"Sialan, bagaimana bisa kalian tidak berhasil membawa Zea ke hadapanku!" Rasanya sia-sia ia sudah menunggu beberapa lama dan juga sudah membayar mereka mahal-mahal, tetapi anak buahnya itu tidak bisa membawa wanita yang dirinya inginkan. Membawa seorang wanita saja mereka harus pulang dengan babak blur seperti ini. Pria tua itu sangat marah saat tahu anak buahnya gagal membawa Zea calon istri keempatnya. Untuk meluapkan kekesalan dan amarahnya juragan teh itu pun menendang kursi dengan begitu sangat keras lalu melampiaskan amarahnya kepada beberapa anak buah yang tidak tahu apa-apa itu. Memberikanmu untuk mereka semua. Bagaimana bisa mereka tidak berhasil membawa seorang wanita, padahal mereka semua adalah juara-juara preman yang ahli bela diri. "Maaf maaf tuan, tadi saat kami ingin membawa Zea pada seorang laki-laki yang mengaku sebagai suaminya lalu dia menghajar kami habis-habisan." Salah seorang dari anak buah juragan teh itu pun menceritakan tentang mengapa mereka tidak
cicitnya kecil saat menyebutkan nama Zea. Walau dirinya tahu akan berimbas kena omel lagi. " Tapi Zea memaksa membuat jadwal pak bos karena katanya semua yang berhubungan dengan bos dia yang buat." Lagi, Altea berdusta. Aleta tidak mau jika dirinya disalahkan terus-terusan. Ia tidak mau jika dirinya harus dianggap sebelah mata oleh Gio. Dirinya ingin menjadi orang kesayangan di perusahaan ini tentu aku memakai dari itu dirinya akan membalikkan semua fakta dan dokumen ia tidak mau jika sampai dirinya yang harus terkena imbasnya. Ia tidak mau terus-terusan disalahkan oleh bio, maka dari itu dirinya memilih untuk mengatakan hal tersebut lebih baik dia mencuci tangan daripada dirinya yang harus terkena imbasnya. Dia harus merasakan semua ini, ia takkan membiarkan wanita itu bisa hidup dengan tenang setelah kejadian ini. Gio mengernyit kan kening apa benar semua ucapan Aleta, Gio sedikit berpikir jika memanggil Zea, kemungkinan wajahnya akan terlihat. Namun, jika tidak mungkin Aleta aka
Apa mungkin istrinya melakukan hal itu, mengatakan jika dirinya yang harus membuat jadwal. Namun, Gio tidak begitu percaya karena walau baru mengenal Zea dia paham sikap sang istri. Mana mungkin Zea melakukan hal yang memalukan dan serakah.Rasanya ia memang benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Aleta itu, apalagi dirinya sudah mengetahui tabiat dari karyawan yang sudah 5 tahun bekerja di perusahaannya itu. Walaupun memang ia tidak pernah mengamati Aleta, tetapi dirinya mengetahui bagaimana tabiatnya tersebut. "Apa benar kamu yang sengaja meminta pada Aleta untuk mengatur jadwal saya?" Suara barito Gio membuat Zea tersadar dari lamunannya. Dirinya yang sudah benar-benar merasa begitu takut karena mendengar panggilan dari sang bos, membuat Zea tidak bisa berpikir jernih kali ini kesalahan apa yang dirinya perbuat sampai-sampai ia kembali lagi dipanggil ke ruangan sang bos. Ia benar-benar sangat tidak menyukai hal tersebut. Ruangan bosnya adalah ruangan yang paling
Tubuh Zea mendadak panas dingin saat Gio menggenggam tangannya. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh. Entah perasaan apa itu, dirinya juga tidak mengerti mengapa bisa-bisanya ia merasakan hal yang seharusnya tidak pernah ia rasakan saat sedang bersama dengan bosnya itu. Zea benar-benar merasa begitu sangat bingung dan juga heran harus bagaimana mengapa tubuhnya merespon hal demikian.Gio pun merasa dirinya ingin sekali mencium bibir ranum sangat istri. Namun, bagaimana bisa karena dirinya sekarang sedang menjadi bos dari istrinya. Apa yang nanti akan Zea pikirkan jika dirinya melakukan hal tersebut. Ia takut justru penilaian Zea kepada dirinya akan semakin buruk lagi. Dianya benar-benar merasa begitu sangat kesal tidak bisa menahan hasrat yang terus saja membara. Melihat istrinya sedekat ini benar-benar membuatnya merasa sangat tidak tahan lagi. Bagaimana bisa otaknya terus saja berpikir dan mengatakan jika dia itu adalah istrinya, walaupun memang benar Zea adalah istrinya, tetapi ia
