampak lebih terkejut. "Ma, ini enggak mungkin, kan?" tanya Dara dengan suara lemah pada Bu Layla, yang juga sama bingungnya.Pak Abdullah dan Farhat, yang sela
Pak Abdullah, dengan wajah penuh ketidakpercayaan, menghampiri Pak Wicaksono. "Pak, tidak salah dengar?" tanyanya, masih terkejut bahwa Pak Mansyur, yang dianggapnya hanya seorang pengusaha kecil, mendapatkan kontrak saham dengan perusahaan besar yang sebelumnya membatalkan kontrak mereka.Pak Wicaksono, dengan tenang, menatap Pak Abdullah. "Tidak, memang benar. Ada apa memangnya?" tanya Pak Wicaksono dengan nada datar, seolah tak terpengaruh oleh kekhawatiran Pak Abdullah.Pak Abdullah tak mau menyerah begitu saja. "Perusahaan Pak Mansyur itu masih kecil, Pak. Kemungkinan besar tidak akan memberikan benefit tinggi. Lebih baik batalkan saja dan bekerja sama dengan perusahaan saya, yang jelas-jelas sudah besar dan mapan," katanya, mencoba meyakinkan Pak Wicaksono sambil meremehkan kualitas perusahaan Pak Mansyur.Saat itu, Gior, yang mendengar percakapan mereka, menghampiri kakeknya. Dengan senyum kecil di bibirnya, ia tertawa pelan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "P
Farhat menepis tangan Gior dengan kasar, lalu menepuk-nepuk kemejanya seolah jijik setelah disentuh oleh Gior. "Orang miskin tidak pantas di sini," katanya dengan nada penuh kebencian. "Satpam, usir mereka!" titahnya, seperti merasa dirinya pemilik acara dan berkuasa penuh atas tempat itu.Suasana semakin panas ketika Sella, yang sepertinya sengaja ingin memicu keributan, muncul dengan sebuah rencana liciknya. Dengan sengaja, dia menunjukkan foto-foto yang memfitnah Zea dan Pak Gior sedang bersama, mencoba menciptakan kesan bahwa mereka berselingkuh."Ini dia buktinya!" seru Sella dengan penuh semangat, memamerkan foto-foto itu kepada orang-orang di sekelilingnya. "Wanita ini munafik! Sudah punya suami, tapi malah berselingkuh. Dasar murahan!"Kerumunan mulai bergemuruh, desas-desus dan tatapan merendahkan mengarah kepada Zea. Namun, sebelum tudingan Sella semakin menggila, tiba-tiba Pak Mansyur, ayah Zea, muncul dari kerumunan. Dengan wajah penuh kemarahan, dia berdiri di depan Zea u
Setelah suasana mulai mencair, Pak Wicaksono keluar dari ruangan Gior dengan ekspresi yang sulit ditebak. Di luar, tampak Aleta, salah satu karyawan, berdiri menunggu dengan gelisah. Desas-desus tentang hubungan terlarang antara Zea dan Gior telah beredar dengan cepat, dan Aleta, yang sudah lama mencurigai sesuatu, tak sabar ingin tahu kebenarannya.Begitu Zea keluar dari ruangan, Aleta segera menghampirinya. "Zea, jadi benar kamu dan Pak Gior selingkuh? Ih, gila kamu! Sudah punya suami, masih saja menggoda bos kamu. Dasar murahan!" tuding Aleta dengan nada penuh kebencian.Zea menghentikan langkahnya, lalu menatap Aleta tajam. "Stop mengatakan aku murahan," balas Zea dengan tenang tapi tegas. "Jaga bicara kamu, atau aku akan meminta Pak Gior memecat kamu. Sama seperti aku meminta Pak Gior memutuskan kontrak dengan Pak Abdullah." Sebuah senyum kecil terlihat di bibir Zea, penuh kepastian.Aleta terkejut dengan respons Zea. Dia tak menyangka bahwa Zea, yang biasanya tampak pendiam dan
Pak Wicaksono merasa kecewa bukan karena cucunya, Gior, sudah menikah, melainkan karena Gior tidak terbuka sejak awal. Dengan nada marah tapi tegas, Pak Wicaksono menegur Gior atas kerahasiaannya."Aku hanya takut kakek tidak merestui," ujar Gior, dengan nada rendah.Pak Wicaksono menggeleng pelan, merasa kesal dengan alasan cucunya. "Kamu ini benar-benar membuat onar, Gior. Bereskan kabar miring yang sudah tersebar di luar. Kalau kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu, selesaikan semuanya. Jangan lari dari tanggung jawab."Gior mengangkat dagu dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Zea disalahkan. Pak Wicaksono, kakeknya, menatap Zea dengan tatapan penuh pertanyaan. Dia merasa heran dengan menantunya yang memilih bekerja di perusahaan suaminya, padahal dengan statusnya sebagai istri cucunya yang kaya raya, seharusnya Zea bisa menikmati hidup dengan lebih santai tanpa perlu terlibat dalam urusan bisnis keluarga."Katakan, permainan apa yang sedang kalian maink
