"Postingan ini baru saja muncul, Bu. Baru lima menit yang lalu," ucap karyawannya lagi.
"Meskipun baru beberapa menit, sudah pasti postingan ini sudah menyebar dan sudah di baca oleh orang lain," batin Rintik. "Ok, terima kasih. Kamu boleh pulang sekarang," ucap Rintik.***
Angel berjalan tergesa menghampiri Rintik, "Rin, kamu sudah lihat postingannya?" tanya Angel pada sahabatnya yang sedang tertimpa masalah itu. Rintik masih menatap layar komputer tanpa ingin menanggapi pertanyaan Angel padanya. "Jika Angel saja sudah mengetaui tentang berita ini, sudah pasti seluruh kantor suah mengetauinya," batin Rintik lagi. Ia mendesah kasar, lalu kembali membaca tulisan yang diposting di web.
"R, Suami dari Rintik Daneschara Kepala divisi di KnA Advertaising telah menghamili seorang wanita dan tidak mau bertanggung jawab karena istrinya tidak mau diceraikan," batin Rintik membaca kalimat yang ada di postngaan anonim pada sebuah media sosial yang berlogo huruf F berwarna biru itu. Yang lebih parah, orang itu menandai sosial media resmi perusahaannya."Rin." Angel yang menanti jawaban Rintik merasa tidak sabar dengan Rintik yang sejak tadi hanya diam. "Apa ini ada hubungannya dengan kejadian tadi siang?"
"Argh. Kenapa menjadi seperti ini? Bukan seperti ini yang aku harapkan," desah Rintik dalam hati. Ekor matanya melihat ke arah Iren yang tengah bersiap untuk pulang.
"Apa harus sampai sejauh ini, Ren?" tanya Rintik dalam hati. Lalu ia meraup wajahnya secara kasar."Rin, kamu tidak percaya padaku? Kamu bahkan menyembunyikan masalah ini dariku? Kamu bilang hubunganmu baik-baik saja dengan Reka. Kamu yakin kalau kita masih berteman? Apa ada hubungannya dengan kedatangan Tante Margaret kemarin?" Angel memberondong sahabatnya dengan banyak pertanyaan."Aku bukan tidak percaya padamu. Juga tidak bermaksud untuk menyembunyikannya dari kamu. Tapi, aku sendiri juga masih syok dengan apa yang menimpaku. Semua terjadi secara tiba-tiba, Ngel. Aku bahkan masih bingung dengan keputusan yang aku ambil." Setelah menjawab pertanyaan Angel, Rintik membuang nafas secara kasar.
"Kamu tahu? Kalau ibu mertuaku datang ke kantor?" sambung Rintik. Yang dijawab anggukan oleh sahabatnya."Aku tidak sengaja melihatnya di tempat parkir. Sebaiknya kita bicarakan di tempat lain. Ayo!" ajak Angel pada Rintik. Meski sebenarnya Rintik enggan, tapi tetap saja ia menyetujui ajakan Angel. Lalu mengemas semua barang-barangnya dan bersiap untuk pulang.***
Rintik merasa yakin jika yang memposting menggunakan akun anonim adalah Iren. Karena masalah yang menimpa rumah tangganya, hanya mereka yang tahu. Bahkan Rintik tidak menceritakan kepada keluarganya maupun Angel. "Apa tujuannya menulis seperti itu? Apa dengan melakukan hal itu akan membenarkan tindakannya?" batin Rintik. Untuk sekian kalinya Rintik menghembuskan nafas berat. Seberapa pun ia berpikir dengan keras, ia tidak mengerti dengan tindakan Iren. Angel mengajak Rintik menuju restoran dekat perusahaan. Ia mengajak Rintik untuk makan sekaligus ingin membahas perihal yang terjadi pada rumah tangga Rintik.Suasana restoran yang cukup tenang dan sepi membuat mereka leluasa untuk bercerita. Karena Angel sudah tidak sabar ingin mengetahui masalah yang dihadapi oleh Rintik, ia mendesak Rintik untuk segera menceritakan masalahnya.
