Home / Romansa / Suami Warisan / 76 - Pulang, Sekarang!

Share

76 - Pulang, Sekarang!

Author: Serafina
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

SUAMI WARISAN

76 – Pulang, Sekarang!

Rengganis segera mendorong Narendra dari atasnya dan membisikkan perintah, “Pake celana!”

Terseok-seok Narendra memakai kembali celananya sementara Rengganis mencari-cari dimana gerangan celana dalamnya. Dia mengacak-acak kasurnya, mengangkat bantal dan melemparnya sembarangan. Tapi celananya lenyap begitu saja.

“Neng Ganiiisss…!”

Duuhhh!! Rengganis ingin memaki namun tidak bisa. Erangan kesal yang tertahan akhirnya lepas dari mulutnya.

“Nyai…!”

Rengganis menoleh.

Plakk!

Celana dalamnya mendarat dengan mulut di wajahnya. Berengsek…! Rengganis menangkapnya sekaligus melemparkan tatapan membunuh pada Narendra.

“Maaf ….” Narendra meringis, niat baiknya mencarikan celana milik Rengganis malah berbuah pelototan sebal dari perempuan itu.

Huh! Rengganis memakai celana sembari memplot

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rika Fatmawati
wkwkwk yah ini kasus yg berbeda... perlulah menjatuhkan orang utk naik LBH tinggi wkwkwk ngakak so hard.. sdh mulai g rela naren dilirik org. buruan pulang nyai kebelet hihihi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suami Warisan   77 - Di Bawah Tirai Hujan

    SUAMI WARISAN77 – Di Bawah Tirai Hujan“Sumpah, beneran. Abis liburan di gunung, aku mau langsung pindah ke apartemen yang ditawarin sama Sarah!”Rengganis menggerutu panjang-pendek sembari menyeret kopernya yang berat menyusuri gang sempit yang tumbenan malam itu sepi.Di belakangnya Narendra mengekor tanpa bicara apa-apa, di kedua tangannya penuh dengan tas-tas Rengganis yang entah-apa isinya kok berat banget.“Naren, kamu parkir mobilnya di mana?” tanyanya setengah ketus, ketika mereka berdiri di depan gang. Rengganis celingukan mencari keberadaan mobil Narendra yang dititip pada Tukang Parkir selama dia berada di Jawa.“Di lapangan sana, Nyai.” Narendra menunjuk dengan dagunya karena kedua tangannya penuh dengan barang bawaaan.Rengganis kembali menarik kopernya yang berat menuju lapangan yang tidak jauh dari gang. Di sana terparkir beberapa mobil milik warga, salah satunya

  • Suami Warisan   78 -Tercipta Untuknya

    SUAMI WARISAN78 – Tercipta UntuknyaSelama beberapa saat, mereka berdua duduk berdiam diri.Suara hujan menggantikan suara yang ada di kabin. Radio sudah tidak menerima sinyal, hanya bunyi gemerisik yang menganggu keluar dari sound speaker. Rengganis mematikan radio dan kembali cemberut.Moodnya berantakan.Rasanya dia ingin keluar dan menjerit keras-keras. Memaki-maki, mengeluarkan emosinya yang terpendam.Narendra melirik Rengganis, perempuan yang duduk disampingnya itu bagaikan gunung yang hendak erupsi. Menggelegak dalam sunyi, namun sebentar lagi pasti lavanya menyembur bersamaan dengan awan panas makian dan lelehan jeritan.Namun, sebagai lelaki jantan, Narendra tidak bisa membiarkan Rengganis tenggelam dalam emosi negatifnya, semuanya harus dilepaskan. Agar tidak mengganjal dan jadi penyakit.“Nyai.” Narendra memutar tubuhnya menghadap Rengganis dan mengulurkan tangannya, menyibakkan tira

  • Suami Warisan   79 - Tidak Ingin Berhenti

    SUAMI WARISAN 79 – Tidak Ingin Berhenti Rengganis sudah menyerahkan tubuhnya untuk Narendra. Begitu juga dengan Narendra, dia melakukan apa saja untuk Rengganis. Tidak hanya menikmati tubuh perempuan itu, namun juga memberikan kenikmatan untuknya. Seimbang. Tak ada yang merasa dieksploitasi. Tak ada yang merasa dimanfaatkan. Ini pengejawantahan kalimat ‘suka sama suka’ Semalaman, selama hujan turun membasahi bumi, Narendra dan Rengganis menikmati tubuh masing-masing dalam mobil. Ruang yang terbatas membuat mereka berpikir kreatif, setiap posisi berganti dengan cermat. Panas tubuh keduanya membuat pengap kendaraan, namun mereka tidak bisa berhenti. Tidak mau berhenti. Tubuh mereka saling melekat, tidak pernah lama merasakan jeda. Narendra tidak suka berada lama-lama di luar Rengganis dan Rengganis tidak ingin ditinggalkan oleh Narendra. Dia merasa penuh, merasa dicintai, merasa diha

  • Suami Warisan   80 - Masa Terbaik

    SUAMI WARISAN80 – Masa TerbaikNarendra dan Rengganis cukup lama duduk di atas batu di pinggir sungai. Suara air yang mengalir terdengar menenangkan. Jika saja tidak ada panggilan perut keroncongan, mungkin mereka akan menghabiskan waktu seharian di sana.“Lain kali kita piknik di sini ya, Naren?” pinta Rengganis sambil menunduk memerhatikan langkahnya yang meniti batu demi batu agar tidak terpeleset dan jatuh ke sungai yang airnya cukup deras.Untung saja ada tangan Narendra yang kuat memeganginya, lelaki itu menyahut, “Ya, boleh.”Sepertinya Rengganis sudah mulai mengapresiasi alam di sekitarnya. Pikirannya tidak lagi penuh dengan tanggung jawab pekerjaan dan obsesinya. Sejak membuka mata, Narendra hanya menghitung satu kali Rengganis berpikir mengenai pekerjaannya, itu juga soal pola yang tiba-tiba saja muncul di benaknya gara-gara melihat bunga liar yang tumbuh di pinggir sungai, sisanya Rengganis si

  • Suami Warisan   81 - Senyum Sendu

    SUAMI WARISAN81 – Senyum Sendu“Hey, how are you, Honey?”Sapaan dari lelaki tampan di seberang telepon membuat Rengganis tersipu malu. Dia membalas pelan, “I’m good. Kamu gimana kabarnya, Mahesa?”Tangannya sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang berada di sekitarnya. Rengganis memegang ponsel di tangan kirinya sementara dia duduk di pinggir danau beralaskan tikar tipis. Di sekitarnya ada sebuah buku sketsa dan pensil-pensil warna yang berserakan.Dia sedang menggambar pemandangan yang cantik sore ini ketika ponselnya yang akhirnya mendapatkan sinyal, menerima panggilan dari nomor Mahesa.“Lelah, capek, lemah, letih, lesu,” balas Mahesa yang diiringi tawa dari Rengganis.“Segitu capeknya?”“Yes,” balas Mahesa, suaranya memang terdengar lelah, “kemarin aku baru tiba di Jakarta and guess what? I’m having jetla

  • Suami Warisan   82 - Mengarungi Waktu

    SUAMI WARISAN82 – Mengarungi WaktuNarendra tidak mendengarkan teriakan Rengganis.Tubuhnya terbang sesaat kemudian meluncur ke dalam air. Menyelam hingga ke dasar. Pemandangan di dalam dan luar danau sungguh berbeda.Berkas cahaya menembus permukaan air, mempercantik ekosistem dalam danau. Namun cahaya itu tidak sampai dasar danau, Narendra menyelam semakin dalam. Ikan-ikan bergerak menghindar darinya.Gelembung-gelembung air tercipta dari hidungnya, kemampuannya bernapas dalam air cukup diacungi jempol, diimbangi oleh kecepatannya berenang, dalam beberapa detik, dia sudah berada di palung terdalam danau.Tubuhnya meliuk, menghindari sebuah karang kemudian meluncur mulus ke sebuah gua yang gelap. Dia sudah hapal setiap sudut danau hingga tidak masalah dengan minimnya cahaya. Sebuah gerakan berkelebat di sekitarnya, bukan gerakan ikan, Narendra berbalik dan berhadapan dengan sesosok mahluk.Dia mengangkat alisnya

  • Suami Warisan   83 - Kaum Romantis

    SUAMI WARISAN83 – Kaum RomantisRengganis sudah menunggu di pinggir danau selama kurang lebih satu jam, namun tidak ada tanda-tanda Narendra muncul dari danau.Jantungnya sebentar lagi kolaps saking khawatirnya. Dia mondar-mandir di sepanjang sisi danau, tangannya memeluk bahunya dengan posisi menyilang. Langkah-langkah kakinya berkecipak menginjak tanah yang basah.Matahari mulai tenggelam, namun Rengganis enggan beranjak dari sana.Suaranya sudah serak, hampir habis memanggil nama Narendra. Namun si Patih oncom itu tak kunjung menyahut. Muncul ke permukaan saja tidak.Rengganis bersumpah, jika Narendra muncul, dia akan menenggelamkannya lagi!Sekalian saja enggak usah muncul lagi, Berengsek!“NAREN!” serunya lagi, urat-urat di lehernya sampai bermunculan. Tenggorokannya sakit kebanyakan berteriak, dia juga haus.“NARENDRAAAA…!”Suaranya bergema, diiringi oleh k

  • Suami Warisan   84 - Keresahan Dua Lelaki

    SUAMI WARISAN84 – Keresahan Dua LelakiAda yang salah.Sangat salah.Dia tau seharusnya dia tidak di sini.Panggilan itu berdenging di telinganya namun ototnya tak satu pun yang mampu bergerak.Narendra terpaku di tempatnya, matanya memandang sosok yang berdiri tak jauh darinya.“Kang Pitar?” sapaan lembut itu membuatnya terpana.Sudah sekian lama dia tidak mendengar nama itu disebut oleh seorang manusia. Dadanya kembali berdegup, suara itu ….“Kang Pitar, naha aya di dieu?” perempuan berkain batik itu menghampirinya dengan tanda tanya besar di matanya. Di tangannya ada keranjang belanjaan, rambutnya di sanggul di tengkuk dan pakaiannya sederhana. Tak ada polesan make up di kulitnya.(Kak Pitar, kenapa ada di sini?)Narendra terperanjat ketika menyadari dia tidak seharusnya ada di sini, “Oh.”“Kang…” perempuan yang jel

Latest chapter

  • Suami Warisan   SEKUEL SUAMI WARISAN

    KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha

  • Suami Warisan   175 - Sailendra [TAMAT]

    SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha

  • Suami Warisan   174 - Lembaran Baru

    SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan

  • Suami Warisan   173 - Terputus Kutukan

    SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan

  • Suami Warisan   172 - Perpisahan dan Kebenaran

    SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya

  • Suami Warisan   171 - Binasa

    SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.

  • Suami Warisan   170 - Hiduplah, Berbahagialah

    SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld

  • Suami Warisan   169 - Kelahiran

    SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis

  • Suami Warisan   168 - Satu Menit Saja

    SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada

DMCA.com Protection Status