Suasana kantor sepertinya sedang tidak bersahabat lagi. Apalagi santer terdengar Zea yang memanfaatkan fasilitas kantor untuk bulan madu. Hal itu tidak benar dan sangat disayangkan beberapa oknum. Zea merasa kesal, kalau saja bukan suaminya yang muncul dan membuat gaduh, pastinya tidak akan terjadi seperti ini. Zea duduk di mejanya, Aleta muncul dengan wajah datar. "Kamu masih bisa santai mendegar gosip tentang kami?" tanya Leta. "Aku harus bagaimana?" tanya Zea menaikan bahu. "Enggak takut di pecat?" tanya Aleta. "Kalau aku dipecat pun aku masih bisa makan. Punya suami, enggak kaya kamu ngejar suami orang!" Zea bangkit dan membawa beberapa berkas menuju ruangan sang suami. "Suami orang? Heh Zea, maksud kamu apa?" Aleta mencoba mengejar Zea yang sudah masuk ke dalam ruangan Gior, sang bos. Aleta mematung saat pintu langsung tertutup. Dia tahu jika pak bos nya tak suka dengan orang yang datang saat dirinya sedang ada tamu. Terpaksa Aleta kembali ke ruangannya. Sementara, Zea su
"Pak Mansyur?" Gior kaget saat Zea muncul bersama dengan ayahnya. Sungguh pemandangan yang sangat langka saat ini. Tidak seperti biasanya keduanya sangat jarang terlihat bersama di rumah. Namun, kini malah keduanya bersama di lantai ini."Pak Gior," sapa Pak Mansyur. "Eh iya, Pak Mansyur. Kok bisa bareng sama Zea?" tanyanya pura-pura tidak tahu. Pak Mansyur menatap Zea, lalu tersenyum pada Gior. "Zea ini anak saya," ujarnya. Sebuah keajaiban yang di dengar Gior saat ini. Wajahnya terlihat bingung dan sesekali melirik ke arah Zea berharap akan mendapatkan jawaban dari keanehan yang sedang terjadi. Bukan aneh, tapi jarang bahkan pka Mansyur mengakui jika Zea adalah anaknya. "Oh, anak Pak Mansyur." Ketegangan di antara mereka terhenti saat Pak Abdullah datang. Arga mempersilahkan mereka masuk ke ruangan Gior karena ada hal yang akan di bicarakan oleh Pak Abdullah. Pak Mansyur duduk di sofa bersama Pak Abdullah. Ayah dari menantu Pka Mansyur itu datang karena pembatalan sepihak. "
"Anak kurang ajar!"Wajah Farhat menjadi sasaran saat pak Abdullah sadar. Pria tua itu sangat mengutuk perilaku anaknya hingga membuatnya kehilangan kontrak yang sangat besar. Bagaimanapun, dia membela Farhat dan memohon padanya tetap saja dia tak bisa merubah semuanya. Dirinya sangat kesal sekali, di usia tua seperti ini seharusnya menikmati kekayaan dengan tenang atas jerih payahnya semasa muda justru sekarang ia Tengah meratapi nasib buruknya. Bagaimana bisa justru saat melakukan semua itu dan titik iya benar-benar tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada dirinya bahkan atas apa yang sudah dilakukan oleh putranya itu. Kesalahan apa yang sudah dilakukan anaknya sampai-sampai justru mereka kehilangan kontrak yang begitu sangat besar. Dirinya benar-benar tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada anaknya itu. Sudah berusaha mati-matian pun ia tidak bisa melakukannya titik-titik mendapatkan kontrak yaitu terasa begitu sangat berat sekali. Ia benar-benar begitu sangat pusing
"Saya harus ikut campur karena ini urusan istri saya. Sejak awal saya tekankan jangan pernah menggangu Zea atau kalian saya buat hidup susah!" Suara barintan itu begitu sangat menggelegar yang sejak tadi menatapnya benar-benar bukan seperti Gio yang menikahinya. Namun, seperti bosnya yang sangat menyebalkan itu, seandainya saja ia belum mengetahui semua kenyataan tersebut mungkin ia akan menganggap itulah sisi di balik suaminya tersebut. Namun, sekarang dirinya sudah mengetahui semua itu dan ia hanya bisa menyaksikan semuanya saja.Gio benar-benar merasa begitu sangat murka dengan apa yang dilakukan oleh mereka semua menurutnya kali ini mereka semua tidak berhak untuk ikut campur dan juga mengatur kehidupan dari Zea. Apalagi sekarang status dia sudah memiliki suami, maka dari itu dirinyalah yang lebih berhak mengurus istrinya dibandingkan mereka orang-orang toxic itu."Cih, orang miskin kayak kamu bisa apa hah?" Masih angkuh Bu Layla menghina Gio. Bu Layla benar-benar merasa begitu
