SUAMI WARISAN
80 – Masa Terbaik
Narendra dan Rengganis cukup lama duduk di atas batu di pinggir sungai. Suara air yang mengalir terdengar menenangkan. Jika saja tidak ada panggilan perut keroncongan, mungkin mereka akan menghabiskan waktu seharian di sana.
“Lain kali kita piknik di sini ya, Naren?” pinta Rengganis sambil menunduk memerhatikan langkahnya yang meniti batu demi batu agar tidak terpeleset dan jatuh ke sungai yang airnya cukup deras.
Untung saja ada tangan Narendra yang kuat memeganginya, lelaki itu menyahut, “Ya, boleh.”
Sepertinya Rengganis sudah mulai mengapresiasi alam di sekitarnya. Pikirannya tidak lagi penuh dengan tanggung jawab pekerjaan dan obsesinya. Sejak membuka mata, Narendra hanya menghitung satu kali Rengganis berpikir mengenai pekerjaannya, itu juga soal pola yang tiba-tiba saja muncul di benaknya gara-gara melihat bunga liar yang tumbuh di pinggir sungai, sisanya Rengganis si
SUAMI WARISAN81 – Senyum Sendu“Hey, how are you, Honey?”Sapaan dari lelaki tampan di seberang telepon membuat Rengganis tersipu malu. Dia membalas pelan, “I’m good. Kamu gimana kabarnya, Mahesa?”Tangannya sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang berada di sekitarnya. Rengganis memegang ponsel di tangan kirinya sementara dia duduk di pinggir danau beralaskan tikar tipis. Di sekitarnya ada sebuah buku sketsa dan pensil-pensil warna yang berserakan.Dia sedang menggambar pemandangan yang cantik sore ini ketika ponselnya yang akhirnya mendapatkan sinyal, menerima panggilan dari nomor Mahesa.“Lelah, capek, lemah, letih, lesu,” balas Mahesa yang diiringi tawa dari Rengganis.“Segitu capeknya?”“Yes,” balas Mahesa, suaranya memang terdengar lelah, “kemarin aku baru tiba di Jakarta and guess what? I’m having jetla
SUAMI WARISAN82 – Mengarungi WaktuNarendra tidak mendengarkan teriakan Rengganis.Tubuhnya terbang sesaat kemudian meluncur ke dalam air. Menyelam hingga ke dasar. Pemandangan di dalam dan luar danau sungguh berbeda.Berkas cahaya menembus permukaan air, mempercantik ekosistem dalam danau. Namun cahaya itu tidak sampai dasar danau, Narendra menyelam semakin dalam. Ikan-ikan bergerak menghindar darinya.Gelembung-gelembung air tercipta dari hidungnya, kemampuannya bernapas dalam air cukup diacungi jempol, diimbangi oleh kecepatannya berenang, dalam beberapa detik, dia sudah berada di palung terdalam danau.Tubuhnya meliuk, menghindari sebuah karang kemudian meluncur mulus ke sebuah gua yang gelap. Dia sudah hapal setiap sudut danau hingga tidak masalah dengan minimnya cahaya. Sebuah gerakan berkelebat di sekitarnya, bukan gerakan ikan, Narendra berbalik dan berhadapan dengan sesosok mahluk.Dia mengangkat alisnya
SUAMI WARISAN83 – Kaum RomantisRengganis sudah menunggu di pinggir danau selama kurang lebih satu jam, namun tidak ada tanda-tanda Narendra muncul dari danau.Jantungnya sebentar lagi kolaps saking khawatirnya. Dia mondar-mandir di sepanjang sisi danau, tangannya memeluk bahunya dengan posisi menyilang. Langkah-langkah kakinya berkecipak menginjak tanah yang basah.Matahari mulai tenggelam, namun Rengganis enggan beranjak dari sana.Suaranya sudah serak, hampir habis memanggil nama Narendra. Namun si Patih oncom itu tak kunjung menyahut. Muncul ke permukaan saja tidak.Rengganis bersumpah, jika Narendra muncul, dia akan menenggelamkannya lagi!Sekalian saja enggak usah muncul lagi, Berengsek!“NAREN!” serunya lagi, urat-urat di lehernya sampai bermunculan. Tenggorokannya sakit kebanyakan berteriak, dia juga haus.“NARENDRAAAA…!”Suaranya bergema, diiringi oleh k
SUAMI WARISAN84 – Keresahan Dua LelakiAda yang salah.Sangat salah.Dia tau seharusnya dia tidak di sini.Panggilan itu berdenging di telinganya namun ototnya tak satu pun yang mampu bergerak.Narendra terpaku di tempatnya, matanya memandang sosok yang berdiri tak jauh darinya.“Kang Pitar?” sapaan lembut itu membuatnya terpana.Sudah sekian lama dia tidak mendengar nama itu disebut oleh seorang manusia. Dadanya kembali berdegup, suara itu ….“Kang Pitar, naha aya di dieu?” perempuan berkain batik itu menghampirinya dengan tanda tanya besar di matanya. Di tangannya ada keranjang belanjaan, rambutnya di sanggul di tengkuk dan pakaiannya sederhana. Tak ada polesan make up di kulitnya.(Kak Pitar, kenapa ada di sini?)Narendra terperanjat ketika menyadari dia tidak seharusnya ada di sini, “Oh.”“Kang…” perempuan yang jel
SUAMI WARISAN85 – Di Antara Dua TakdirSemoga saja dia belum terlambat.Semoga saja Rengganis menerima kedatangannya walau pun ini sudah tengah malam.Benar perkataan pemuda rambut jagung itu. Jalan menuju ke vila rusak parah. Terjal dan seringkali mobil sedan mahal Mahesa hampir selip.Mahesa mencatat dalam hati agar membawa mobil off -road jika hendak kemari lagi. Rubicon yang biasanya nangkring di garasinya mungkin bisa menaklukkan jalanan yang keras ini.Dua buah motor meliuk-liuk di depannya menghindari lubang dan bebatuan yang terjal, sementara mobilnya terpaksa menerima apa adanya. Untung saja suspensi mobilnya masih bagus, lonjakan-lonjakan itu bisa teredam cukup baik, namun tetap saja Mahesa sering meringis mengingat tragisnya perjuangan dia untuk bertemu dengan Rengganis.Siapa sih Rengganis?Pastinya banyak orang bertanya kenapa seorang Mahesa, lelaki yang biasanya tidak peduli dengan keadaan ses
SUAMI WARISAN86 – Menantang SupremasiManners maketh man.Itu salah satu motto hidup Mahesa, bukan karena itu quote dari film favoritnya ‘Kingsman’ namun karena Mahesa dibesarkan oleh orang tua yang cukup tegas; terutama ibunya.Sikap itu sudah mendarah daging pada dirinya hingga di saat genting seperti ini, dia bisa tetap terlihat tenang.“Bawa, cepat!” seru Mahesa sambil menarik Rengganis.Narendra tidak sempat untuk membantah. Kedua lelaki itu berenang menggiring tubuh Rengganis ke tepian, di mana Ipah sudah menunggu dengan wajah panik.Mahesa naik ke daratan lebih dulu, namun ketika dia hendak menarik Rengganis, Narendra sudah menggotong perempuan itu dalam gendongannya. Lelaki itu berdiri gagah berani dengan tubuh polos tanpa pakaian sehelai pun.Mahesa ternganga, “Kamu ….” Giginya gemeletukan bersamaan dengan hawa dingin yang merayapi tulang belakangnya.
SUAMI WARISAN87 – Terjebak CemburuRengganis terguncang menyadari bahwa ada dua orang lelaki di dalam kamarnya saat ini.“Saya yang salah. Saya telah lalai menjaga Rengganis.”Rengganis melarikan pandangannya ke lantai, detak jantungnya makin tidak karuan.“Baguslah kalau kamu mengakuinya, Narendra.” suara Mahesa yang biasanya hangat kini terdengar kaku dan dingin. Dia bahkan tidak menoleh pada Narendra yang berdiri di belakangnya, tatapannya lurus pada Rengganis yang tertunduk di hadapannya.“Ya.” nada Narendra juga mengambang. Pandangannya juga tertuju pada Rengganis yang bersembunyi di balik tirai rambutnya yang basah. Dia bisa merasakan kegelisahan dari istrinya itu kemudian berdeham “Ini sudah larut malam. Ny—Rengganis harus istirahat. Anda boleh menggunakan salah satu kamar tamu, Pak Mahesa.”“Oh, terima kasih.” Mahesa akhirnya menoleh pada Na
SUAMI WARISAN88 – PamungkasBodoh.Bodoh. Bodoh. Bodoh.Narendra mengutuki dirinya sendiri karena lengah. Sedangkan Rengganis tersenyum menang. Perempuan itu mendorongnya menjauh dan memakai pakaiannya, menjaga jarak darinya.“Cukup sampai di sini, Narendra.” ujar Rengganis. Dia menatap lelaki yang duduk di atas ranjang bersamanya dengan tegas, “kita enggak bisa selamanya begini, ya ‘kan?”“Maksud Nyai?”“Mahesa ada di sini sekarang. Itu berarti sesuatu bukan?” tanya Rengganis, dia menatap Narendra dan bertanya satu pertanyaan yang membuat Narendra terdiam seribu bahasa, “dia memang jodohku, ‘kan?”Narendra memalingkan wajahnya. Rahangnya terlihat mengeras.“Naren,” panggil Rengganis lagi, “perasaanku ini bukan bohongan, ‘kan? Perasaan ini bukan sekadar kagum atau suka saja, benar? Aku pernah bilang padamu
KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha
SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha
SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan
SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan
SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya
SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.
SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada