SUAMI WARISAN
66 – Penyakit Para Pendosa
“Non, main kuda-kudaan bareng, yuk?”
Rengganis terlempar pada masa lalu. Dia celingukan melihat ke sekelilingnya; sebuah rumah mewah yang sepi dengan halaman luas yang rimbun oleh pepohonan. Semilir angin menyentuh lembut kulitnya, denting lonceng yang digantung di atas jendela menjadi satu-satunya suara di latar belakang. Sementara dia melihat dua orang manusia; seorang lelaki paruh baya dan seorang anak kecil berkepang dua berada tak jauh darinya.
Rengganis melangkahkan kaki mendekat pada mereka.
“Kuda-kudaan?” tanya si gadis cilik. Rengganis terperangah ketika menyadari garis wajah itu; gadis cilik itu adalah Sarah sewaktu kecil.
“Sini, Non duduk di sini.”
Seorang lelaki mengangkat Sarah kecil duduk di pangkuannya. Kemudian dia menggoyang-goyangkan kakinya hingga Sarah kecil terlonjak-lonjak seperti sedang naik kuda. Apalagi lelaki itu
SUAMI WARISAN67 – Air Mata DarahRengganis yang bugil setengah badan menghampiri Narendra, dia menunduk menatap milik Narendra dengan manik mata semerah darah. Dia berjongkok dan meraih milik Narendra, mengelusnya sebelum memasukkannya ke dalam mulutnya yang hangat.“Argh!” Narendra merintih ketika dia berada dalam mulut Rengganis yang basah dan hangat. Lidah Rengganis bermain-main dengannya, menikmatinya seperti menikmati es krim, tangannya memegang erat-erat batang Narendra, membuat lelaki itu mengerang dalam.Narendra menunduk memandang Rengganis yang sedang melakukan fellatio padanya. Sungguh pemandangan yang membangkitkan selera. Dia selalu senang memerhatikan ekspresi yang dibuat Rengganis ketika mereka bercinta. Namun, ekspresi Rengganis terlalu binal baginya.Ini bukan Rengganis.Narendra menarik kepala Rengganis hingga terlepas dari miliknya. Dia memberi kode agar Rengganis duduk di pangkuannya
SUAMI WARISAN68 – Kepingan Masa Lalu“Kalian enggak harus ke sini setiap hari ….” Keluh Sarah sambil melirik pada dua orang yang selalu bolak-balik masuk ke kamar rawat inapnya.Sudah tiga hari dia menginap di RS, keadaannya pun membaik, namun dua orang ini bersikukuh mengunjunginya setiap hari.Kamar rawat inapnya sekarang berubah jadi basecamp. Menyebalkan!“Why, kamu enggak suka aku ada di sini?” tanya Mahesa sambil tersenyum tipis, dia menaruh kantung plastik di atas meja, “aku bawa makanan loh.”Sarah mencebik, dia menatapi kukunya yang sudah harus dimanikur lagi, “Aku pikir Raja Iklan ini pastinya sibuk meeting sana-sini, bukannya nongkrong di Rumah Sakit.”Mahesa dan Rengganis yang sedang sibuk mengeluarkan kotak-kotak makanan saling melirik dan menahan senyuman mereka.Sementara Sarah masih menggerutu sebal, “You juga, Rengganis ….
SUAMI WARISAN69 – Menunggu Datangnya Penyesalan“Dia jadi petani di Jawa. Mengelola sawah dan punya sebelas cucu. Anak bungsunya baru saja bertunangan dengan anak Kepala Desa. Dia hidup tenang, layak dan bahagia bersama istri ketiganya. Dua istrinya tinggal di desa sebelah. Dia penganut poligami.”Rengganis melipat kedua tangannya di dada. Wajahnya terlihat serius, sementara Narendra mengepalkan tinjunya.“Sepertinya Tuan Tanuwijaya memberikan sepetak tanah sebagai hadiah ketika dia pensiun dan pulang ke kampung—”“Dia memberikan hadiah pada pemerkosa anaknya? Ha.” Gerutu Narendra yang tidak tahan lagi. Dia berkomentar sinis, manik matanya semakin menggelap.Mahesa menghela napasnya, ini juga terasa berat baginya, “Kita harus gerak cepat. Aku ingin menyelesaikan ini secepatnya. I have to fly out overseas next week.”Narendra melirik Rengganis, bertanya apa arti
SUAMI WARISAN70 – PenyangkalanSelama Narendra berada di desa, Mahesa menggantikan tugasnya menjaga Sarah yang berangsur-angsur membaik.“It’s weird, I don’t feel the urges, Sa.” ujar Sarah ketika Mahesa membantunya untuk turun dari ranjang untuk pergi ke kamar mandi.(Ini aneh, aku enggak merasa dorongan itu, Sa.)“What urges?” tanya Mahesa sambil memegangi lengan kurus Sarah.(Dorongan macam apa?)Sarah tidak menyahut, dia berjalan perlahan masuk ke kamar mandi dan menutup pintu. Di dalam kamar mandi, dia tercenung di depan cermin. Apa yang dirasakannya selama beberapa hari terakhir membuatnya tidak habis pikir.Tak ada kata-kata yang pas untuk menggambarkannya. Sarah menatap pantulan wajahnya di cermin dan terhenyak melihatnya.Dia sampai mendekat ke cermin hingga ujung hidungnya menabrak cermin dingin.Is this really me? pikirnya. Dia menangkup pipi dan