"Aku bingung harus cerita dari mana dulu," ucap Rintik pada Angel.
"Apapun itu, dan dari mana pun aku akan mendengarkannya. Aku tidak akan menyela sampai kamu selesai bercerita. Aku janji."
Rintik menatap Angel sejenak sebelum ia mulai bercerita. Ia menyambar gelas yang berisi air putih yang ada di hadapannya. Kemudian meminumnya dengan harapan hatinya menjadi lebih tenang.
"Reka selingkuh dan wanita itu hamil," ucap Rintik dengan mata yang sudah berembun. Angel yang mendengar ucapan sahabatnya sontak menutup mulutnya merasa tidak percaya.
"Jadi, komentar itu benar adanya? Itu tentang Reka? Kamu tahu siapa wanita yang jadi selingkuhannya itu?" tanya Angel dengan nada berapi-api.
Rintik merespon pertanyaan Angel dengan anggukan lemah. Dan jawaban Rintik mampu membuat emosi Angel kembali meningkat. Tangannya reflek memukul meja dan mengeluarkan kata makian yang ditujukan pada wanita yang menjadi selingkuhan Reka.
"Siapa? Siapa wanita itu?" tanya Angel merasa tidak sabar ingin segera mengetahui nama wanita yang telah merusak rumah tangga dari sahabatnya itu.
"Dia salah satu karyawan di perusahaan ini," jawab Rintik.
"A- apa? Salah satu karyawan di perusahaan? Maksudmu kita saling kenal, begitu?" Rintik mengangguk sebagai jawaban.
"Siapa?" Angel terus saja mendesak Rintik untuk memberitahukan nama dari wanita itu.
"Sepertinya tidak perlu. Aku takut kamu akan ikut memusuhinya jika aku memberitahumu siapa dia," ucap Rintik yang membuat Angel kecewa.
"Ya wajar dong kalau aku ikut memusuhi wanita seperti dia. Jika dia adalah salah satu karyawan di perusahaan kita, itu artinya dia sudah tahu jika Reka adalah suamimu. Lalu kenapa dia-" Angel tidak melanjutkan ucapannya karena merasa kehabisan kata-kata.
"Terus? Bagaimana ceritanya kamu tahu kalau Reka selingkuh dan wanita itu hamil?"
"Dia datang kerumah bersama dengan Ibu. Dan ibu minta agar Reka menikahi wanita itu secepatnya." Mata Angel kembali membola mendengar ucapan Rintik. Dia merasa tidak percaya jika Reka tega menghianati Rintik. Padahal ia tahu bagaimana perjuangan keduanya dalam mendapatkan restu dari Ibunya. Angel pikir, kehidupan Reka dan Rintik sangat harmonis dan sempat membuatnya merasa iri dengan hubungan mereka.
"Lalu? Apa kata Reka?"
Rintik menggelengkan kepalanya. "Dia bilang itu hanya sebuah kesalahan. Dan dia berkata jika dia tidak sengaja melakukan hal itu." Rintik menjeda kalimatnya."Aku minta cerai. Aku tidak mau dimadu, Ngel. Jika wanita itu hamil, bukan berarti aku mempunyai masalah dengan diriku. Aku sehat, Ngel. Aku subur. Dan aku yakin bisa memberikan keturunan pada Reka suatu hari nanti. Tapi bukan sekarang. Mungkin karena Tuhan belum percaya padaku. Tapi bukan berarti…." Rintik terisak. Dia tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Angel mendekat dan duduk disamping Rintik lalu memeluknya. Angel tahu apa yang Rintik rasakan. Karena ia juga pernah berada di posisi Rintik. Dimana ia dituntut untuk segera menjadi seorang ibu di tahun pertama pernikahannya.
Rintik meluapkan perasaannya pada Angel. Rasa yang sejak tiga hari ini ia tahan, kini ia tumpahkan pada sahabatnya.
Setelah puas menangis, Rintik menyeka jejak air matanya. Ia terdiam sejenak. "Apa keputusan yang aku ambil sudah benar?" tanya Rintik kemudian.