Situasi itu tak di sangka membuat Gior dan Zea tertangkap basah. Apalagi ada info yang menyudutkan mereka. Kedatangan sang kakek pun tak lepas membahas masalah itu. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika ternyata apa yang keduanya lakukan justru kini menjadi bumerang besar. Ia tidak tahu jika Aleta melihat hal tersebut bahkan bukan hanya aletta yang melihat tetapi kakek dari Gio juga melihat apa yang mereka berdua lakukan. Ya sudah benar-benar merasa bingung dirinya tidak bisa memikirkan alasan yang tepat apalagi orang-orang di kantor ini mengetahui jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bertompel. Semua orang tidak mengetahui jika lelaki bertompel itu adalah Gio. Masa iya dirinya dikira selingkuh dengan suaminya sendiri? "Kalian berdua, saya tunggu di dalam!" titah sang kakek. Zea dan juga Gio hanya saling memandang, keduanya tidak banyak bicara daripada berdebat di hadapan semua orang lebih baik menurut. Gio benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Mere
Gior menghubungi Agra untuk mempersiapkan semua berkas yang akan di buat meeting siang ini. Dirinya akan hadir dan memberikan beberapa saham pada Pak Mansyur. Mungkin bukan saham besar, tapi saham kecil yang mungkin nanti akan menjadi besar. Dirinya tidak tega melihat perusahaan sang mertua yang sudah berada di ujung tanduk itu. Bagaimanapun juga ia ingin menjadi menantu yang baik dan walaupun Pak Mansyur tidak mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi geo memang benar-benar berniat ingin membantu mengembangkan perusahaan milik ayahnya itu. Melihat Pak Mansyur yang sudah berubah menjadi baik kepada dirinya dan juga sang istri membuat hati Gio benar-benar sangat tergerak sekali.Setelah itu, Gio pun bersiap untuk pergi ke perusahaan. Dengan alasan akan makan siang. Sepertinya hanya alasan itu yang sangat masuk akal tidak mungkin jika dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bisa-bisa sang ayah mertua akan sangat sok sekali mendengar apa yang dirinya katakan tersebut."Yah, aku m
Pagi hari menjelang siang, Pak Mansyur dan Gio sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan. Zea juga sudah siap ke kantornya, setelah itu Gio mengirim pesan pada Arga untuk meng-handle semua urusan di kantor untuk beberapa hari. Pokoknya dirinya menginginkan jika tidak akan ada masalah baru dan masalah-masalah lainnya yang akan menghambat semuanya. Dirinya ingin berperan sebagai menantu yang baik, melihat mertuanya yang sudah hampir putus asa benar-benar membuatnya merasa begitu sangat kasihan sekali.Gio pun sampai di perusahaan sang mertua. Memang sudah sepi tak banyak karyawan yang setia. Rasanya benar-benar sangat miris melihat perusahaan Pak Mansyur yang berada di ujung tanduk ini, menurutnya Pak Mansyur orang yang mudah dibohongi dan orang yang tidak mahir dalam mencari klien."Boleh saya lihat file beberapa klien?" tanya Gio pada salah satu karyawan pak Mansyur. Kebetulan saat itu mertuanya sedang menemui investor di ruangannya. Gio lebih mudah mencari tahu dan mendalami apa yang
Gio benar-benar memberikan sebuah saran kepada ayahnya, tidak mungkin jika tiba-tiba perusahaannya langsung mengajukan investasi ke perusahaan Pak Mansyur, jika tidak ada proposal yang diajukan mungkin saja Pak Mansyur akan curiga. Maka dari itu ia memilih untuk mengatakan hal tersebut. Dirinya berharap jika mertuanya mau mengajukan proposal ke perusahaannya agar dirinya bisa menyuntikkan dana untuk bisa membantu perusahaan sang mertua yang memang sudah berada di ujung tanduk itu. Pak Mansyur hanya menoleh saja ke arah sang menantu seolah-olah saran yang diberikan menantunya itu hanya berujung sia-sia saja. Mana mungkin perusahaan besar seperti Gior bisa membantu perusahaannya yang sudah hampir gulung tikar. Perusahaan-perusahaan kecil saja tidak ada yang mau menaruh saham apalagi perusahaan besar yang tentu saja mereka akan memperhitungkan tentang untung dan ruginya lebih detail lagi dan sepertinya perusahaannya tidak akan menguntungkan sama sekali untuk perusahaan Gior itu."Mana m