Akhirnya mereka semua keluar dari rumah pak Mansyur. Hari itu sang ayah memang tak di rumah karena sedang ada kerjaan di luar kota. Namun, pria tua itu sudah memberikan kunci rumah sewaan yang diberikan pada Zea. "Cukup bagus selera ayahmu," ujar Gio saat memasuki halaman rumah. Dirinya tidak menyangka jika ayah mertuanya itu memiliki selera yang bagus juga. Ia kira akan dicarikan rumah sewaan yang kumuh ataupun jelek, ternyata dirinya yang terlalu berpikir negatif tentang Pak Mansyur, buktinya saja Pak Mansyur mencarikan rumah sewaan yang cukup bagus dan baik sekali."Ayah memang seleranya bagus. Walau hanya rumah sewaan, tapi lumayan kan dari pada tinggal di rumah megah kamu." Zea melirik ke arah sang suami. "Coba kamu bawa koper itu aku tidak bisa membawanya."Gio benar-benar merasa begitu sangat senang, walaupun ia memang tidak terbiasa melakukan pekerjaan itu tanda kumat tetapi diminta tolong oleh istrinya benar-benar membuat ia merasa begitu sangat senang. "Kan enak coba dar
Outlen 9"Apa kamu sedang memikirkan sesuatu untuk membuat Sella menderita?" tanya Zea. Sepertinya Zea bisa menebak isi pikiran dari suaminya itu. Melihat Gio dirinya sangat yakin pasti suaminya itu tidak akan tinggal diam apalagi saat saudara tirinya itu menghina Gio dengan benar-benar sangat keterlaluan. Dirinya saja begitu kesal, apalagi Gio yang dihina-hina seperti itu terlebih lagi Gio memiliki kekuasaan, pasti dia bisa melakukan apapun."Aku bukan sedang memikirkan, tapi akan membuat Sella bernasib sama seperti Dara." Gior terlihat sangat serius apalagi mereka semua membuat istrinya begitu menderita. Dirinya akan memberikan pembalasan yang setimpal. Ia tidak mau jika sampai mereka semua bisa berbahagia di atas penderitaan istrinya. Gio tidak akan pernah bermain-main, jika ia memiliki sebuah rencana, maka ia akan menjalankannya.Awalnya dia meragukan ayah kandung Zea, tapi dengan adanya dia memberikan rumah kontrakan padanya itu sudah cukup membuktikan jika ayah kandung Zea sud
"Mama terlalu memanjakan Kak Dara. Gara-gara itu kepercayaan Papa pun hilang pada kita. Aku engak mau jadi tulang punggung, Papa pelit sama mama. Mama Minta uang aku terus," cecar Sella. Sella benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran ibunya itu. Dirinya tidak mau menanggung beban keluarga lagi, karena ibunya yang membiarkan hasil dari rumah ini. Dirinya benar-benar tidak akan pernah mau untuk menggantikan tugasnya itu. Salah siapa sang ibu selalu membelanjakan kakaknya sampai-sampai berikan satu miliar seperti itu."Kamu kok begitu, Mama ini mama kamu. Apapun pun mama berikan buat kamu, durhaka kamu ya!" Bu Layla marah pada Sella dan tak terima dengan perkataan sang anak. Harusnya Sella berbakti padanya, tapi malah perhitungan saat dia meminta uang. Padahal dulu apa-apa selalu dirinya berikan untuk anak-anaknya itu, ia benar-benar sangat tidak menyukai hal tersebut. Seharusnya anaknya itu mau mengerti dengan seperti ini. Bahkan, kini Dara pun malah susah dimi
"Kakek datang untuk memberi tahu untuk tidak asal membuat keputusan. Dengan alasan apa kamu memutuskan sepihak perusahaan Pak Abdul?""Jadi itu? Apa urusan kakek?""Anak ini!" Sang kakek terlihat marah lalu mengangkat tongkatnya hendak melempar ke arah Gio. Namun, tak jadi karena Sasy tiba-tiba muncul. "Kakek, jangan." Sasy berujar dengan manja. Bak penyelamat Gio, wanita itu pun tersenyum pada Gio berharap mendapat simpati. Sayangnya Gio tak membalas senyuman itu. Sasy pun kembali berinteraksi dengan Kakeknya Gio. "Ke, jangan marah-marah. Gior itu tidak bisa di kasari," ujar Sasy. Dia mencoba kembali menarik simpati sang kakek. "Kamu membela dia karena kamu cinta sama dia. Tapi bagaimana pun dia tak bisa seenaknya melakukan pembatalan kontrak yang sudah ditanda tangani." Lagi sang kakek berbicara. Gio menatap tak suka pada Sasy. Masih berani sekali wanita itu muncul dihadapannya setelah apa yang dia lakukan. Muak, itu yang ada dipikiran Gio. "Jika tak ada yg dibahas lagi, aku