Zea menarik napas panjang setelah berdebat dengan Aleta. Dirinya hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki batas kesabaran apalagi Aletta selalu saja mencari gara-gara benar-benar menguras kesabarannya saja tidak di rumah tidak ditempat kerja semua orang sama-sama tidak memiliki otak. Ingin rasanya Zea meraung-raung dan meluapkan segala macam emosi yang ia rasakan, tetapi sayangnya ia tidak bisa melakukan itu semua. Dirinya menyadari jika ia di sini hanyalah seorang karyawan baru, jika dirinya berulah dan macam-macam dia takut kehilangan pekerjaan ini lagi. Zea benar-benar tidak mau kehilangan pekerjaannya lagi, ia tidak mau jika sampai dirinya harus kehilangan pekerjaan yang baru ini. Dia kembali duduk di mejanya dan memejamkan mata. Terbayang kembali bagaimana sikap sang bos padanya. Apa yang dilakukan di ruangan bosnya itu benar-benar membuatnya merinding, ia juga sangat merasa bersalah kepada sang suami Gio. Zea benar-benar merasa begitu sangat pusing sekali. Di lain sisi ia m
Zea menghampiri di mana suaminya menunggu. Langkahnya seperti sangat berat, dia merasa sangat bersalah saat mengingat kekurangan ajaran sang bos tadi. Harusnya dia bisa menampar dengan keras dan memakinya. Namun, dirinya hanya seorang karyawan biasa. Mengapa tadi dirinya sampai terbawa suasana seperti itu, Zea benar-benar tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Sebenarnya yang ia lakukan itu semuanya salah, tetapi harus bagaimana lagi ia pun tidak bisa melawan hawa nafsunya itu. Bagaimana bisa ia sampai terpesona dengan ketampanan bosnya itu. Bagaimana bisa dirinya mengharapkan sebuah balasan dari kecupan singkat itu. Walaupun pada akhirnya ia sadar dengan sebuah kenyataan yang ada. Tapi, ia benar-benar merasa begitu sangat bersalah sekali, ia tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat bersalah. Apa yang harus ia lakukan Dan apakah ia harus bercerita kepada suaminya mengenai kejadian tadi itu."Sayang." Gio langsung memeluk sang istri. Mengob
Wajah Bu Layla memerah mendengar apa yang dikatakan Gio. Si miskin yang dikiranya bodoh malah melawan dirinya.Dirinya kira si Gio tidak bisa berargumentasi dan tentu saja akan terus-terusan menurut, tetapi sayangnya lelaki itu bisa melawan."Halah sudahlah kalian jangan bertengkar. Saya mau Zea yang menjadi istri ke empat saya!" Juragan teh sudah tidak mau lagi melihat drama seperti itu. Maka ia langsung saja mengatakan hal tersebut, buang-buang waktunya saja."Heh tua Bangka! Sudah tua jangan mikir nikah saja, memang mereka berhutang berapa sampai Anda mau mengambil istri saya?" Geo sudah benar-benar merasa begitu sangat murka melihat wajah juragan teh saja sudah benar-benar tua bengkak, tetapi kelakuannya seperti seorang pujangga saja.Zea ketakutan melihat beberapa preman yang di bawa juragan teh, tapi dirinya pun malah fokus dengan sang suami. Cara marah dan bicara seperti itu malah membuatnya seperti bukan suaminya tapi malah mirip dengan bos besarnya. "Astaga." Zea kembali m
Setelahh mendapat uang, juragan teh pun tersenyum semringah.Walaupun Zea tidak menjadi istrinya setidaknya uangnya itu bisa kembali lagi. Dan kekayaannya pun akan bertambah-tambah lagi. Ia kira pemuda buruk rupa itu hanya omong kosong belaka, ternyata Gio menempati ucapannya. Alan tidak bodoh, dia pun meminta untuk Gio memotret dirinya dengan juragan teh."Dan satu lagi saya membuat sebuah surat perjanjian, mengenai hutang piutang ini semuanya sudah lunas dan jika di kemudian hari pak Rangga masih mengganggu Zea maka saya tidak akan segan-segan membawa kasus ini ke ranah hukum."Sesuai instruksi yang memang telah diberikan oleh Gio sebelumnya, Alan melakukan dengan begitu sangat baik. Memotret dan juga sebuah surat perjanjian itu adalah bagian rencana yang dibuat oleh Gio karena. Lelaki itu tidak mau jika sampai istrinya diganggu oleh juragan teh terus-terusan. "Ya ya baiklah." Juragan teh itu juga terlihat begitu sangat kesal, di sini dirinya seperti tidak memiliki harga diri kare