Angel mengangguk. "Iya. Keputusan kamu sudah benar. Kamu juga berhak untuk bahagia, Rin. Untuk apa bertahan jika hanya luka yang didapat. Kamu harus ingat, apapun keputusanmu, aku selalu mendukungmu," ucap Angel seraya menarik Rintik kedalam pelukannya lagi.
***"Kamu yakin, tidak perlu aku antar?" tanya Angel pada Rintik ketika mereka sampai di tempat parkir perusahaan."Tidak usah repot-repot. Aku bisa pulang sendiri," jawab Rintik dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Rintik keluar dari mobil Angel. "Aku antar saja bagaimana?" Angel kembali mengusulkan untuk mengantar Rintik pulang.
"Tidak usah. Kamu pulang saja. Suamimu menunggumu dirumah." Mendengar jawabaan kekeh dari sahabatnya angel hanya bisa pasrah.
Belum sempat Rintik turun dari mobil Angel, Angel menepuk bahu rintik, "Loh, bukankah itu Reka, ya?" Angel menunjuk seorang pria yang tengah berdebat di parkiran mobil. Netra Rintik reflek mengikuti arah yang ditunjuk oleh Angel.
"Apa dia menunggumu?" tanya Angel pada Rintik yang dijawab gelengan dari Rintik. "Perlu aku temani?" tanya Angel.
Rintik kembali menggeleng seraya tersenyum, " Tidak usah."Rintik perlahan melangkah kan langkahnya. Dia juga memantapkan hatinya agar tidak menangis di hadapan pria yang selama ini dicintainya."Rintik," sapa Reka. Tapi Rintik mengabaikan panggilan reka dan terus saja menuju dimana motornya diparkirkan. Meski hatinya berdebar tak karuan, ia mencoba untuk teap tenang."Aku sudah menunggumu sejak tadi," ucap Reka lagi. Tangan Reka menahan tangan Rintik karena sejak tadi tidak mendapat respon dari wanita yang masih sah menjadi istrinya itu."Lepaskan aku, Reka. Aku tidak mau berbicara dengnmu. Apapun yang kamu katakan aku tidak peduli dan akku sudah bulat dengan keputusanku," ucap Rintik. Reka yang kalap menarik Rintik yang sudah duduk diatas motornya.Emosi di dadanya membuatnya tidak sengaja menarik Rintik dengan sekuat tenaga. Hampir saja Rintik terjatuh ke tanah, jika saja seseorang tidak segera menangkapnya.Rintik membuka matanya lebar-lbar melihat siapa yang menangkap tubuhnya dari belakang. Dan tiba-tiba saja jantngnya berdebar lebih kencang.Seketika netra Rintik membola. Bukan karena alasan dirinya yang tidak jadi jatuh, melainkan orang yang menangkap tubuhnya."Janar," desis Rintik.Bukan hanya Rintik, raut wajah Reka pun berubah pias ketika melihat siapa orang yang telah menangkap tubuh Rintik. Sedangkan pria yang bernama Janar, segera mengangkat tubuh Rintik membantunya untuk berdiri. Wajahnya datar tak berekspresi. Lalu menatap Reka dengan amarah."Ada apa ini?" tanya Janar. Tatapannya tajam tertuju pada Reka. Bukannya menjawab, justru Reka terlihat gelisah karena melihat Janar, sepupu istrinya."I- ini bukan urusanmu, ini urusan rumah tangga kami," jawab Reka dengan terbata. Netranya bahkan bergerak liar dan tak beraturan, bahkan ia tak mampu menatap lawan bicaranya."Jan, kita bicara di tempat lain saja," ajak Rintik pada Janar.Janar beralih menatap Rintik, "Aku ingin bicara disini. Bukan di tempat lain. Bisakah kalian menjelaskan apa yang terjadi? Karena aku punya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan." Jana
Rintik menoleh ke asal suara. Bersamaan dengan itu, wanita yang memanggilnya tengah berjalan ke arahnya. Lalu tanpa aba-aba mendaratkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipi Rintik. Cukup untuk membuat Rintik ataupun yang lainnya merasa terkejut. Rintik memegangi pipinya yang terasa panas dan menyakitkan. Tapi tak lebih menyakitkan dari tamparan di hatinya. Dia menatap wanita yang telah memberikan sebuah obat kantuk yang lebih ampuh daripada secangkir kopi. Wajahnya merah padam dan bola matanya serasa akan keluar dari rongganya. "Dasar wanita jalang! Dimana kamu sembunyikan putraku?" Margaret, yang sudah menampar Rintik, kini membentak dan berkata kasar serta menuduh menantunya menyembunyikan Reka. Netra Rintik mengembun seketika. Bukan karena tamparan yang ia dapat, melainkan sikap ibu mertuanya yang membentak dirinya dihadapan umum. Terlebih lagi, kini mereka tengah berada di kantor tempatnya bekerja. "Jawab! Dimana kamu sembunyikan Reka. Jangan kamu kira, dengan melakukan ha
“Apa dengan kejadian ini, kamu juga belum mau memberitahukan siapa wanita itu, Rin?” tanya Angel pada Rintik ketika dia mengantar Rintik pulang ke kontrakannya. Rintik hanya tersenyum tipis, dia tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak memberitahukan siapapun tentang Iren yang menjadi penyebab retaknya rumah tangganya dengan Reka.Angel mendesah frustasi karena Rintik yang bungkam. Dia tidak habis pikir kenapa sahabatnya masih menutupi wanita yang telah merusak hidupnya. Seharusnya dia mengekspos siapa wanita itu, supaya ada efek jera bagi wanita diluar sana untuk tidak macam-macam dengan pria yang sudah mempunyai istri. Padahal, sudah banyak cerita tentang istri sah yang melabrak pelakor dan mempermalukannya di tempat umum. Seharusnya Rintik mencontoh hal itu, bukan malah menjadi peran protagonis yang selalu diam dan mengalah ketika ditindas.Angel hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan jalan pikiran dari wanita yang sudah hampir sepuluh tahun menjadi sahabatnya i
Dahi Reka mengerut seketika, ketika melihat seseorang tengah berdiri di depan pagar rumah ibunya. Pasalnya waktu saat ini menunjukan pukul dua belas malam. Dan rasanya tidak patut jika bertamu saat ini."Ka- kamu?" ucap Reka merasa heran. Tapi perasaan herannya berubah menjadi perasaan gelisah. Jantungnya berdebar tak beraturan melihat orang itu mendekat ke arahnya. Tatapannya tajam, rasanya dia akan menerkamnya hidup-hidup."Kenapa? Tidak boleh?" ucapnya. Masih dengan tatapan tajamnya menatap Reka."Ta- tapi Janar, i- ini sudah tengah ma- malam. Tidak seharusnya kamu berada di sini. Kamu tidak berniat untuk berbuat buruk pada Mami, kan?" terka Reka.Mendengar ucapan suami dari saudaranya, membuat Janar tertawa sinis. "Tidak boleh? Ibumu saja sudah melakukan hal buruk terhadap saudaraku. Apa aku harus diam saja?" ucap Janar santai. Reka bergidik ngeri mendengar ucapan Janar. Dia tahu seperti apa watak dari saudara laki-laki dari istrinya itu. Dia adalah seorang yang temperamental dan
Bukan hanya terkejut dengan kehadiran seseorang yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya. Tapi, ketiga karyawan itu juga tidak menyangka jika orang yang sedang mereka bicarakan ada di belakang mereka."Pa- pagi, Pak," sapa kedua karyawan itu secara bersamaan. Di dalam hati mereka bertiga, mereka merutuki kebodohan yang mereka buat. Apalagi di hadapan seorang Langit. Dia memang bukan petinggi perusahaan, tapi dia sangat disegani oleh karyawan lain karena dia mempunyai aura yang tegas di balik keramah tamahan sikapnya. Tapi yang disapa justru melenggang masuk ke dalam lift karena lift sudah terbuka. Tak menghiraukan ketiga karyawan yang baru saja menyapanya."Bu Rintik, anda tidak masuk?" tanya Langit pada Rintik yang masih membeku di tempat. Mendengar namanya dipanggil, Rintik tergagap, kemudian berjalan masuk ke lift menyusul Langit."Kalian tidak ikut masuk?" tanya Langit pada ketiga karyawan itu dengan tatapan tajam.Meski sempat ragu, ketiganya masuk dengan menundukan kepa
Tiga hari lalu, Margaret datang ke apartemen Iren. Dia menceritakan tentang Reka yang sudah berani meninggikan suaranya hanya karena dia datang ke kantor tempat Rintik bekerja. Dia juga mengatakan kalau Rintik lah yang menjadi penyebab putranya menjadi tidak patuh."Cepatlah menikah dengan Reka," pinta Margaret pada Iren.Dengan wajah yang lesu, Iren menjawab, "Saya merasa tidak enak hati pada Mbak Rintik, Mih. Karena bagaimanapun, saya penyebab retaknya rumah tangga mereka. Saya hanya meminta hak anak yang ada di dalam rahim saya. Saya juga tidak bermaksud untuk menjadi perebut suami orang," ucap Iren yang diakhiri dengan isakan kecil."Tidak! Itu tidak benar. Kamu tidak salah. Kamu sudah benar jika meminta hak anakmu. Kamu tenang saja. Kamu juga tidak perlu bercerai dari Reka jika anak ini lahir. Karena bagaimanapun, dia adalah darah daging putraku. Dia akan hidup berkecukupan. Semua harta yang aku miliki, akan menjadi milik cucuku. Aku janji," ucap Margaret.Iren kembali menangis.
Iren reflek menutup mulutnya. Menyadari kebodohan yang telah ia lakukan. Yang artinya dia membongkar dirinya sendiri yang menjadi perusak rumah tangga wanita lain. “Ah! Tidak, tidak ada salahnya. Lagipula ditutupi pun suatu saat akan tau juga. Sudah kepalang tanggung. Lagipula mereka akan bercerai juga,” batin Iren."Jadi, kamu berpikir kalau aku memarahimu karena kamu yang telah merusak rumah tangga sahabatku?" Angel tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa sebelum melanjutkan ucapannya. "Itu karena memang kamu tidak becus dalam bekerja!" serunya."Tunggu! Jika kamu adalah wanita itu, kamu-" Angel tidak dapat menyelesaikan kata-katanya. Seketika dia menutup mulutnya, lalu menoleh kearah sahabatnya.Melihat ekspresi Angel, membuat Iren sadar, lalu dia menoleh ke sekeliling. Benar saja, ekspresi itu juga yang ia lihat dari orang-orang yang tengah berada di lobby. Mereka menatapnya dengan perasaan tak percaya mengetahui fakta bahwa beberapa hari ini yang menjadi bahan pembicaraan orang-
Iren menoleh kepada orang yang telah melayangkan sebuah tamparan yang sangat keras di pipinya. Yang diikuti dengan matanya yang membulat sempurna. Melihat Iren ditampar oleh seseorang, Rintik refleks menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. “Apa kamu bilang? Wanita yang tidak bisa mempunyai anak tidak berhak bahagia? Kamu pikir kamu siapa? Sampai bisa berkata seperti itu. Kenapa seorang wanita yang tidak bisa memberikan seorang keturunan bagi keluarga tidak berhak untuk bahagia? Kenapa! Kamu membanggakan kamu yang bisa hamil? Begitu? Kamu bisa hamil karena menggoda suami orang. Apa yang patut dibanggakan dari hal itu?!” seru Andrea penuh amarah. Iren hanya diam saja ketika ketua divisinya membuat pipinya kemerahan dengan sebuah tamparan.Seharusnya kamu malu karena menjadi wanita hina-”“Apa hakmu berkata seperti itu!” potong Iren. Nafasnya menderu, dan bola matanya memerah. “Karena aku menjadi seorang simpanan? Dengar ya, aku memang menjadi orang ketiga dalam rumah tangga ora