Share

Pilih Kasih

Zea bingung dengan suaminya, mungkin Gio tidak mau dirinya terlalu lelah dengan pekerjaan baru. Namun, Zea mencoba menangkan suaminya jika dirinya akan baik-baik saja dan tidak lelah.

Demi mendapatkan tambahan uang, bahkan agar tidak di hina terus menerus. Jika dia bekerja di tempat bagus pun mungkin gaji akan lebih besar.

"Mas, kenapa?" Zea bertanya karena melihat wajah Gio yang berbeda.

"Eh, enggak. Kaget aja, bukannya itu kantor besar, kamu mau melamar mau menjadi apa?" tanya Gio.

Sedikit masam, Zea pun malah terdiam. Mendengar ucapan suaminya membuat dia sadar jika memang gedung besar itu tempat orang pintar dan berpendidikan tinggi. Mungkin, dirinya hanya pantas menjadi SPG di mall saja. atau buruh cuci Seperi yang sering di katakan oleh keluarganya.

Zea tidak jelek, hanya saja mereka selalu meremehkannya.

"Kok masam, maksud Mas enggak merendahkan kamu. Tapi, hanya bertanya apa ada lowongan juga buat Mas. Kali aja Mas yang kerja kamu tetap jaga toko di mall," ujar Gio.

Wajah yang masam kini berubah tersenyum, Zea pikir suaminya tidak percaya dengan dirinya. Ternyata Gio pun ingin mencari pekerjaan, lalu penghasilan mereka berdua bisa banyak.

Mungkin Gio bisa menjadi satpam atau OB di gedung itu pikir Zea.

"Oh, nanti aku tanyakan ya. Kamu jalan sana sudah siang." Zea mengingatkan.

"Oh, iya."

Gio pun pamit tanpa izin dengan kedua orang tua Zea karena sang istri mendorongnya cepat ke ambang pintu.

Zea niat kembali ke kamar bersiap untuk mandi, Dara sudah menghampirinya lagi.

"Zea, kamu enggak usah capek-capek kerja di gedung, mending kamu jadi baby sitter aja setelah anak aku lahir," ujar Dara.

Zea menatap heran, suka seenaknya saja bicara pikir Zea. Mana mungkin dia mau merawat anak hasil perzinahan kakaknya dengan mantan kekasihnya dulu. Melihat Dara saja dia sudah muak. Apalagi mengurus anaknya yang membuat dirinya ditinggal begitu saja oleh Farhat.

"Kamu bayar aku mahal pun aku enggak Sudi!"

"Belagu banget kamu!"

Zea pun langsung melangkah ke kamar untuk bersiap. Namun, sejenak dia duduk di tepi ranjang sembari mengelus dada. Kembali air matanya luruh di pipi, kesekian kali dia mengingat perselingkuhan kekasihnya dengan sang kakak.

Detak jantungnya berdegup begitu kencang, ia menggeleng untuk melupakan kenangan itu.

"Aku enggak boleh ingat itu."

Gegas dia pun masuk kamar mandi dan bersiap untuk pergi kerja.

***

Zea terburu-buru untuk berangkat kerja. Saat keluar dari kamar dia menabrak Dara yang membawa piring nasi dan jatuh berhamburan ke bawah.

"Aduh, Dara! Punya mata enggak sih kamu?" Seperti Biasa Dara menggerutu kesal. Wanita hamil itu sudah menunjukkan taringnya saat melihat nasi yang di piring sudah berpindah ke lantai.

"Beresin enggak, terus ambilin yang baru. Itu buat Fathan tahu enggak?"

"Aduh, aku enggak ada waktu." Zea mencoba melangkah tapi Dara mendorongnya.

"Astaga, Dara. Kamu ini lagi hamil, bisa saja aku mendorong kamu. Bisa enggak sih jangan jahat-jahat," ujar Zea.

"Non Dara, biar bibi saja yang bereskan. Non Zea takut kesiangan."

"Enggak usah bi. Aku maunya dia."

Zea sudah melirik ke sekeliling, sepertinya susah jual dia melawan. Bala Bantuan Dara terlalu banyak, akhirnya mau tidak mau dia pun mengambil sapu membersihkan juga pel lantai. Lalu, dia kembali mengambil nasi untuk Fathan.

"Sudah kan?"

"Hmm, goodlah. Kayanya cocok deh kamu jadi pembokat, cewek kaya kamu enggak pantes kerja di mall. Dandan kaya gini, mau jadi wanita penggoda apa?" Dara dengan luwesnya menghina Zea.

"Jangan bicara kamu, hati-hati lagi hamil. Apa yang kamu katakan ke aku bisa saja menimpa anak kamu!"

"Kamu mengancam aku hah?" Tidak segan Dara menjambak rambut Zea.

"Dara lepas, kamu mau aku mendorong kamu hah?"

"Zea sudah!"

Dara melepaskan tangannya dari rambut Dara, dia pun sudah tak bisa menahan sabar.

"Kamu enggak usah banyak omong. Aku memang jelek, kalau pun aku harus bekerja menjadi pembantu enggak masalah itu pun halal. Dari pada kamu, hanya merebut milik orang. Hamil pun hasil Zina!"

Sebuah tamparan mengenai pipi Zea, Bu Layla tidak terima sang anak di hina. Lagi, tamparan kedua mengenai pipi kiri Zea.

"Enggak sekalian saja kalian bunuh aku dari pada kalian menyiksa aku Hah? Kalian itu perusak kebahagiaan aku, kalau kalian engga ada di sini semua enggak akan menjadi neraka bagi aku!"

"Zea!" Kini sang ayah yang ikut berteriak.

Serasa di keroyok, Zea pun tidak peduli dengan teriakan sang ayah.

"Apa Zea salah ayah? Semua salah ayah yang membawa wanita jahat dan anak-anaknya ke rumah mama. ini rumah mamaku dan peninggalan mamaku. Bukan rumah Papa!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status