SUAMI WARISAN
73 – Terima Kasih
Mereka tidak ingin menghabiskan waktu lebih lama di desa yang tidak ingin mereka datangi.
Maka, malam itu Sarah, Rengganis dan Narendra kembali bertolak ke Jakarta.
Pagi sudah menjelang ketika mereka akhirnya tiba di Jakarta. Sopir mengantarkan Rengganis dan Narendra sampai gang kontrakan Rengganis.
“You enggak ada rencana untuk pindah ke apartemen gitu?” tanya Sarah sambil melongok dari jendela Alphard. Dia setengah mencibir melihat pemandangan kawasan sederhana yang ada di depan matanya.
Ugh, memalukan sekali. Masa desainer andalan rumah modenya masih tinggal di gang kecil ini?!
Anak-anak sekolah bagai semut keluar dari gang, mereka berpencar ke berbagai arah. Siap memulai hari.
Rengganis mendengus menahan tawanya, “Belum kebeli, Bos. Mendingan kontrak aja dulu dari pada di apartemen tapi sewa juga.”
Sarah bergumam, “You can use my condo
SUAMI WARISAN 74 – Satu Bar Energi “Assalamualaikum, Neng Ganiiisss ….” Sayup-sayup terdengar suara wanita dari balik pintu. Narendra menghidu aroma Rengganis lewat di dekatnya kemudian langkah-langkah kaki menuju pintu. Dia hendak bangun, namun kesadarannya belum pulih benar. Kepalanya masih berkunang-kunang dan tubuhnya lemas. Narendra memilih untuk kembali memejamkan matanya. “Waalaikum salam. Oh, Bu Entun.” Rengganis membuka pintu untuk tetangganya. Bu Entun berdiri di teras rumah bersama dengan seorang perempuan muda, “Neng, ini loh si Nita, anak ibu yang tadi ibu ceritain.” Bu Entun tersenyum bangga sembari memamerkan anak perempuan kesayangannya. Rengganis menyunggingkan senyum sambil mengulurkan tangannya, “Rengganis.” Uluran tangannya disambut oleh Nita. Rengganis menaksir perempuan ini mungkin umurnya delapan belas tahunan. Sore itu Nita memakai hot pants dan blus ngatung hingga kulit perutnya ke
SUAMI WARISAN75 – Kembali“Semua sudah siap, Nyai?” Narendra muncul di ambang pintu kamar Rengganis, dia tersenyum ketika melihat Rengganis sudah siap dengan koper-kopernya yang berat.“Aku enggak tau apa aja yang mesti dibawa, jadi aku bawa aja semuaya.” Rengganis mengusap tetes keringat di keningnya. Pekerjaan memilah dan mengepak barang ternyata tidak mudah.Alis Narendra terangkat, “Bawa semua pakaian?” tanyanya sambil melangkah masuk ke dalam kamar.Rengganis menggeleng, “Bukan pakaianku. Tapi semua contoh bahan yang aku punya dan yang aku bawa kemarin dari kantor. Dan ternyata satu koper ini isinya sampel kain semua, hahaha...!” dia menunjuk satu koper besar yang ada di lantai, kemudian tertawa, “ini pertama kalinya aku ambil cuti panjang bukan karena terpaksa. Ini pertama kalinya aku bisa ambil cuti tanpa mikirin kerjaan, tapi aku malah bersiap-siap liburan untuk dapa
SUAMI WARISAN76 – Pulang, Sekarang!Rengganis segera mendorong Narendra dari atasnya dan membisikkan perintah, “Pake celana!”Terseok-seok Narendra memakai kembali celananya sementara Rengganis mencari-cari dimana gerangan celana dalamnya. Dia mengacak-acak kasurnya, mengangkat bantal dan melemparnya sembarangan. Tapi celananya lenyap begitu saja.“Neng Ganiiisss…!”Duuhhh!! Rengganis ingin memaki namun tidak bisa. Erangan kesal yang tertahan akhirnya lepas dari mulutnya.“Nyai…!”Rengganis menoleh.Plakk!Celana dalamnya mendarat dengan mulut di wajahnya. Berengsek…! Rengganis menangkapnya sekaligus melemparkan tatapan membunuh pada Narendra.“Maaf ….” Narendra meringis, niat baiknya mencarikan celana milik Rengganis malah berbuah pelototan sebal dari perempuan itu.Huh! Rengganis memakai celana sembari memplot
SUAMI WARISAN77 – Di Bawah Tirai Hujan“Sumpah, beneran. Abis liburan di gunung, aku mau langsung pindah ke apartemen yang ditawarin sama Sarah!”Rengganis menggerutu panjang-pendek sembari menyeret kopernya yang berat menyusuri gang sempit yang tumbenan malam itu sepi.Di belakangnya Narendra mengekor tanpa bicara apa-apa, di kedua tangannya penuh dengan tas-tas Rengganis yang entah-apa isinya kok berat banget.“Naren, kamu parkir mobilnya di mana?” tanyanya setengah ketus, ketika mereka berdiri di depan gang. Rengganis celingukan mencari keberadaan mobil Narendra yang dititip pada Tukang Parkir selama dia berada di Jawa.“Di lapangan sana, Nyai.” Narendra menunjuk dengan dagunya karena kedua tangannya penuh dengan barang bawaaan.Rengganis kembali menarik kopernya yang berat menuju lapangan yang tidak jauh dari gang. Di sana terparkir beberapa mobil milik warga, salah satunya
SUAMI WARISAN78 – Tercipta UntuknyaSelama beberapa saat, mereka berdua duduk berdiam diri.Suara hujan menggantikan suara yang ada di kabin. Radio sudah tidak menerima sinyal, hanya bunyi gemerisik yang menganggu keluar dari sound speaker. Rengganis mematikan radio dan kembali cemberut.Moodnya berantakan.Rasanya dia ingin keluar dan menjerit keras-keras. Memaki-maki, mengeluarkan emosinya yang terpendam.Narendra melirik Rengganis, perempuan yang duduk disampingnya itu bagaikan gunung yang hendak erupsi. Menggelegak dalam sunyi, namun sebentar lagi pasti lavanya menyembur bersamaan dengan awan panas makian dan lelehan jeritan.Namun, sebagai lelaki jantan, Narendra tidak bisa membiarkan Rengganis tenggelam dalam emosi negatifnya, semuanya harus dilepaskan. Agar tidak mengganjal dan jadi penyakit.“Nyai.” Narendra memutar tubuhnya menghadap Rengganis dan mengulurkan tangannya, menyibakkan tira
SUAMI WARISAN 79 – Tidak Ingin Berhenti Rengganis sudah menyerahkan tubuhnya untuk Narendra. Begitu juga dengan Narendra, dia melakukan apa saja untuk Rengganis. Tidak hanya menikmati tubuh perempuan itu, namun juga memberikan kenikmatan untuknya. Seimbang. Tak ada yang merasa dieksploitasi. Tak ada yang merasa dimanfaatkan. Ini pengejawantahan kalimat ‘suka sama suka’ Semalaman, selama hujan turun membasahi bumi, Narendra dan Rengganis menikmati tubuh masing-masing dalam mobil. Ruang yang terbatas membuat mereka berpikir kreatif, setiap posisi berganti dengan cermat. Panas tubuh keduanya membuat pengap kendaraan, namun mereka tidak bisa berhenti. Tidak mau berhenti. Tubuh mereka saling melekat, tidak pernah lama merasakan jeda. Narendra tidak suka berada lama-lama di luar Rengganis dan Rengganis tidak ingin ditinggalkan oleh Narendra. Dia merasa penuh, merasa dicintai, merasa diha
SUAMI WARISAN80 – Masa TerbaikNarendra dan Rengganis cukup lama duduk di atas batu di pinggir sungai. Suara air yang mengalir terdengar menenangkan. Jika saja tidak ada panggilan perut keroncongan, mungkin mereka akan menghabiskan waktu seharian di sana.“Lain kali kita piknik di sini ya, Naren?” pinta Rengganis sambil menunduk memerhatikan langkahnya yang meniti batu demi batu agar tidak terpeleset dan jatuh ke sungai yang airnya cukup deras.Untung saja ada tangan Narendra yang kuat memeganginya, lelaki itu menyahut, “Ya, boleh.”Sepertinya Rengganis sudah mulai mengapresiasi alam di sekitarnya. Pikirannya tidak lagi penuh dengan tanggung jawab pekerjaan dan obsesinya. Sejak membuka mata, Narendra hanya menghitung satu kali Rengganis berpikir mengenai pekerjaannya, itu juga soal pola yang tiba-tiba saja muncul di benaknya gara-gara melihat bunga liar yang tumbuh di pinggir sungai, sisanya Rengganis si
SUAMI WARISAN81 – Senyum Sendu“Hey, how are you, Honey?”Sapaan dari lelaki tampan di seberang telepon membuat Rengganis tersipu malu. Dia membalas pelan, “I’m good. Kamu gimana kabarnya, Mahesa?”Tangannya sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang berada di sekitarnya. Rengganis memegang ponsel di tangan kirinya sementara dia duduk di pinggir danau beralaskan tikar tipis. Di sekitarnya ada sebuah buku sketsa dan pensil-pensil warna yang berserakan.Dia sedang menggambar pemandangan yang cantik sore ini ketika ponselnya yang akhirnya mendapatkan sinyal, menerima panggilan dari nomor Mahesa.“Lelah, capek, lemah, letih, lesu,” balas Mahesa yang diiringi tawa dari Rengganis.“Segitu capeknya?”“Yes,” balas Mahesa, suaranya memang terdengar lelah, “kemarin aku baru tiba di Jakarta and guess what? I’m having jetla