SUAMI WARISAN71 – Mawar dari Neraka“Permisi, paket untuk Pak Joko!”Agung, salah satu anak Pak Joko bergegas membukakan pintu. Seorang petugas ekspedisi berdiri di teras, dia memberi salam pada Agung dan bertanya, “Rumah Pak Joko?”“Iya.”“Ada kiriman paket dari Jakarta untuk Pak Joko.”“Oh, ya.”Petugas itu memberi kode pada temannya yang menunggu di depan rumah. Mereka meurunkan paket dari truk ekspedisi.Agung terbengong-bengong melihat dua orang itu menurunkan papan bunga ucapan, bukan hanya satu tapi lima!“Pak, maaf, ini dari mana? Kok banyak banget?” tanya Agung.“Dari Jakarta, Pak.” balas kurir, “mau ditaruh di mana?”“Oh, sebelah sini saja.” walau masih bingung, Agung terpaksa mengatur penempatan papan ucapan berukuran besar itu.Dalam sekejap, halaman rumah yang
SUAMI WARISAN72 – Karma DatangSelama hidupnya, Joko sudah biasa bergadang. Apalagi jika sedang banyak pikiran, dia bisa kuat tidak tidur dua hari dua malam.Namun, seiring dengan bertambahnya usia, kantuk selalu datang walau dia enggan memejamkan mata.Malam itu semilir angin terasa menggigit tulangnya. Persendiannya sering nyeri setiap bangun di pagi hari, maka Joko segera menutup jendela kamarnya. Tangannya terhenti ketika dia hendak menutup gorden, matanya menyipit ketika tanpa sengaja melihat seseorang di halaman.Sepertinya dia melihat ada bayangan di bawah pohon yang berada di seberang jendelanya. Joko mendekat ke jendela, namun bayangan yang dilihatnya menghilang begitu saja. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali. Ah, mata tuanya makin lama makin sering menipu dirinya.Joko mengabaikan perasaan menganggu itu dan menutup gordennya rapat-rapat. Dia berjalan menuju ranjangnya dan rebah di atas tumpukan bantal yang
SUAMI WARISAN73 – Terima KasihMereka tidak ingin menghabiskan waktu lebih lama di desa yang tidak ingin mereka datangi.Maka, malam itu Sarah, Rengganis dan Narendra kembali bertolak ke Jakarta.Pagi sudah menjelang ketika mereka akhirnya tiba di Jakarta. Sopir mengantarkan Rengganis dan Narendra sampai gang kontrakan Rengganis.“You enggak ada rencana untuk pindah ke apartemen gitu?” tanya Sarah sambil melongok dari jendela Alphard. Dia setengah mencibir melihat pemandangan kawasan sederhana yang ada di depan matanya.Ugh, memalukan sekali. Masa desainer andalan rumah modenya masih tinggal di gang kecil ini?!Anak-anak sekolah bagai semut keluar dari gang, mereka berpencar ke berbagai arah. Siap memulai hari.Rengganis mendengus menahan tawanya, “Belum kebeli, Bos. Mendingan kontrak aja dulu dari pada di apartemen tapi sewa juga.”Sarah bergumam, “You can use my condo
SUAMI WARISAN 74 – Satu Bar Energi “Assalamualaikum, Neng Ganiiisss ….” Sayup-sayup terdengar suara wanita dari balik pintu. Narendra menghidu aroma Rengganis lewat di dekatnya kemudian langkah-langkah kaki menuju pintu. Dia hendak bangun, namun kesadarannya belum pulih benar. Kepalanya masih berkunang-kunang dan tubuhnya lemas. Narendra memilih untuk kembali memejamkan matanya. “Waalaikum salam. Oh, Bu Entun.” Rengganis membuka pintu untuk tetangganya. Bu Entun berdiri di teras rumah bersama dengan seorang perempuan muda, “Neng, ini loh si Nita, anak ibu yang tadi ibu ceritain.” Bu Entun tersenyum bangga sembari memamerkan anak perempuan kesayangannya. Rengganis menyunggingkan senyum sambil mengulurkan tangannya, “Rengganis.” Uluran tangannya disambut oleh Nita. Rengganis menaksir perempuan ini mungkin umurnya delapan belas tahunan. Sore itu Nita memakai hot pants dan blus ngatung hingga kulit perutnya ke
KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha
SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha
SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan
SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan
SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya
SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.
SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada