"Kamu sudah bisa bekerja sekarang," ujar Bu Sena, HRD perusahaan itu. "Sekarang?" Zea merasa tidak percaya karena baru saja di pecat malah mendapatkan pekerjaan baru. "Kebetulan kami belum mendapatkannya orang baru. Kamu bukan ditempatkan di resepsionis depan , tapi kamu kami tempatkan di bagian resepsionis depan ruangan Pak Gior." Pak Gior, siapa lagi pikir Zea. Namun, dia tak peduli hal itu. Yang terpenting adalah dia bekerja dan bisa gajian untuk membayar hutang. Zea tersenyum lalu bangkit dari tempat duduknya. "Ze, tunggu.""Iya, Bu.""Besok kalau bisa kamu beli baju baru karena Pak Gior itu tidak suka perempuan yang memakai baju sederhana. Lalu, wajah kamu juga jangan natural, Pak Gior juga enggak suka." "I--iya. Bu." "Kamu mau ke mana Zea?" tanya Bu Sena."Saya mau ke ruangan kerja," jawab Zea. "Kamu memangnya tahu?" tanya Bu Sena lagi. "Eh, iya. Maaf, Bu."Zea tidak habis berpikir jika sebenarnya dia sedang bingung. Bagaimana bisa dia membeli baju bagus dan make up den
"Pa Gior itu perfeksionis. Bagi dia harus sempurna, makanya dia belum menikah juga padahal usianya 30 tahunan. Sudah matang, tapi ada yang bilang dia katanya enggak suka perempuan," ujar Debi. Zea membayangkan pria yang bernama Gior, saat melihatnya memang sangat tampan. Bahkan sempat jadi perbincangan dirinya dan Nur saat itu. Jadi, dia akan berhadapan dengan perjaka tua yang sangat sempurna, pikirnya. "Apa dia galak?" tanya Zea. "Atau mesum gitu kata yang di novel, CEO kaya yang suka banyak perempuan." "Ze, kamu enggak dengar tadi aku bilang kemungkinan enggak suka perempuan.""Kok bisa kamu bicara kaya gitu?" "Banyak perempuan yang mendekati dia, bahkan Aleta sekertarisnya saja sudah berulangkali menggodanya, tapi selalu gagal. Apa coba nanya jika bukan tidak normal?" Zea tertawa, bagus pikirnya jika dia tak suka perempuan. Kemungkinan dia aman dan tak akan digoda pria itu. Perbincangan mereka terhenti saat makan siang datang. Zea hanya memesan nasi rames dan air putih dingin
"Maaf, Pak. Tadi Pak Agra meminta di ambilkan teh, belum sampai ruangannya, saya terpeleset. Saya ambil pelnya dan ada telepon jadi saya taruh. Sebentar saya ambil," ujar Zea. Baru satu langkah, Gio sudah menahan lengan Zea. "Ini bukan pekerjaan kamu, telepon saja OG dan kamu jangan sekali pun membuat minum untuk Agra. Yang kamu layani di sini hanya saya, dan tidak untuk karyawan lain termaksud Agra dan Aleta! Mengerti?" Suara Gio semakin meninggi. Bagaiman pun, Zea merasa jantungnya seperti akan copot. Baru satu hari bekerja sudah dibuat tak betah. "Me--mengerti, Pak."Gio masuk ke ruangannya dengan langkah cepat, lalu dia menghubungi Bu Sena untuk datang ke ruangannya. "Kenapa hari ini sial sekali! Belum lagi kenapa Bu Sena menempatkan Zea di depan ruanganku? Bagaimana aku bisa fokus?" Gio bergumam sendiri. Tidak lama Bu Sena datang dan menghadap Gio. Wanita yang sudah lama bekerja di HRD PT Angkasa. "Ada apa Pak Bos?" Bu Sena langsung bertanya. Dirinya berpikir tidak ada yang
Zea pulang ke rumah dengan membeli mie rebus dua bungkus. Dia berharap suaminya pulang, tapi sejak semalam ponselnya tak bisa dihubungi. Rasa lapar pun lenyap memikirkan ke mana dan bagaimana bisa tukang rokok di dekat pembangunan gedung mengatakan tidak ada pekerja di sana dan sudah beberapa Minggu tak ada pekerja. Langkah Zea terhenti saat melihat Farhat di depan gerbang. Sepertinya dia mau ke luar membeli sesuatu. Namun, terhenti saat miajt Zea memasuki gerbang. Zea berusaha melewatinya, tapi pria itu menahannya. "Lepas!" Zea berontak tak Sudi tangannya di sentuh pria berengsek seperti Farhat."Jangan judes gitu sih. Aku mau bicara," ujar Farhat. "Kamu lupa kalau kita dulu saling cinta?" Farhat tersenyum kali ini setelah beberapa lama tak pernah menampakkan senyum itu. Iya, setelah Zea menikah dengan Gio. Farhat ingin sekali merusak pernikahan itu karena dirinya tak terima Zea begitu cepat mendapatkan penggantinya. Tapi, dia tidak sadarkan diri jika dirinya yang membuat kesalah
"Kenapa?" tanya Gio. Zea mengernyitkan dahi, apa mungkin? Zea berpikir keras jika memang aroma tubuh Gio itu pernah diendusnya. Zea menggeleng, mana mungkin pikirnya. Aroma ini sama persis dengan aroma tubuh Bosnya di kantor. Pak Gior yang tadi begitu dekat dengannya, hingga dirinya bisa mencium aroma parfum milik pria itu. "Kenapa, Sayang?" "Mas mandi dulu deh, biar segar," ujar Zea. Gio tersenyum, sebenernya dirinya sudah mandi tadi sewaktu akan pulang ke rumah Zea. Namun, mungkin pikiran sang istri dirinya memang benar-benar baru pulang bekerja. Agar meyakinkan Zea, Gio pun beranjak ke kamar mandi. Beruntung kamar mandi mereka berada di dalam kamar. Zea duduk menunggu Gio selesai mandi, dia kembali mengingat perlakuan Bosnya itu. Lalu, sedikit berandai-andai jika .... Zea kembali menggeleng. Dia tidak mau mengecewakan Gio, suaminya. Walau berwajah tidak tampan, tapi Gio ternyata bertanggung jawab padanya. Bukti tanggung jawab Gio adalah membelanya dan memberi uan
"Pa, Ma, apa benar rumah ini bukan milik kalian?" tanya Dara. Kedua orang tua Dara saling menatap. Apa yang akan di katakan oleh mereka, selama ini mereka menutup semua tentang rumah juga harta milik Zea. "Jangan dengarkan Zea, kalian kembali makan saja. Jangan dengarkan apa katanya." Bu Layla meminta Dara membawa Farhat keluar. Dia takut sang menantu tahu lebih banyak. Dara pun mengajak sang suami keluar dari rumah. Sementara, Zea berboncengan motor dengan suaminya. Gio berhenti di sebuah tukang bubur. Mereka makan lebih dahulu sebelum Zea masuk kantor. "Ze, benar rumah itu milik mama kamu?" "Iya, harusnya mereka tahu diri.""Kenapa mereka malah jahat sama kamu?"Zea hanya mengangkat bahu. Sejak awal menikah dengan wanita baru, sang ayah pun berubah menjadi tak sehangat dulu. "Bukan hanya harta mama yang mereka ambil, tapi kehangatan Ayah. Bahkan, mereka memanggil ayahku dengan sebutan Papa. Katanya enggak mau sama kaya aku. Sampai Farhat pun Dara rebut." Zea mengaduk-aduk bu
Gio menatap pria tuanya yang sering menghinanya. Bahkan, kini mereka malah berharap jika saham akan diberikan pada mereka. Jangan harap dirinya akan memberikan begitu saja investasi yang banyak. Lalu, bergantian dia menatap rekan bisnis lamanya. Pak Abdul, dia kira pria itu adalah pria baik hati yang ramah pada semua orang. Nyatanya, malah sejenis dengan Pak Mansyur. Atau memang dia tidak tahu siapa besannya itu. "Pak Gior, apa kabar?" tanya Pak Abdul menjabat tangannya. "Tentunya baik." Seulas senyum terpancar di bibir Gio. Gio pun menoleh ke arah Pak Mansyur.Pak Abdul memperkenalkan Pak Mansyur lalu mengatakan jika mereka adalah besan. Pak Mansyur hendak menyalami tangan Gio, tapi dia ingat saat pria tua itu menghinanya. "Tak usah bersalaman. Saya tidak terbiasa dengan orang baru yang tidak saya kenal lama," ujar Gio.Pak Mansyur menarik tangannya lagi pria itu merasa di permalukan. Pak Abdul merasa tidak enak dengan apa yang di lakukan Gio. Namun, mereka tak bisa berkata apa p
Gio menarik napas panjang, pertanyaan Arga membuat pria itu bimbang. Apa harus semakin banyak orang tahu jika Zea adalah istrinya. Wanita yang tidak sengaja dia nikahi saat genting kala itu."Katakan, Gior. CEO PT Angkasa. Ada apa Big Bos ini sampai semarah ini? Zea, siapa dia?" "Dia istriku."Arga sontak terkesiap mendengar penjelasan dari sang bos besar. Mana mungkin, hal sepenting itu dirinya tidak tahu. Lalu, bagaimana bisa pria dingin yang terkenal dengan gosip tak suka dengan wanita ternyata sudah menikah dengan wanita yang sama sekali jauh dari pikirannya."Kamu gila!" teriak Arga."Iya mungkin aku gila. Aku pikir, semua akan berakhir setelah itu. Namun, saat aku masuk ke kehidupan Zea, aku tidak bisa keluar begitu saja.""Astaga." Arga menepuk jidatnya mendengar apa yang di katakan Gio. Gio pun membanting tubuh di sofa dengan tangan memijit keningnya yang mulai terasa pening. "Ceritakan bagaimana bisa?" Arga duduk di samping Gio, pria itu benar-benar menunggu jawaban darin
"Maksud kamu apa?" Bu Layla panik dengan ucapan Gior. Kekhawatiran mulai terlihat jelas di wajahnya.Tanpa berkata apa pun lagi, Gior mulai membuka kedoknya. Dia dengan tenang melepaskan tompel yang menempel di pipinya, kemudian membenarkan rambutnya, dan membersihkan wajahnya dari semua penyamaran. Dalam sekejap, sosok yang selama ini dianggap sebagai "si miskin" berubah menjadi pria elegan dengan aura otoritas.Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mata mereka terpaku pada Gior. Mereka terkejut melihat perubahan drastis dari pria yang selama ini mereka remehkan."Ti-tidak mungkin si miskin itu adalah Pak Gior," ucap Sella dengan suara gemetar. Gadis itu merasa tubuhnya memanas dan dingin bersamaan, terutama setelah mengetahui bahwa dia baru saja mencoba menghancurkan Zea, istri seorang CEO.Dara, yang berdiri di sampingnya, tampak lebih terkejut. "Ma, ini enggak mungkin, kan?" tanya Dara dengan suara lemah pada Bu Layla, yang juga sama bingungnya.Pak Abdullah dan Farhat, yang sela
Pak Abdullah, dengan wajah penuh ketidakpercayaan, menghampiri Pak Wicaksono. "Pak, tidak salah dengar?" tanyanya, masih terkejut bahwa Pak Mansyur, yang dianggapnya hanya seorang pengusaha kecil, mendapatkan kontrak saham dengan perusahaan besar yang sebelumnya membatalkan kontrak mereka.Pak Wicaksono, dengan tenang, menatap Pak Abdullah. "Tidak, memang benar. Ada apa memangnya?" tanya Pak Wicaksono dengan nada datar, seolah tak terpengaruh oleh kekhawatiran Pak Abdullah.Pak Abdullah tak mau menyerah begitu saja. "Perusahaan Pak Mansyur itu masih kecil, Pak. Kemungkinan besar tidak akan memberikan benefit tinggi. Lebih baik batalkan saja dan bekerja sama dengan perusahaan saya, yang jelas-jelas sudah besar dan mapan," katanya, mencoba meyakinkan Pak Wicaksono sambil meremehkan kualitas perusahaan Pak Mansyur.Saat itu, Gior, yang mendengar percakapan mereka, menghampiri kakeknya. Dengan senyum kecil di bibirnya, ia tertawa pelan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "P
Farhat menepis tangan Gior dengan kasar, lalu menepuk-nepuk kemejanya seolah jijik setelah disentuh oleh Gior. "Orang miskin tidak pantas di sini," katanya dengan nada penuh kebencian. "Satpam, usir mereka!" titahnya, seperti merasa dirinya pemilik acara dan berkuasa penuh atas tempat itu.Suasana semakin panas ketika Sella, yang sepertinya sengaja ingin memicu keributan, muncul dengan sebuah rencana liciknya. Dengan sengaja, dia menunjukkan foto-foto yang memfitnah Zea dan Pak Gior sedang bersama, mencoba menciptakan kesan bahwa mereka berselingkuh."Ini dia buktinya!" seru Sella dengan penuh semangat, memamerkan foto-foto itu kepada orang-orang di sekelilingnya. "Wanita ini munafik! Sudah punya suami, tapi malah berselingkuh. Dasar murahan!"Kerumunan mulai bergemuruh, desas-desus dan tatapan merendahkan mengarah kepada Zea. Namun, sebelum tudingan Sella semakin menggila, tiba-tiba Pak Mansyur, ayah Zea, muncul dari kerumunan. Dengan wajah penuh kemarahan, dia berdiri di depan Zea u
Setelah suasana mulai mencair, Pak Wicaksono keluar dari ruangan Gior dengan ekspresi yang sulit ditebak. Di luar, tampak Aleta, salah satu karyawan, berdiri menunggu dengan gelisah. Desas-desus tentang hubungan terlarang antara Zea dan Gior telah beredar dengan cepat, dan Aleta, yang sudah lama mencurigai sesuatu, tak sabar ingin tahu kebenarannya.Begitu Zea keluar dari ruangan, Aleta segera menghampirinya. "Zea, jadi benar kamu dan Pak Gior selingkuh? Ih, gila kamu! Sudah punya suami, masih saja menggoda bos kamu. Dasar murahan!" tuding Aleta dengan nada penuh kebencian.Zea menghentikan langkahnya, lalu menatap Aleta tajam. "Stop mengatakan aku murahan," balas Zea dengan tenang tapi tegas. "Jaga bicara kamu, atau aku akan meminta Pak Gior memecat kamu. Sama seperti aku meminta Pak Gior memutuskan kontrak dengan Pak Abdullah." Sebuah senyum kecil terlihat di bibir Zea, penuh kepastian.Aleta terkejut dengan respons Zea. Dia tak menyangka bahwa Zea, yang biasanya tampak pendiam dan
Pak Wicaksono merasa kecewa bukan karena cucunya, Gior, sudah menikah, melainkan karena Gior tidak terbuka sejak awal. Dengan nada marah tapi tegas, Pak Wicaksono menegur Gior atas kerahasiaannya."Aku hanya takut kakek tidak merestui," ujar Gior, dengan nada rendah.Pak Wicaksono menggeleng pelan, merasa kesal dengan alasan cucunya. "Kamu ini benar-benar membuat onar, Gior. Bereskan kabar miring yang sudah tersebar di luar. Kalau kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu, selesaikan semuanya. Jangan lari dari tanggung jawab."Gior mengangkat dagu dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Zea disalahkan. Pak Wicaksono, kakeknya, menatap Zea dengan tatapan penuh pertanyaan. Dia merasa heran dengan menantunya yang memilih bekerja di perusahaan suaminya, padahal dengan statusnya sebagai istri cucunya yang kaya raya, seharusnya Zea bisa menikmati hidup dengan lebih santai tanpa perlu terlibat dalam urusan bisnis keluarga."Katakan, permainan apa yang sedang kalian maink
Situasi itu tak di sangka membuat Gior dan Zea tertangkap basah. Apalagi ada info yang menyudutkan mereka. Kedatangan sang kakek pun tak lepas membahas masalah itu. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika ternyata apa yang keduanya lakukan justru kini menjadi bumerang besar. Ia tidak tahu jika Aleta melihat hal tersebut bahkan bukan hanya aletta yang melihat tetapi kakek dari Gio juga melihat apa yang mereka berdua lakukan. Ya sudah benar-benar merasa bingung dirinya tidak bisa memikirkan alasan yang tepat apalagi orang-orang di kantor ini mengetahui jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bertompel. Semua orang tidak mengetahui jika lelaki bertompel itu adalah Gio. Masa iya dirinya dikira selingkuh dengan suaminya sendiri? "Kalian berdua, saya tunggu di dalam!" titah sang kakek. Zea dan juga Gio hanya saling memandang, keduanya tidak banyak bicara daripada berdebat di hadapan semua orang lebih baik menurut. Gio benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Mere
Gior menghubungi Agra untuk mempersiapkan semua berkas yang akan di buat meeting siang ini. Dirinya akan hadir dan memberikan beberapa saham pada Pak Mansyur. Mungkin bukan saham besar, tapi saham kecil yang mungkin nanti akan menjadi besar. Dirinya tidak tega melihat perusahaan sang mertua yang sudah berada di ujung tanduk itu. Bagaimanapun juga ia ingin menjadi menantu yang baik dan walaupun Pak Mansyur tidak mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi geo memang benar-benar berniat ingin membantu mengembangkan perusahaan milik ayahnya itu. Melihat Pak Mansyur yang sudah berubah menjadi baik kepada dirinya dan juga sang istri membuat hati Gio benar-benar sangat tergerak sekali.Setelah itu, Gio pun bersiap untuk pergi ke perusahaan. Dengan alasan akan makan siang. Sepertinya hanya alasan itu yang sangat masuk akal tidak mungkin jika dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bisa-bisa sang ayah mertua akan sangat sok sekali mendengar apa yang dirinya katakan tersebut."Yah, aku m
Pagi hari menjelang siang, Pak Mansyur dan Gio sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan. Zea juga sudah siap ke kantornya, setelah itu Gio mengirim pesan pada Arga untuk meng-handle semua urusan di kantor untuk beberapa hari. Pokoknya dirinya menginginkan jika tidak akan ada masalah baru dan masalah-masalah lainnya yang akan menghambat semuanya. Dirinya ingin berperan sebagai menantu yang baik, melihat mertuanya yang sudah hampir putus asa benar-benar membuatnya merasa begitu sangat kasihan sekali.Gio pun sampai di perusahaan sang mertua. Memang sudah sepi tak banyak karyawan yang setia. Rasanya benar-benar sangat miris melihat perusahaan Pak Mansyur yang berada di ujung tanduk ini, menurutnya Pak Mansyur orang yang mudah dibohongi dan orang yang tidak mahir dalam mencari klien."Boleh saya lihat file beberapa klien?" tanya Gio pada salah satu karyawan pak Mansyur. Kebetulan saat itu mertuanya sedang menemui investor di ruangannya. Gio lebih mudah mencari tahu dan mendalami apa yang
Gio benar-benar memberikan sebuah saran kepada ayahnya, tidak mungkin jika tiba-tiba perusahaannya langsung mengajukan investasi ke perusahaan Pak Mansyur, jika tidak ada proposal yang diajukan mungkin saja Pak Mansyur akan curiga. Maka dari itu ia memilih untuk mengatakan hal tersebut. Dirinya berharap jika mertuanya mau mengajukan proposal ke perusahaannya agar dirinya bisa menyuntikkan dana untuk bisa membantu perusahaan sang mertua yang memang sudah berada di ujung tanduk itu. Pak Mansyur hanya menoleh saja ke arah sang menantu seolah-olah saran yang diberikan menantunya itu hanya berujung sia-sia saja. Mana mungkin perusahaan besar seperti Gior bisa membantu perusahaannya yang sudah hampir gulung tikar. Perusahaan-perusahaan kecil saja tidak ada yang mau menaruh saham apalagi perusahaan besar yang tentu saja mereka akan memperhitungkan tentang untung dan ruginya lebih detail lagi dan sepertinya perusahaannya tidak akan menguntungkan sama sekali untuk perusahaan Gior itu."Mana m